Ada sebuah pepatah berbunyi demikian, jika kamu ingin memiliki seluruh dunia, maka hal pertama yang perlu kamu lakukan adalah melatih bibirmu untuk tersenyum. Pepatah yang lain mengatakan bahwa senyum adalah make-up terbaik yang bisa diciptakan oleh seluruh umat manusia.
Pertanyaannya adalah apakah benar semudah itu? Nyatanya, ada seorang gadis yang setiap hari berusaha menyunggingkan senyumnya, namun tidak pernah memiliki apapun dalam hidup. Ia tidak lagi menerima cinta dan sebagai gantinya ia harus puas menyantap kebencian demi kebencian yang dilimpahkan padanya setiap hari.
Jika gadis itu bisa merangkum seluruh perasaannya akhir-akhir ini dalam satu kata, maka kata yang tepat untuk menggambarkan hal itu adalah menderita. Namun, seperti yang sudah dijanjikannya kepada seorang wanita tua yang sangat tulus mencintainya, gadis itu memilih untuk menyambut penderitaannya dengan senyuman. Ia akan menerima semuanya dengan bahagia. Ia tidak akan mengeluh dan terus membangun perisai di dalam hatinya agar tidak mudah terluka.
Nara, entah terbuat dari apa hatinya? Dengan segenap kekuatan, ia bertahan. Berusaha bersabar, menghadapi laki-laki yang setiap hari menabuh genderang perang padanya.
Gadis itu selalu menyapa dengan senyum, bertanya dengan senyum, menjawab dengan senyum, bahkan menutupi rasa sakitnya dengan senyum. Namun, senyum itu bukanlah senyum palsu yang diseringaikan untuk maksud tertentu. Senyum itu adalah sebuah simbol kebesaran hati untuk menerima semua hal.
“Selamat pagi tuan Rendra,” sapa Nara dengan segaris senyum tulus di bibirnya. Gadis itu berusaha memulai pembicaraan di antara mereka, apalagi setelah semalam ia menolak kebaikan hati suaminya.
Rendra tidak menjawab. Laki-laki itu mengacuhkan Nara. Ia berjalan menuju ke dapur untuk mengambil segelas air.
“Tuan, saya mau minta maaf atas sikap saya semalam. Saya bukan bermaksud menolak kebaikan anda. Saya hanya merasa belum pantas menerima kebaikan itu. Saya merasa malu pada diri saya sendiri, jika saya melakukannya. Tetapi sejujurnya, saya sangat senang, tuan memperhatikan saya,” ucap Nara dengan tenang. Ia juga menyisipkan senyuman saat menjelaskan alasan penolakannya semalam.
Rendra masih betah menutup mulutnya. Laki-laki itu telah selesai minum dan hendak kembali ke kamar.
“Tuan, apakah anda mau saya bantu untuk mengompres dan mengoleskan salep lagi?” Nara menawarkan bantuannya.
Rendra menghentikan langkahnya. Laki-laki itu membalikkan badannya ke arah gadis itu.
“Aku benar-benar heran padamu. Kamu tidak lelah bersandiwara di depanku?” Rendra menatap tajam Nara dengan tatapan tidak suka.
“S-saya tidak mengerti maksud anda tuan?” Nara mengerutkan keningnya. Gadis itu benar-benar bingung dengan ucapan Rendra.
“Tidak perlu beramah-ramah padaku. Kita berdua sama-sama tahu bahwa kita saling membenci,” tutur Rendra sambil menatap Nara semakin dalam.
“Tuan, anda salah paham! Saya tidak pernah membenci anda,” ucap Nara dengan mata berkaca-kaca.
“Kau pikir aku percaya padamu, Nareswari Meera? Aku tahu kau hanya menunggu kapan saatnya aku lengah. Wanita licik sepertimu bahkan sanggup mengenakan ribuan topeng setiap hari. Memainkan peran seolah dirimu adalah korban, berusaha tersenyum dan tidak membela diri, membuat banyak orang mengasihanimu dan akhirnya kau akan menusuk mereka yang tulus padamu dari belakang,” ucap Rendra dengan seringai di bibirnya.
Nara membulatkan matanya. Ia tidak menyangka bahwa Rendra bisa berpikiran seburuk itu.
“Kenapa kau terkejut? Ucapanku benar kan?” imbuh Rendra melanjutkan lagi perkataannya.
“S-saya tidak pernah menganggap diri saya sebagai korban tuan. Mengapa anda begitu berpikiran buruk kepada saya?” Nara mengucap dengan lirih karena menahan tangisnya.
“Lalu apa maksud senyummu itu? Apa kau menganggap kebencianku padamu itu hanya sebagai sebuah permainan?” Rendra meninggikan nada suaranya.
“Dengarkan aku wanita penipu! Aku bersumpah padamu, aku akan melakukan apapun untuk menghapus senyuman itu dari hidupmu. Kau harus menderita karena kau telah menjebakku dalam sebuah pernikahan sandiwara yang entah sampai kapan berakhirnya,” ucap Rendra seraya melangkahkan kakinya kembali menuju kamar dan meninggalkan Nara seorang diri.
Sebelum Rendra menutup pintunya, ia kembali menatap Nara sambil berkata, "Satu lagi. Jangan pernah menganggap sikap baikku sebagai sebuah perhatian padamu! Sikapku yang kemarin hanya didasari atas sebuah rasa tidak ingin berhutang pertolongan."
Rendra menutup pintunya. Sementara itu, Nara masih berdiri pada tempatnya dengan tatapan kosong.
Gadis itu sebenarnya sudah tidak tahan lagi. Namun, ia masih berusaha tersenyum, saat air matanya menetes. Ia tetap melakukannya, bukan untuk menarik simpati suaminya. Ia melakukannya walaupun tidak ada Rendra di sana, karena hanya itu kekuatan terakhir yang ia miliki untuk membuatnya bertahan.
Baru saja semalam ia merasakan sesuatu yang berbeda saat menatap suaminya. Pagi ini ia bahkan mengumpulkan keberaniannya untuk menyatakan bahwa ia merasa senang dengan perhatian yang diberikan Rendra padanya. Namun, laki-laki itu justru menganggap semuanya sebagai bagian dari sandiwara.
-----------------------
Seorang wanita muda dengan dandanan sangat elegan, duduk menyesap secangkir es cappuccino yang baru saja dipesannya. Wanita itu nampak asyik memainkan ponselnya sambil membaca berita gosip yang mencuat akhir-akhir ini. Beberapa kali ia tertawa ketika membaca berita-berita yang lucu.
“Sari!” Seorang laki-laki yang tidak asing menyapa dan menghampiri Sari.
“Kau, sedang apa di sini?” Sari bertanya sambil tersenyum ramah pada laki-laki itu.
“Aku biasa menghabiskan waktu di sini, jika sedang jenuh. Oh, ya! Aku datang memenuhi undangan kalian waktu itu. Aku begitu kaget saat mengetahui mempelai wanitanya,” sindir laki-laki itu kepada Sari.
“Ceritanya panjang! Tapi aku yakin Rendra pasti menceritakannya padamu kan?” Sari berkata sambil menyesap kembali cappuccino-nya.
“Kau benar! Laki-laki itu bahkan sangat membenci istrinya. Kehidupan pernikahan mereka pasti sangat menyedihkan. Aku yakin Rendra bahkan belum menyentuh istrinya,” ucap laki-laki itu sambil tertawa.
“Aku dan Rendra sedang berusaha mencari jalan untuk menghentikan ini semua. Andai saja percerian begitu mudah dilakukan, tetapi kamu tahu bahwa gereja pasti tidak mungkin mengabulkannya,” ucap Sari dengan geram.
“Andai kau juga tahu bahwa aku sebenarnya sangat tertarik pada istri Rendra. Jika Rendra menceraikannya, maka aku akan bersedia menampungnya. Aku suka berimajinasi tentang perempuan itu,” tutur laki-laki kenalan Sari itu tanpa malu-malu.
“Kau menyukainya?” Sari mengerutkan keningnya dan laki-laki itu hanya membalas dengan senyuman.
Sari berpikir sejenak. Wanita itu tiba-tiba mendapatkan sebuah ide di dalam benaknya.
"Perceraian itu memang sulit dilakukan tetapi bukan tidak bisa dilakukan. Maukah kau membantuku? Aku punya sebuah rencana,” Sari membisikkan sesuatu pada telinga laki-laki itu.
------------------------
“Selamat sore tuan muda! Wah, sepertinya aku ketinggalan cerita menarik,” ucap Mark menggoda Rendra saat melihat luka lebam di wajah sahabatnya itu.
“Apa lagi yang ingin kau lakukan di kantorku?” Rendra tahu bahwa laki-laki itu sengaja mengganggunya.
“Ada apa denganmu?” Mark bertanya sambil tertawa.
“Seorang laki-laki gila memukulku. Ia merasa bahwa aku telah merebut Sari darinya,” ucap rendra menjelaskan.
“Memangnya apa yang kamu lakukan dengan Sari sampai ia begitu cemburu padamu?” Mark curiga dengan cerita Rendra.
“Aku hanya memeluknya. Lagi pula Sari adalah kekasihku,” balas Rendra sambil menatap dokumen di depannya.
“Jika Sari adalah kekasihmu, lalu yang di rumah?” Mark bertanya kepada Rendra mengenai status Nara.
“Dia hanya orang asing. Aku tidak peduli padanya. Aku bahkan semakin muak melihatnya setiap hari di dalam apartemenku. Rasanya aku ingin segera melepaskan status konyol ini,” jawab rendra tanpa ragu-ragu.
“Apa kau yakin, kau tidak akan menyesal melepaskannya suatu saat nanti? Aku hanya memperingatkanmu, istrimu itu sangat istimewa. Jika kau memperhatikannya baik-baik, kau akan membenarkan ucapan ku," kata Mark dengan sungguh-sungguh.
“Kalau kau mau, ambil saja. Aku bahkan tidak peduli jika kau menidurinya,” ucap Rendra dengan nada ringan.
"Kau sungguh tidak peduli padanya?" Mark menanyakan perasaan Rendra sekali lagi.
"Aku bahkan tidak peduli apakah ia mau hidup atau mati!" Rendra menatap mata Mark dengan sungguh-sungguh, sementara laki-laki blasteran Indo-Jerman itu hanya menggelengkan kepalanya.
------------------------
Selamat membaca! Jangan lupa support-nya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
novita setya
nara..tersakiti tiada batas akhir
2023-07-08
0
Rinisa
Rendra Gila....
2023-06-01
0
ein
nara ngak pwrlu basa basi ke rendra.
diam ajaa
2022-04-08
0