"Jane!" Feli memekik begitu ia tiba di rumah, pergi ke kamar sang kakak dan langsung menerobos masuk begitu saja.
Untunglah, saat ia kembali ... keluarga Hayden tidak lagi berada di sana. Mereka sudah tak terlihat di sudut ruangan manapun, mungkin sudah kembali ke rumah mereka.
Jane yang saat itu tengah duduk di tepian tempat tidur sembari bermain ponsel, seketika menengadahkan pandangan sembari memutar bola matanya jengah tatkala ia mendengar suara Feli yang diiringi suara pintu kamarnya yang terbuka, mengecai ke dalam rungunya.
Gadis itu membuang napas kasar. "Ada apa?" tanyanya, tanpa minat.
Feli berdiri tepat di hadapan sang kakak. Ia menatap Jane dengan tatapan tajam, penuh kekecewaaan pun kesedihan yang mendalam.
Dada gadis itu naik-turun dalam tempo yang begitu cepat, membuat napasnya terdengar berat dan terengah-engah. "Sejak kapan kau dekat dengan Hayden?"
Jane berdecak kesal seraya mengalihkan pandangan sekilas. Ia menyimpan ponselnya ke tempat tidur, lalu kembali menatap Feli dengan tatapan tajam, penuh ketidak sukaan. "Apa urusannya denganmu?"
Feli mengepalkan kedua telapak tangannya, mencoba melawan emosi yang sudah mendominasi diri dan hampir meledak. Air mata sudah mengembun dalam pelupuk mata indahnya, siap menetes kapan saja.
Ia menatap Jane dengan manik matanya yang gemetar, berusaha keras untuk tidak runtuh dan tetap berdiri dengan kokoh di hadapan Jane - sang kakak. "Kau tahu bagaimana hubunganku dan Hayden. Kenapa kau memutuskan untuk menerima ajakannya untuk menikah?"
Salah satu sudut bibir Jane menukik tajam, mengulas seringaian ngeri, bersamaan dengan raut wajahnya yang menunjukan kebengisan. "Hubunganmu dengan Hayden sudah berakhir dua tahun yang lalu, setelah ayah mengalami kecelakaan dan meninggal karena dirimu. Aku menerima ajakannya untuk menikah atau tidak, itu tidak ada kaitannya denganmu, bukan?"
Jane menaikan salah satu alisnya. Matanya sedikit memicing, menatap Feli penuh terka. "Jangan bilang ... kau masih memiliki perasaan untuknya?"
Feli menyeringai ngeri, penuh arti seraya mendengkus sinis. "Dan kau tahu pasti jawabannya."
Jane terkekeh renyah seraya menundukan pandangan sesaat. "Tapi sayangnya ... Hayden sangat membencimu sekarang."
"Itulah alasan kenapa aku ingin menentang rencana pernikahan ini." Feli membuang napas kasar. "Dengar! Aku tidak ingin Kakak terluka. Hayden menikahimu, karena dia ingin membalaskan dendamnya padaku, melalui dirimu."
"Bullshit!" Jane menatap Feli dengan tatapan tajam yang mengancam. "Katakan saja bahwa kau masih mencintainya dan tidak ingin melihatnya menikahiku. Berhentilah bermimpi Feli. Hayden tidak lagi mencintaimu. Dia sangat membencimu, karena kau mengkhianatinya dua tahun yang lalu."
Feli menggertakkan giginya, membuat garis rahangnya menegas. Ia mati-matian mencoba mengontrol amarah yang terlanjur membuncah. "Kau tahu betul bagaimana kejadian yang sebenarnya. Aku sama sekali tidak pernah mengkhianati Hayden."
Jane terkekeh sinis sekilas, meremehkan. Ia memandang rendah sosok sang adik, tanpa rasa iba, meskipun ia bisa melihat ketulusan dari bagaimana cara Feli menatap sendu dirinya dengan mata yang berkaca-kaca. "Lalu kenapa kau tidak menjelaskannya pada Hayden, dulu? Kenapa kau baru mempermasalahkan hal ini sekarang, saat Hayden memutuskan untuk menikahiku?"
"Karena dirimu," lirih Feli, perih. Gadis itu tak bisa lagi membendung air matanya. Ia membiarkan mereka mengalir dengan sendirinya, berderai membentuk aliran anak sungai kecil di pipi cantiknya.
"Aku membiarkan Hayden membenciku karena dirimu." Feli menunduk sekilas seraya menggigit bibir bawahnya yang gemetar karena tangisan. "Kau terus menyalahkanku soal kematian Ayah. Kau memintaku untuk melepaskan semua hal yang mampu membuatku bahagia dan Hayden adalah salah satunya. Dia bahkan yang terbaik. Dia merupakan hal terbaik yang pernah aku miliki di dunia ini."
Feli menengadahkan pandangan seraya mengerjapkan pelupuk matanya secara berulang, berharap ia bisa mengontrol tangisan.
Namun, hal itu sudah sangat terlambat. Air mata dari tangis kepedihan yang selama ini ia pendam, tidak dapat lagi ia tahan dan kendalikan.
Rasa sesak luar bisa sungguh menyiksa dada Feli. Rasa sesak dari kenangan masalalu yang membuatnya tak bisa berhenti merasa bersalah.
"Kau pernah mengatakan padaku, bahwa aku tidak berhak lagi untuk merasakan kebahagiaan, karena telah membuat satu-satunya orang yang membuatmu bahagia, pergi meninggalkanmu selamanya." Feli mengangguk samar. "Aku melakukannya. Aku tidak pernah membiarkan kebahagiaan kembali menyapaku selama dua tahun terakhir, semenjak kepergian Ayah."
Air mata gadis itu berderai semakin deras, bersamaan dengan isak tangis dan deru napasnya yang memburu - tak stabil, terengah-engah.
Sementara Feli mencurahkan kepedihannya, Jane hanya terdiam memperhatikan dan mendengarkan. Raut wajahnya datar. Ia tidak memperlihatkan ekspresi apa pun. Nampak begitu dingin dan kosong.
"Kalau begitu lanjutkan. Tetaplah jalani hidupmu seperti itu, karena kau memang tidak pantas untuk merasakan kebahagiaan."
Mata Feli membola. Ia terhenyak sembari menatap Jane dengan tatapan tidak percaya setelah mendengar pernyataan yang terkesan santai dan tanpa emosi dari sang kakak.
Jane mengepalkan kedua telapak tangannya, meremat kuat-kuat sebuah bantal yang ia simpan di pangkuan. "Dan soal pernikahanku dengan Hayden, kau tidak perlu ikut campur. Aku yang akan menjalaninya. Jadi biarkan aku yang memutuskan."
Kehancuran nampak jelas di raut wajah Feli. Ia menatap Jane dengan tatapan tidak percaya dengan mulut yang sedikit menganga. Air mata ... masih setia mengalir dari pelupuknya, bak sebuah air terjun yang mengalir di musim penghujan, begitu deras dan tak terkontrol.
"Tapi kalian tidak saling mencintai."
Jane terkekeh sinis. "Cinta?" Ia membuang napas kasar seraya mematrikan seringaian ngeri, penuh arti. "Aku sudah tidak lagi mengenal yang namanya cinta semenjak kau dan ibumu, merampas dan menghancurkan kehidupan keluargaku."
Jane menatap Feli dengan tatapan tajam, penuh rasa geram pun kebencian yang siap menikam. "Aku sama sekali tidak perduli tentang urusan cinta. Kekayaan yang mampu memberikan segala yang aku inginkan, sudah cukup menjadi alasan, kenapa aku bersedia menikahi Hayden."
Feli tiba-tiba terkekeh sinis, sekilas - meremehkan. "Tidak heran kenapa Hayden ingin menikah denganmu dan berniat mempermainkanmu." Ia menatap Jane dengan tatapan tajam, tetapi juga sedih di saat bersamaan. "Kau hanyalah wanita murahan yang hanya menilai kebahagiaan dan cinta dengan uang. Sama seperti Ibumu."
Jane dengan cepat menbangkitkan diri dan memberi tamparan cukup keras di wajah Feli, sehingga membuat Feli hampir saja kehilangan keseimbangan.
Tubuh gadis itu sedikit terhuyung, bersama dengan kepalanya yang terpaksa menoleh ke samping kiri, sebab tamparan keras Jane berlabuh di pipi kanannya.
Feli memegangi pipinya yang memerah, mencetak jemari lentik Jane dengan sempurna. Bukan hanya sekadar memerah, wajah Feli bahkan terluka, sedikit tersayat, terkena permata cincin yang Jane kenakan.
Sebuah kekehan getir lolos melalui belahan birai Feli yang berjarak. Ia mengabaikan sensasi panas dan perih yang menghinggapi seluruh bagian wajahnya, terutama hatinya yang meringis, menahan rasa sakit dan sesak luar biasa.
Ia menatap Jane, lagi-lagi dengan tatapan tajam. "Apa aku salah?" Ia mengulum seringaian sinis di bibir tipisnya. "Bukankah ... itu alasan kenapa ayah, lebih memilih Ibuku, daripada ibumu, dulu?"
"Kau pikir begitu?" Jane terkekeh sinis. "Bukankah justru sebaliknya? Justru karena Ibumu gila akan harta, hingga ia pandai menjadi wanita penggoda dan menggoda suami orang lain?"
Feli menatap Jane dengan tatapan penuh ketidak sukaan, menyorotkan sebuah ancaman. "Jangan pernah berani membicarakan hal buruk tentang ibuku!"
Salah satu sudut bibir Jane menukik tajam, mematrikan seringaian kejam. "Jika kau bisa membicarakan hal buruk tentang ibuku, kenapa aku tidak?"
Feli bungkam. Ia lebih memilih diam, karena pada kenyataannya, ia tak sedikit pun berniat membicarakan hal buruk tantang ibunda dari Jane. Hal buruk yang sebelumnya ia katakan, hanyalah bentuk dari sebuah gertakan.
Feli dan Jane adalah kakak adik sedarah, hanya saja ... mereka berbeda ibu, tetapi satu ayah.
Feli mengenal Jane dengan sangat baik. Ia tahu ... Jane akan rela melakukan apa pun demi menjaga nama baik sang ibu.
Gadis itu hanya mencoba menggertak, dengan harapan, Jane akan berpikir ulang untuk melangsungkan rencana pernikahannya dengan Hayden.
"Kau salah Feli. Jika kau pikir aku akan mengurungkan niatku untuk menikah dengan Hayden hanya karena kau merendahkan ibuku, kau salah besar."
Mata Feli membola. Ia menatap Jane dengan rasa terkejut yang jelas tergambarkan di raut wajahnya.
Jane menyeringai, penuh kepuasan. "Kau terlalu mudah untuk ditebak, Felisha Sayang."
Jane memutar tubuhnya lalu berjalan, mendekati tempat tidur. Ia mendudukan diri di tepian tempat tidurnya sembari menghadap ke arah Feli yang berdiri dan memaku di hadapannya.
Gadis itu terkekeh renyah, membuat Feli menatapnya keheranan. "Kau bilang, aku akan terluka jika sampai pernikahan ini tetap dilakukan?"
Jane membuang napas kasar bersamaan dengan bibirnya yang menukik, mengulum seringaian kejam, dibarengi dengan tatapan tajam mematikan yang tertuju pada Feli. "Kau salah Sayang. Kau lah satu-satunya orang yang akan menderita, jika pernikahan ini berhasil dilaksakan."
Tbc ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Loh eh, si Jane tau? hmm, agak sus nih
2023-03-23
0
YeniPark
Ish! Kok aku kesel ya sama Jane. Tapi gimanapun, aku gak membenarkan apa yg udah Feli lakukan. Dia gak seharusnya ngerendahin Ibunya Jane kyak gitu.
2023-02-12
0