Feli sudah kembali ke ruang tamu, begitu pula dengan Hayden. Kini gadis itu tengah duduk berdampingan dengan Luciana - sang ibu, berhadapan dengan Hayden serta keluarganya.
Feli tidak begitu memokuskan atensinya pada apa yang tengah semua orang diskusikan di sana. Ia hanya bisa menarik kesimpulan, bahwa Hayden dan Jane akan menikah, pada hari minggu yang akan datang, tepatnya ... lima hari lagi, pernikahan itu akan dilangsungkan.
Feli tidak mengerti dengan rencana pernikahan Hayden dan Jane yang terkesan mendadak dan terburu-buru.
Gadis itu ... kini hanya bisa tertunduk lesu, menatap kosong kedua telapak tangannya yang tengah mengepal kuat di pangkuan.
Feli tidak menyadari satu kebenaran, bahwa sejak ia dan Hayden kembali ... Hayden tak sedetikpun mengalihkan pandangan dari dirinya.
Pria tampan itu menatap Feli dengan tatapan sendu yang sangat sulit sekali diartikan.
Hayden membiarkan kedua orangtuanya menjelaskan segalanya. Dimulai dari tujuan mereka datang, hingga rencana pernikahan di masa yang akan datang.
Sama halnya dengan Feli. Ia pun tidak benar-benar terlalu memokuskan atensi terhadap apa yang saat ini terjadi di sekitarnya.
Hayden terkesan sama sekali tidak perduli dan acuh tak acuh terhadap pembahasan yang sebenarnya berkaitan dengan kelangsungan hidupnya di masa depan.
Feli tiba-tiba membuang napas kasar seraya membangkitkan diri dengan cepat dari duduknya. Pergerakan itu ia lakukan tanpa ia sadari dan membuat atensi semua orang, kini tertuju ke arahnya, menatapnya dengan tatapan heran.
Ia menoleh ke arah sang ibu, melawan rasa gugup pun canggung yang sedari awal sudah mengungkung relung. "I-Ibu, aku minta ijin untuk pergi ke luar sebentar."
Setelahnya, Feli menoleh ke arah orangtua Hayden sembari mematrikan senyum manis. Ia berusaha menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya di hadapan semua orang. "Kalian tidak perlu mengkhiraukanku, Tuan dan Nyonya Wilson." Ia membungkukan setengah tubuhnya sekilas. "Nikmati waktu kalian dan selamat malam," tambahnya.
Feli tidak memberikan cukup waktu bagi Luciana untuk bertanya. Ia pergi begitu saja, meninggalkan rumah dan semua orang yang berada di sana.
Ia pergi tanpa menggunakan kendaraan apa pun. Karena pada kenyataannya, ia hanya ingin berjalan-jalan sebentar, menikmati dinginnya udara malam.
Sungguh, berada di dalam rumah dan duduk berhadapan dengan Hayden, terasa sangat menyesakkan baginya. Ia tidak bisa bertahan lebih lama.
Feli tidak bisa berdiam diri lebih lama di rumahnya. Mendengar dan memperhatikan tanpa ketertarikan pada pembahasan yang Luciana dan orangtua Hayden perbincangkan.
Feli membuang napas kasar seraya menengadahkan pandangan. Langkahnya terhenti tatkala ia tiba di sebuah taman bermain yang berada tak jauh dari rumahnya.
Gadis itu tersenyum lirih saat manik hazelnya berhasil menangkap indahnya pemandangan langit pada malam hari.
Tidak banyak bintang muncul dan menyinari, tetapi cahaya rembulan, sudah mampu membuat Feli merasakan sensasi tenang di hati.
Feli menundukan pandangan seraya mendudukan diri di sebuah bangku taman yang ada di dekatnya.
Tak lama kemudian, ia kembali menengadahkan pandangan, menatap langit malam dengan tatapan sendu. Bibir tipisnya merenggang, mengulas senyum lirih. "Apa ayah sedang merasakan apa yang aku rasakan saat ini? Sampai aku tidak bisa melihat ayah, di langit malam ini?"
Kennely Jordan, ayahanda Feli dan Jane sudah meninggal sejak dua tahun yang lalu, karena mengalami kecelakaan yang cukup serius.
Ketika Feli merindukan sang ayah. Ia selalu menatap langit malam, berharap menemukan salah satu bintang yang bersinar paling terang di antara ribuan bintang yang tampak dan menganggap bintang tersebut sebagai sosok ayahnya yang memandangi dan memperhatikan dirinya dari kejauhan, di dalam dekapan sang Tuhan.
Layaknya obat duka atau lara hati jikala seorang anak kecil terpaksa harus menghadapi situasi pahit, yakni kehilangan sosok orangtua yang sangat ia sayangi.
Terkadang Feli menganggap teori tersebut merupakan hal paling konyol yang pernah ia percayai, tetapi tak dapat dipungkiri ... hal itu memang terkadang mujarab untuk mengobati luka hati atas kerinduannya terhadap sang ayah yang sangat ia cintai.
Manik hazel itu bersinar di bawah cahaya rembulan yang indah, membuat bayangan sempurna dari sosok rembulan yang menemani kerinduannya.
Feli terkekeh getir, sekilas. "Aku merindukanmu Ayah." Ia memejamkan pelupuk matanya perlahan. "Sangat rindu," imbuhnya, lirih.
Air mata yang entah sejak kapan singgah dalam pelupuknya, kini berhasil lolos dan berderai, membasahi wajah cantik gadis itu.
Feli tertunduk seraya menertawakan takdir yang begitu pahit tarukir untuknya.
"Ah. Aku menangis lagi."
Ia menyeka kasar air mata yang terlanjur mengalir dari pelupuknya seraya membuka mata. "Aku berjanji untuk tidak lagi menangis saat merindukanmu, tapi sepertinya ... aku akan selalu gagal menepati janjiku."
Ia menatap pedih air mata yang sedikit menggenang di punggung tangannya. "Semenjak ayah pergi, kehidupanku ... rasanya sangat sulit."
Gadis itu kembali menengadah, menatap langit indah di atas sana. Bibirnya merenggang, mengulas senyum lirih. "Rasanya, ingin sekali aku menyerah dan ikut pergi bersamamu, ayah."
Feli terkekeh getir sekilas. "Tapi ayah tidak akan menyukainya bukan?"
Ia tersenyum getir lagi seraya meluruskan pandangan. "Kau memang selalu egois."
Feli terdiam. Ia menatap kosong taman bermain di hadapannya. Saat ia mengatakan, bahwa ia ingin menyerah, itulah yang memang benar-benar ingin ia lakukan semenjak ayahnya pergi - dua tahun yang lalu.
Namun, ada beberapa hal yang terus menahannya dan memaksanya untuk tetap bertahan di dunia yang kejam ini.
"Sampai kapan kau akan berdiam diri di sini?"
Feli sedikit terhenyak tatkala suara parau seorang pria yang tak begitu asing, menyapa rungunya. Ia dengan cepat mengalihkan pandangan seraya mengusap wajahnya, memastikan tak ada lagi air mata yang tersisa.
Si pria mengambil langkah maju, mendekat ke arah di mana Feli berada. Ia membuang napas kasar. "Berhentilah bersikap dingin padaku. Aku akan segera menjadi kakak iparmu. Aku tidak ingin hubungan kita terlihat begitu canggung."
Kakak ipar. Sebuah status yang sudah jelas menjelaskan, siapa pria yang saat ini tengah berusaha berbicara dengan Feli.
Hayden Brent Wilson. Ya, dialah orangnya. Entah apa yang Hayden lakukan di sana.
Tapi faktanya, Hayden memang mengikuti Feli sejak gadis itu pergi dari rumahnya.
Sebenarnya, saat ini, Feli sama sekali tidak menyukai kehadiran Hayden di dekatnya.
"Apa yang kau inginkan?" Feli berucap dengan nada ketus, penuh ketidak sukaan tatkala ia memberanikan diri untuk menengadahkan pandangan, menatap Hayden yang sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam.
Tatapan Hayden yang semula dingin, seketika melembut kala ia menyadari, betapa merah dan berkaca-kacanya mata Feli. "Apa kau habis menangis?"
Feli berdehem pelan seraya mengalihkan wajah dan pandangan, menghindari kontak mata lebih lama, bersama Hayden. "Bukan urusanmu."
Namun, pada detik berikutnya, Feli dibuat terkejut luar biasa tatkala rungunya berhasil mendengar suara tawa renyah yang berasal dari Hayden.
Feli meluruskan pandangannya lagi, menatap Hayden yang tengah tertawa - terpingkal, dengan mata yang membola dan raut terkejut luar biasa.
Hayden menghentikan tawanya tatkala ia menyadari, bahwa kini atensi Feli seutuhnya, terarah padanya.
Manik jelaga Hayden kembali menunjukan aura gelap dan dinginnya dalam hitungan detik. Raut wajahnya tampak begitu serius, mengintimidasi.
Ia menatap Feli yang masih menunjukan keterkejutannya dengan tatapan tajam, penuh kebencian.
Hayden menyeringai ngeri, penuh arti. "Kau pasti masih tidak percaya, bahwa aku akan menikahi kakakmu, bukan?"
Feli tidak memberi respon atau pun jawaban terkait pertanyaan yang telah Hayden lontarkan. Ia hanya diam sembari menatap pria itu dengan tatapan tajam, penuh kemarahan.
Hayden menyilangkan kedua lengannya di dada. "Ini baru permulaan Babygirl. Kau harus menikmati permainan yang lebih seru daripada ini. Dan permainan itu ... sudah menunggumu."
"Apa kau menganggap pernikahan, hanyalah sebuah permainan?" Feli akhirnya angkat suara, menyuarakan rasa tidak percaya sekaligus kecewanya pada sosok pria di hadapannya itu.
Hayden terkekeh sekilas, meremehkan. "Bagaimana jika aku bilang, iya?"
"Apa tujuanmu? Apa tujuanmu sebenarnya terkait pernikahanmu dengan Jane?"
Hayden menyeringai lagi. "Kau ingin tahu?"
Feli kembali bungkam. Ia menelan ludahnya dengan susah payah, mencoba menyingkirkan perasaan gugup pun takut yang perlahan menggerogoti dirinya dari dalam.
Feli tahu pasti, apa yang akan Hayden katakan terkait rencana di balik pernikahannya, bukanlah hal yang baik.
Ia bisa mengetahuinya dari bagaimana Hayden menatapnya dengan tatapan tajam, penuh kemarahan dan kebencian yang siap menghujam.
"Aku ingin kau merasakan bagaimana sakitnya perasaanku, saat kau mengkhianatiku dulu. Aku menikahi Jane dengan tujuan untuk membuatmu menyadari, bahwa aku bisa menyakitimu tanpa menyentuhmu. Aku bisa menyakitimu, dengan cara menyakiti hati kakakmu. Aku akan mengkhianatinya, sama seperti apa yang kau lakukan."
Hayden menyeringai lagi untuk kesekian kali, sekilas. "Bukankah aku cerdas?"
Feli membangkitkan diri dari duduknya dengan cepat. Kedua telapak tangan mungilnya yang berayun di kedua sisi tubuhnya mengepal kuat.
Gadis cantik itu mencoba menahan tangisnya. Tangis dari sebuah rasa sakit, karena perkataan Hayden telah membuat hatinya hancur menjadi ribuan keping.
Lebih hancur dari sebelumnya, yang pada kenyataannya sejak awal memang sudah hancur berkeping-keping.
Feli menatap Hayden tepat di matanya dengan tatapan tajam. "Jadi kau menjadikan pernikahanmu dan Jane sebagai ajang untuk balas dendam padaku?"
Hayden tersenyum sinis seraya mengalihkan pandangan sekilas. "Kau cukup cerdas untuk mengerti tanpa aku jelaskan, bukan?"
"Aku. Tidak akan membiarkan rencanamu berhasil." Feli berucap dengan tegas, mutlak mengandung ancaman yang penuh tuntutan- sebuah peringatan. "Aku akan membuat Jane membatalkan rencana pernikahan ini."
Dengan begitu ... Feli pun pergi meninggalkan Hayden di sana. Ia memutuskan untuk kembali ke rumah dan memiliki perbicangan yang cukup serius bersama Jane.
Hayden memaku. Ia terdiam di tempatnya berdiri sembari menatap sosok Feli yang perlahan menjauh dengan tatapan sendu yang teramat sulit diartikan.
Pria tampan itu tersenyum lirih sekilas. "Pada akhirnya ... selalu kau yang memaksaku untuk menjauh ... bahkan saat kau belum memberikan alasan pasti."
Tbc ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Bukan cerdas namanya, tapi egois. Aduh, Hayden Hayden...
2023-03-23
0
Younitta
Hayden! Kamu ini sebenernya mau apa? Kalau gagal move on, bilang! Kan masih bisa balikan. 🤣
2023-02-23
0
YeniPark
Cold boy tapi sadboy juga ya kamu Hayden. Gemesh pengen nyentil ampedunya🤨
2023-02-11
1