Nara telah kembali ke Apartemen Rendra. Saat ini, tubuh gadis itu benar-benar lemas, suatu kondisi yang biasa muncul karena kelelahan dan juga karena belum tidur dengan baik. Ingin rasanya ia cepat-cepat pergi ke kamar dan membaringkan tubuhnya. Setelah selesai merapikan seluruh barang miliknya, gadis itu berjalan menuju ke ranjang dan terlelap.
Tidak membutuhkan waktu lama, seluruh kesadaran Nara telah hilang. Gadis itu benar-benar tertidur selama beberapa waktu. Ia bahkan tidak menyadari bahwa saat ini, ada seseorang masuk ke dalam apartemen itu dan melihatnya sedang terlelap.
Byuuur!!
Sebuah gelas yang diisi dengan air ditumpahkan ke wajah dan tubuh gadis itu. Nara yang sedang menikmati damainya surga kapuk langsung terkesiap.
“Siapa yang menyuruhmu untuk tidur di kamar ini?” Seorang laki-laki membentak gadis itu, hingga membuat tubuhnya berguncang karena terkejut.
“Maaf, tuan. Saya sangat mengantuk hingga saya tidak berpikir panjang,” ucap Nara mencoba menjelaskan sambil memeluk tubuhnya yang basah.
“Siapa yang menyuruhmu meletakkan barang-barangmu di sini? Pergi dan angkut barang-barangmu keluar dari kamar ini!” Rendra menggenggam tangannya. Laki-laki itu seperti menahan diri sekuat tenaga agar tidak memukul wanita yang ada di hadapannya itu.
Nara melakukan persis seperti kata Rendra. Ia segera beranjak dari ranjang dan mengangkat semua barangnya dari kamar itu. Gadis itu sangat ketakutan. Ia tidak pernah melihat seseorang begitu emosi pada dirinya. Rendra bahkan terlihat lebih emosi saat ini daripada saat mengetahui dirinya bukan sari. Tatapan Rendra benar-benar mengerikan, sepertinya laki-laki itu bisa tega membunuhnya, jika memiliki kesempatan.
Nara tidak tahu di mana ia harus tidur dan meletakkan barang-barangnya. Ia ingin bertanya tetapi keberanian yang dimilikinya mendadak menjadi tumpul. Akhirnya, gadis itu pun memutuskan untuk meletakkan barangnya di ruang tamu sementara waktu.
“Kenapa kau letakkan lagi barangmu di sana? Kau ini benar-benar bodoh ya! Bagaimana jika aku kedatangan tamu? Apakah kamu tidak bisa menggunakan otakmu untuk berpikir?” Rendra kembali membentak gadis itu.
“Maaf tuan. Saya tidak tahu kemana saya harus memindahkan semua ini,” ucap Nara dengan gemetar.
“Masukkan semuanya ke kamar ini!” Rendra menunjuk sebuah kamar yang ada di dekat dapur. Sebenarnya itu bukanlah kamar, melainkan sebuah gudang untuk menyimpan benda-benda yang tidak terpakai.
“Lalu harus dikemanakan semua benda-benda ini?” Nara memberanikan dirinya untuk bertanya.
“Biarkan saja di situ! Kamu bisa mengaturnya supaya barangmu dan barang yang ada di sana muat,” ucap Rendra dengan tidak peduli.
Rendra segera meninggalkan gadis itu dan masuk ke dalam kamarnya. Nara tidak membantah. Ia melakukan semua persis seperti yang diperintahkan Rendra. Tubuhnya yang masih lemas, harus dipaksa untuk membersihkan gudang itu dan mengubahnya menjadi sebuah kamar.
--------------
Tiga jam sudah berlalu. Nara masih terlihat sibuk menata barang-barang yang ada di kamar itu. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, ia merapikan semuanya. Tangannya mulai bergetar, begitu juga dengan kakinya. Gadis itu mulai mengeluarkan keringat dingin, namun ia terus memaksakan diri hingga semua telah selesai dikerjakan.
Nara merasakan perutnya begitu lapar. Ia baru saja mengingat bahwa sarapan paginya bersama Rani adalah kali terakhir ia memberi asupan tubuhnya. Ia segera berjalan menuju ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa membantunya memberi sedikit tenaga.
Nara menemukan sepotong roti di sana. Gadis itu langsung melahapnya tanpa malu-malu.
“Ternyata selain penipu, kau juga adalah seorang pencuri. Apakah kau belum mengerti perkataanku tadi pagi? Apa kau tidak tahu apa maknanya ketika aku mengatakan urus keperluanmu sendiri? Aku tidak sudi berbagi apapun denganmu walaupun itu hanya sepotong roti,” ucap Rendra tanpa perasaan.
“Maaf, tuan. Saya sangat lapar. Saya akan menggantinya setelah ini,” ucap Nara berusaha menjelaskan kondisinya.
“Apa kau pikir aku juga sudi menerima sesuatu dari tanganmu? Aku ingatkan padamu sekali lagi pencuri dan penipu licik. Kau hanya boleh tinggal di sini. Selebihnya urus dirimu sendiri dan jangan juga mencampuri urusanku!” Rendra menatap gadis itu dengan tatapan tajam dan mengancam.
“Ah, satu lagi. Jangan pernah berpikir untuk masuk lagi ke dalam kamarku. Aku tidak mau kamarku terkontaminasi perempuan kotor sepertimu!” Rendra menunjukkan ekspresi jijik kepada Nara.
“Apa maksud anda dengan mengatakan perempuan kotor, tuan?” Nara merasakan kalimat terakhir yang didengarnya begitu menyakitkan.
“Tidak usah berpura-pura lugu di hadapanku. Ibuku bisa tertipu oleh wajah polosmu, tetapi tidak denganku. Kau pikir aku tidak tahu bahwa kau sering keluar-masuk hotel dengan banyak laki-laki? Sari sudah menceritakan semuanya padaku,” ucap Rendra tanpa ragu-ragu.
Nara langsung meneteskan air matanya. Ia tidak pernah merasa terhina seperti ini di dalam hidupnya. Ia masih bisa menerima ketika laki-laki itu mengatainya sebagai penipu dan pencuri, tetapi ketika ia mendengar bahwa Rendra menyamakan dirinya dengan *******, maka ia tidak bisa menahan dirinya lagi.
“Tahu apa anda dengan hidup saya? Jangan karena saya mengemis sepotong roti dari anda, anda bisa menghina saya sesuka hati. Saya memang tidak seperti anda dan Sari yang memiliki segalanya, tetapi saya masih punya otak dan hati untuk menjaga diri saya. Jangan karena saya bersalah kemudian anda bisa menghina saya seperti itu.” Nara langsung meninggalkan Rendra menuju ke kamarnya.
Gadis itu menangis sambil memukul dadanya. Harga dirinya terluka begitu dalam. Ia tidak menyangka bahwa Rendra akan menuduhnya seperti itu tanpa menunjukkan bukti.
Sejujurnya, Nara ingin pergi dari apartemen itu. Namun, ia teringat bahwa ia sudah berjanji kepada Rani untuk mempertahankan pernikahannya. Ia juga teringat bahwa ia membutuhkan bantuan Rani untuk mengobati neneknya.
Saat memikirkan neneknya, ia langsung teringat akan percakapan mereka siang tadi. Nara semakin terisak saat terbayang neneknya menyuruhnya berbahagia atas keputusan yang telah diambilnya.
“Bagaimana aku menemukan kebahagian dalam kondisi semacam ini?” Nara berucap pada dirinya sendiri.
------------------
Waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi. Nara sudah bangun dari tidurnya. Semalam ia menangis sampai tertidur. Tidak ada kasur, ranjang, bahkan bantal di dalam kamar itu, sehingga ketika ia bangun pagi ini, tubuhnya merasa kesakitan.
“Aku harus segera bekerja supaya aku bisa membeli ranjang saat nanti sudah menerima gaji.” Nara berkata sambil memijit punggungnya.
Nara segera bangkit lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi yang ada di samping kamarnya. Ia ingin membersihkan diri. Setelah selesai mandi, ia merasakan tubuhnya cukup segar dan sanggup berpikir jernih. Ia mulai memikirkan cara menghadapi Rendra.
Sekarang di sinilah ia berada. Ia sedang duduk di ruang makan sambil menunggu Rendra bangun. Sepertinya gadis itu ingin membicarakan sesuatu.
“Anda sudah bangun tuan?” Nara memulai pembicaraan mereka dengan bertanya baik-baik.
“Bukan urusanmu!” Rendra menjawab dengan ketus.
“Bolehkah saya meminta waktu anda untuk berbicara? Ada yang perlu kita perjelas di sini,” ucap Nara dengan lembut.
“Bukankah semalam kau marah? Sekarang kau bahkan sudah bisa bicara seperti tidak terjadi apa-apa, benar-benar pandai bersandiwara. Katakan apa maumu!” Rendra memberi kesempatan kepada Nara.
“Saya ingin...." Nara menjeda ucapannya.
"Saya ingin kita mengatur rumah tangga kita!" Kalimat itu lolos dari bibir mungilnya tanpa ragu.
--------
Selamat membaca! Jangan lupa Feedback-nya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Rinisa
Semangat Nara...
2023-06-01
0
Jesi Jasinah
kesel banget ih sama sari
2022-11-29
0
🏕𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄𝖍𝖘❄
good job nara 👍
2022-04-27
1