Inilah harinya. Tepatnya hari pernikahan Hayden dan Jane akan dilaksanakan. Hari di mana juga Feli akan benar-benar belajar menerima kenyataan, bahwa ia harus melupakan Hayde, seutuhnya.
Felu masih tidak tahu jelas, sejak kapan sebenarnya Hayden dan Jane menjadi dekat. Namun, mengingat berita yang Haysen sampaikan semalam, bahwa sang kakak saat ini sedang mengandung, Feli tidak lagi mau perduli.
Gadis itu kini tengah berdiri bersama sang ibu dan Liam, menyambut tamu yang datang di depan pintu ruangan gedung, di mana pernikahan sang kakak akan dilangsungkan.
Feli tampak begitu cantik dengan balutan gaun indah berwarna babyblue, berdesain sederhana, namun terlihat begitu elegan.
Ia tidak sendirian. Ada tiga sahabat dekat Jane yang mengenakan gaun yang sama, karena mereka bertugas sebagai bridesmaid di pernikahan tersebut.
Jangan tanya bagaimana perasaan gadis itu saat ini. Ia masih syok dan hancur terkait berita kehamilan sang kakak. Namun, dirasanya terus bersedih pun tidak berguna.
Kini Feli lebih memilih acuh dan bersikap seolah tak perduli. Toh, terus menerus dipikirkan pun, tidak memberinya keuntungan, tapi justru sakit hati dan merasa sangat dikhianati.
Senyum manis sempurna terpapar di bibir tipis berwarna merah cherrynya. Terkesan berbanding terbalik dengan perasaan, ia berusaha memperlihatkan rona bahagia dan ceria atas pernikahan sang kakak, pada setiap tamu yang datang.
Jangan lupakan keberanaran bahwa Hayden pun ada di sana, menyambut tamu-tamu yang datang bersama keluarganya.
Sungguh, pria itu terlihat sangat tampan dibalut texudo hitamnya. Senyum manis yang membuat matanya hanya terlihat segaris, mampu membuat siapapun yang melihatnya jatuh hati.
Jay pun sama. Ia berada di sana bersama sang kakak dan keluarga tercintanya. Ia sesekali menoleh ke arah Feli yang berdiri di sisi lain dengan tatapan penuh kekhawatiran.
"Feli, lebih baik kau menemani kakakmu saja, di ruang tunggu pengantin," titah sang ibu, berbisik tepat di dekat daun telinga sebelah kiri Feli.
Feli menoleh ke arah Luciana sembari memancarkan senyum manis. "Baiklah."
Luciana menatap sang putri dengan tatapan sendu, penuh kesedihan, mengingat ia tahu, bagaimana hubungan Hayden dan Feli dua tahun yang lalu.
Luciana mengusap lembut surai sang putri. "Kau sangat cantik."
Feli tersenyum senang. "Karena kau adalah Ibuku. Kecantikan Ibu, menurun padaku."
Luciana terkekeh gemas. "Kau selalu tahu bagaimana cara membuat Ibu merasa senang."
"Tentu saja. Aku ini putri Ibu."
Luciana tersenyum lirih sekilas. "Baiklah. Cepatlah pergi dan beristirahat sejenak selagi menemani Jane. Ibu tahu, kondisimu hari ini tidak terlalu fit."
Feli mengangguk samar sambil tersenyum. "Baiklah, Bu. Aku pergi dulu."
Feli pun pergi dari sana, menuju ke ruangan khusus yang diperuntukan untuk pengantin wanita.
Jay yang melihat hat itu pun, sontak tak membuang banyak waktu untuk pergi menyusul Feli.
Feli berjalan perlahan di lorong gedung yang merupakan satu-satunya akses menuju ruangan yang saat ini sedang Jane tempati. Di sana terkesan lebih sepi, karena para tamu sudah menunggu di ruangan yang sudah di atur untuk pelaksanaan pengucapan janji suci.
Hanya orang-orang tertentu yang bisa datang menghampiri pengantin wanita, seperti keluarga, sanak sodara, atau beberapa orang yang memang memiliki hubungan baik dan diijinkan oleh pihak keluarga dan pengantin.
"Feli!"
Feli memutar tubuhnya tatkala ia mendengar seseorang memanggil namanya dari arah belakang.
Bibir gadis itu merenggang, mengulas senyum senang saat ia mendapati Jay tengah berjalan ke arahnya.
"Hey, Jay."
Jay berdiri tepat di hadapan Feli. Pria tampan itu menatap manik hazel Feli dengan tatapan lekat, seolah mencari kebenaran di sana.
"Apa kau baik-baik saja?"
Dahi Feli mengernyit, keheranan. "Apa maksudmu?"
"Kau tahu maksudku."
Feli terkekeh gemas seraya menundukan kepala sekilas. "Tentu. Aku baik-baik saja. Ah dan ya ... maaf untuk kemarin, karena aku tidak sempat menghubungimu."
Jay mendengkus pelan. Tentu saja ia tahu sebenarnya Feli tidaklah baik-baik saja. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Terasa sangat menyebalkan bagi Jay, di saat ia tahu Feli sedang terluka, namun ia terpaksa harus berpura-pura, seolah ia percaya pada setiap kebohongan yang sahabat cantiknya itu katakan untuk menutupi lukanya. Karena sekali lagi ia tegaskan. Ia tidak bisa melakukan apa-apa.
"Tidak masalah. Hayden sudah memberitahuku, bahwa kemarin kau sibuk membantunya dan Jane."
Feli tersenyum. "Apa semalam kau pergi bersama Anna?"
"Hemmm."
Feli mengangguk paham. "Baiklah. Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah seharusnya kau menyambut tamu, bersama keluargamu?"
Jay tertunduk sekilas. Ia tersenyum lirih sebelum mengambil langkah besar, mengikis segala jarak yang terbentang, antara dirinya dan Feli.
Felu sedikit tersentak saat tiba-tiba, Jay merengkuh tubuhnya ke dalam pelukan yang begitu erat.
Feli tersenyum getir, sebelum memutuskan untuk membalas pelukan Jay. "Ada apa? Kenapa kau bersikap seperti ini? Apa kau baik-baik saja?"
Lucu memang. Bagaimana mungkin, gadis itu bertanya seperti itu dengan entengnya, dikala ia justru yang paling terluka di sana?
Jay membuang napas kasar seraya menelusupkan wajahnya di ceruk leher Feli. "Kau bodoh? Seharusnya kau tanyakan itu pada dirimu sendiri."
Jay mempererat rengkuhannya. "Kau tidak perlu bertingkah, seolah kau baik-baik saja di hadapanku, Feli"
Feli terkekeh getir sekilas. "Hemm. Baiklah. Tapi tidak sekarang."
"Apa maksudmu?"
"Temui aku saat acara pernikahan ini sudah selesai. Mungkin saat itu tangisanku akan benar-benar pecah. Dan aku membutuhkan pelukan nyamanmu ini. Jika aku melakukanya sekarang, aku akan menghancurkan riasan wajahku." Gadis itu bertutur, seolah tidak sedang membahas hal serius.
Ia terkekeh lirih, sekilas. "Aku juga ingin tampil cantik di acara pernikahan kakakku," imbuhnya.
"Feli!"
Felu dan Jay terhenyak. Mereka seketika saling melepaskan rengkuhan, setelah mendengar suara seorang wanita memekik dari arah ruang tunggu mempelai wanita.
Jay dan Feli menoleh. Dahi Feli mengernyit tatkala melihat seorang gadis cantik yang mengenakan gaun berdesain sama sepertinya, berjalan cepat ke arahnya.
"Kak Mika. Ada apa?" Feli bertanya tatkala gadis yang ia panggil Mika itu, berdiri tepat di hadapannya.
Mika merupakan salah satu sahabat Jane yang bertugas sebagai bridesmaid, menemani Feli.
Feli menunggu dengan sabar sedang Mika mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah.
Raut wajah Mika terlihat panik dan pucat sekali. Keringat mengembun di keningnya, seolah ia habis berlari kiloan meter.
"Hey, Kak. Ada apa?" Feli kembalj bertanya seraya menyentuh lembut bahu Mika.
Mika membuang napas kasar dalam satu kali hentakan, setelah dirasa deru napasnya sudah mulai seimbang.
Gadis itu menatap Feli dengan tatapan yang jelas mematrikan sebuah kepanikan dan kecemasan.
"J-Jane. Aku t-tidak bisa menemukan Jane di manapun."
Saat itu, Jay dan Feli sontak saling bertukar pandang sekilas dengan mata yang sama-sama membola.
"A-apa maksudmu, Kak? Bukankah, Kak Jane tadi bersamamu dan Kak Stella?"
Mika menelan ludahnya dengan susah payah. "Ya. Tapi dia pamit ke toilet, tapi sudah sekitar setengah jam tidak kembali."
"Apa kalian sudah mencoba mencarinya?" Jay menimpali.
Mika mengangguk samar. "Kami sudah mencarinya ke semua ruangan. Tapi tidak menemukannya di manapun."
"Tenangkan dirimu dulu Kak."
Mika menghentak-hentakan kakinya, geram. "Aku tidak bisa tenang. Lima menit lagi Feli. Lima menit lagi acara pernikahan akan segera dilangsungkan."
Mata Feli membola. Rasa panik dan takut, seketika menjalari rongga dadanya. Jantungnya berdebar dalam tempo yang begitu cepat, tak terkendali.
Feli menelan ludahnya dengan susah payah. "T-tenang Kak. Kita pasti b-bisa menemukan jalan keluar untuk mengatasi ini."
Gadis itu menoleh ke arah Jay yang sama terkejut dan paniknya seperti dirinya. "Jay, bisa tolong panggilkan Ibumu untuk menemuiku di ruang tunggu khusus mempelai? Kita mungkin bisa mengulur waktu atau memundurkan jadwal pernikahan ini, jika kita memberi tahu Ibumu, bahwa Jane menghilang."
Jay mengangguk samar. "Baiklah," tandasnya sebelum pergi dengan cepat untuk memanggil sang ibu.
Feli menoleh ke arah Mika yang sibuk mondar-mandir, karena panik. "Kak. Apa Kakak sudah mencoba menelpon Kak Jane?"
Mika menggigiti kuku dari jemarinya yang lentik, berusaha menahan rasa panik. "Sudah. Tapi dia tidak menjawab."
Napas Feli mulai berat, terengah-engah. Jika sudah begini, ia bisa saja terkena serangan panik tiba-tiba yang cukup parah.
Feli menghela napas dalam-dalam, lalu membuangnya secara perlahan. Ia mencoba mensugestikan dirinya untuk sedikit tenang. "U-untuk saat ini. A-ayo kita pergi ke ruang tunggu. Kita coba hubungi Kak Jane sambil menunggu Nyonya Wilson."
...***...
"Apa kau sudah bersiap untuk pergi?" Hayden bertanya pada seseorang yang sedang berbincang dengannya melalui sambungan suara.
Hayden saat ini berada di dalam toilet pria, menghindari keramaian sesaat untuk menerima panggilan yang nampaknya, cukup penting baginya.
"Ya. Aku sudah diperjalanan." Terdengar suara seorang pria di sebrang sambungan telpon sana.
Hayden menyeringai ngeri, penuh arti. "Ah sayang sekali, kau tidak bisa menghadiri pernikahanku, Calvin."
Terdengar pria yang Hayden panggil Calvin itu, terkekeh. "Aku akan kembali setelah dua minggu dan memberimu ucapan selamat."
"Tentu. Pastikan saat kau kembali, status hubunganmu, sudah berubah dengannya."
Lagi-lagi Calvin terkekeh karena perkataan Hayden. "Apa kau takut, Istrimu akan memintamu untuk menikahinya?"
Hayden tersenyum sinis. "Tidak. Hanya saja, aku ingin memastikan, bahwa sikaf liarnya ada yang mengontrol, agar dia tidak lagi berani menyakiti Istriku."
Calvin mendengkus kasar di sebrang sana. "Baiklah. Kalau begitu, selamat menikmati hari pernikahanmu, Hayden."
...***...
"Feli! Ada apa?" Emely memekik, panik tatkala memasuki ruang tunggu khusus mempelai wanita bersama Jay di belakangnya.
Feli yang saat itu tengah sibuk mencoba menghubungi Jane pun, seketika menoleh ke arahnya.
"Ny-Nyonya Wilson."
Emely berjalan menghampiri Feli dengan cepat. "Ada apa? Apa benar Jane menghilang?"
Feli menoleh ke arah Jay yang berdiri di belakang Emely untuk mencari tahu, apakah ia yang memberitahukan perihal menghilangnya Jane pada beliau.
Jay mengangguk sebagaj jawaban, membuat Feli menelan ludahnya dengan susah payah seraya kembali memokuskan atensinya pada Emely yang terlanjur terlihat panik dan cemas.
"Benar Nyony. Kakakku, Jane menghilang. Apa kita bisa mengatur ulang jadwal pernikahan ini? Karena kami tidak bisa menemukan atau pun menghubungi Kak Jane," terang Feli dengan mengutamakan sopan santunnya, meskipun rasa panik sudah mengungkungi relungnya.
Emely menggeleng tidak setuju. Sontak hal itu membhat Feli bingung bukan main.
Feli memperhatikan sosok Emely dengam seksama, hingga ia menyadari betapa sedihnya netra teduh pria setengah baya itu, menatapnya.
Air mata sudah mengembun di sana dan siap berderai kapan saja. Kesedihan yang Emely sorotkan, begitu jelas terlihat dan mendalam, membuat Feli terenyuh dan merasakan kepedihan.
"Feli ...." lirih Emely seraya menengkup kedua tangan Feli dan mengenggamnya dengan sangat erat.
"Putraku Hayden sangat bahagia atas pernikahan ini." Air mata kepedihan itu, akhirnya berderai dari pelupuk mata Emely. "I-Ini pertama kalinya bagiku, melihat Hayden begitu bahagia dan serius menjalani hubungan dengan seseorang."
Emely tertunduk sesaat. Ia tak kuasa terus beradu pandang dengan Feli yang jelas-jelas menatapnya dengan tatapan bingung pun cemas.
"D-dua tahun yang lalu ... Hayden pernah berniat melamar seorang gadis. Dia sudah membeli bunga dan cincin yang cantik, tapi entah kenapa, ia kembali dalam keadaan kacau." Emely meremat gemas kedua telapak tangan Feli yang masih ia genggam, berusaha mengontrol tangisan.
Feli memaku, menatap Emely dengan tatapan kosong. Jiwa dan raganya seolah terpisah saat itu juga. Waktu dan pergerakan gadis itu seolah terhenti.
"Anakku pengalami depresi saat itu dan beberapa hari yang lalu, ia datang padaku dengan raut wajah bahagia untuk pertama kalinya. Dia memintaku dan ayahnya untuk melamar Kakakmu." Tangis Emely tak dapat lagi ia kontrol.
Emely mencurahkan segala keluh kesahnya dengan susah payah. "Dia sangat bahagia Feli. A-aku tidak ingin dia kembali terluka. Jadi kumohon, lanjutkan pernikahan ini. Gantikan posisi Kakakmu. Kita akan membicarakan masalah ini dengan Hayden setelah acara pernikahan ini selesai. Lalu, mencari Jane agar ia bisa kembali bersama dengan Hayden. Setidaknya, dengan seperti itu, Hayden mungkin tidak akan terlalu tertekan, karena tidak harus menanggung malu akibat pernikahan ini dibatalkan begitu saja saat ini juga."
Tbc....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Ning Ning
ini tuh ulah haiden sengaja supaya peli menjadi istri nya
2023-03-25
0