Hari masih gelap. Matahari bahkan belum menampakkan diri. Seorang gadis sedang duduk termenung di dalam kamar, sambil menatap wajahnya dalam pantulan sebuah potongan cermin, yang bentuknya tidak beraturan.
Begitu buruk rupa gadis itu. Ia mendapati ada banyak luka di sana. Jangan ditanya bagaimana rasanya, tentu sangat menyakitkan. Namun, semakin dalam ia menatap luka-luka itu, semakin ia menyadari bahwa bukan itu yang membuatnya sakit. Ada luka lain yang tidak terlihat tetapi meradang dengan begitu hebat. Luka yang tidak akan pernah bisa diobati dengan segera.
Gadis itu terus menatap dirinya. Tiba-tiba potongan memori di masa lalu memenuhi pikirannya. Perkataan demi perkataan yang menyakitkan dari laki-laki yang telah sah menjadi suaminya, menyelonong di dalam benak gadis itu.
“Aku adalah laki-laki yang cukup mengerikan untuk kau sepelekan. Jika aku mau, aku bahkan bisa membuat air matamu berubah menjadi debu, hingga kamu akan membenci tangisanmu sendiri, bahkan pada saat-saat kamu sangat membutuhkannya.” Nara membayangkan Rendra mengucapkannya.
“Tidak usah berpura-pura lugu di hadapanku. Ibuku bisa tertipu oleh wajah polosmu, tetapi tidak denganku. Kau pikir aku tidak tahu bahwa kau sering keluar-masuk hotel dengan banyak laki-laki?” Hati Nara bergetar saat mengingat perkataan Rendra itu.
“Dengarkan aku wanita penipu! Aku bersumpah padamu, aku akan melakukan apapun untuk menghapus senyummu itu. Kau harus menderita karena kau telah menjebakku dalam sebuah pernikahan sandiwara yang entah sampai kapan akan berakhir.” Nara tersenyum pahit sambil meneteskan air mata ketika mengingat betapa menakutkannya wajah Rendra saat mengucapkan sumpahnya.
”Suami yang mana? Dia bahkan mengatakan padaku bahwa ia tidak peduli jika aku menidurimu.” Tangisan Nara pecah seketika, saat mengingat perkataan Mark yang berusaha melecehkan dan memperkosanya.
Ada kebencian yang begitu dalam di hati Nara, sewaktu ia mengingat perbuatan kejam suaminya. Nara menyadari bahwa Rendra memang berada di bawah pengaruh Sari. Namun, Rendra adalah laki-laki dewasa yang bisa memutuskan apakah ia akan meneruskan sebuah kebencian atau justru mengakhirinya dengan sebuah pengampunan. Ia adalah laki-laki dewasa yang bisa membedakan antara memberi hukuman atau melakukan sebuah penganiayaan.
Logika Nara memaksa gadis itu untuk tidak memaafkan semua perbuatan Rendra. Perbuatan laki-laki itu sungguh terlalu kejam untuk diampuni. Ketika kebencian itu semakin dalam menguasai dirinya, tiba-tiba, beberapa kenangan manis juga ikut menyerobot, menggantikan kenangan-kenangan buruk yang ia pikirkan sebelumnya.
“Lenganmu? Apakah itu karena aku.... Pakai salep yang tadi kau kenakan padaku! Itu memang untuk luka memar.” Nara mengingat perhatian Rendra padanya, saat laki-laki itu melihat terdapat sebuah luka memar pada lengannya.
“Nara, ini aku, Rendra! Aku tidak akan menyakitimu.” Nara menyadari itu adalah kali pertama Rendra menyebutkan namanya dengan lembut.
“Aku akan mengambilkan bubur untukmu. Dari kemarin kamu belum memakan apapun. Tunggu di sini dan jangan kemana-mana!” Perkataan itu menuntun Nara untuk mengingat kembali betapa sabar dan terampilnya laki-laki itu mengurus dirinya beberapa hari terakhir ini.
Setelah Nara siuman, gadis itu mengetahui bahwa tidak sedetik pun laki-laki itu meninggalkan dirinya. Rendra mengurus Nara dengan sangat baik.
Nara tidak pernah makan terlambat. Ia bahkan selalu makan dari tangan laki-laki itu. Rendra juga membantu mengobati luka-luka yang ada di sekujur tubuhnya, yang bahkan sudah tidak dipedulikan lagi olehnya.
Semua perhatian yang dicurahkan Rendra sebagai bentuk penyesalan dan permohonan maaf, telah menyentuh perasaan Nara yang terdalam, meski perhatian itu tetap tidak sebanding dengan perlakuan kejam yang pernah dilakukan Rendra. Namun, entah mengapa hati gadis itu seketika melembut mengingat sikap manis suaminya.
Isak tangis gadis itu terdengar semakin keras. Nara merasa sangat bingung dan geram dengan dirinya sendiri. Di satu sisi ia merasa logikanya benar, di sisi lain perasaannya selalu melarang dirinya untuk membenci laki-laki itu. Ya, pikiran dan perasaan gadis itu sungguh sangat bertolak belakang. Keduanya bahkan terus berperang di dalam jiwanya, hingga tiba-tiba ia menyadari sesuatu.
Nara telah lebih dulu mencintai Rendra. Suatu hal yang tidak pernah ia pikirkan akan menguasai dirinya dalam masa-masa awal pernikahan mereka, yang jauh dari kata ideal. Ia memang telah berjanji kepada Rani untuk belajar mencintai Rendra dan berusaha membuat laki-laki itu mencintainya, tetapi ia tidak menyangka bahwa semuanya terjadi begitu cepat, bahkan tumbuh di tengah kesakitan yang diberikan suaminya kepadanya.
Nara pernah memutuskan untuk tidak terluka dengan semua kepahitan yang ditujukan padanya. Gadis itu bahkan terus berusaha untuk tersenyum ketika ia disakiti suaminya. Tetapi sekarang barulah ia sadar bahwa semua sikap positif itu, sebenarnya merupakan sugesti yang diberikan kepada dirinya sendiri, karena ia merasa bersalah kepada seorang laki-laki, yang tanpa ia sadari telah merebut hatinya. Bahkan, kebencian yang baru saja dirasakannya kepada laki-laki itu, sebenarnya hanyalah sebuah manifestasi dari kekecewaan, yang disebabkan oleh perasaan cinta yang tidak berbalas dan ketidak-mampuan untuk menerima kenyataan bahwa laki-laki itu belum bisa mencintainya.
Sejujurnya, Nara menipu dirinya sendiri ketika ia mengatakan bahwa ia tidak terluka. Ia menipu dirinya saat dia tersenyum di hadapan suaminya ketika disakiti.
Bagaimanapun juga, ia lebih menginginkan sebuah sikap manis dari laki-laki itu. Ia ingin dipandang sebagai seorang istri dari pada sebagai musuh. Ia ingin mendapatkan seluruh cinta dan perhatian laki-laki itu dari pada caci makinya.
Nara masih menatap cermin itu. Ia telah memutuskan sesuatu. Sesuatu yang nantinya mungkin akan membuatnya bahagia atau justru semakin hancur berkeping-keping.
-------------------
📞‘Halo!’ (Nara)
📞‘Nara! Ini nenek sayang’ (Nenek Lila)
📞‘Bagaimana kabar nenek?’ (Nara)
📞‘Nenek sudah semakin sehat. Apa kamu tidak merindukanku nak? Kapan kamu pulang?’ (Nenek Lila)
📞‘Aku tentu saja merindukan nenek. Maafkan aku nek, pekerjaan di sini sangat banyak sehingga aku belum bisa pulang. Apa Liana masih ada di sana nek? Aku ingin berbicara dengannya.’ (Nara)
📞‘Ada. Tunggu sebentar!’ (Nenek Lila)
(Beberapa detik kemudian)
📞‘Nara!’ (Liana)
📞‘Li, maafkan aku. Aku sangat sibuk di sini hingga aku belum sempat mencarikan perawat untuk nenek. Ku mohon tunggulah tiga hari lagi. Aku akan segera mendapatkan perawat itu’ (Nara)
📞‘Aku tahu. Tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku senang menjaga nenek. Sudah ku katakan padamu bahwa aku akan menjaganya sampai kamu mendapatkan perawat yang tepat. Tidak perlu terburu-buru, lagi pula aku juga masih belum mendapatkan panggilan pekerjaan.’ (Liana)
📞‘Terima kasih Liana. Aku harus menutup telponnya. Sebentar lagi majikanku akan bangun. Sampaikan salam pada nenek Lila. Katakan bahwa aku mencintainya.’ (Nara)
Panggilan itu sudah berakhir. Nara masih menatap layar ponsel miliknya. Setelah mengangkat panggilan dari nenek Lila, gadis itu mendapati bahwa ada begitu banyak pesan dan panggilan tak terjawab yang masuk ke nomornya.
Nara membaca satu demi satu pesan yang masuk. Ia juga melihat nama-nama orang yang menghubunginya dua hari terakhir ini. Ada satu nama yang mendominasi seluruh panggilan dan pesan yang masuk itu.
“Kak Ardi,” ucap Nara sambil membayangkan wajah laki-laki itu.
---------
Rendra mulai mendapatkan kesadarannya kembali, setelah cukup lama tertidur. Laki-laki itu menggeliat dan kemudian mendudukkan dirinya di sofa. Rendra menatap ke arah ranjang untuk mengecek kondisi Nara. Betapa kagetnya ia, saat tidak mendapati gadis itu di ranjangnya.
Rendra mengusap matanya berkali-kali untuk memastikan tidak ada yang salah dengan pandangan matanya. Ia memang sedang tidak salah melihat. Gadis itu tidak ada di sana. Rendra langsung berdiri dan melangkah untuk mencari Nara. Beberapa kali ia meneriakkan nama gadis itu.
Saat melangkah ke ruang makan, Rendra mendapati perempuan yang dicarinya sedang duduk di kursi. Bukan hanya itu, laki-laki itu juga melihat beberapa hidangan lezat sudah tersaji di atas meja makan dengan aroma yang sangat menggugah selera.
“Selamat pagi kak Rendra!” Nara memberikan salam sambil menyunggingkan senyuman kepada suaminya.
---------
Happy reading! Jangan lupa terus dukung cerita ini!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Rinisa
Sudah sembuh ya Nara...
2023-06-01
0
Jeni Safitri
Ya ampun nara!! Apakah kamu masih mau bertahan juga dgn laki2 seperti itu.
2021-05-31
0
Diah
nara terbuat dr apa so tor hatinya....manisia bukan?
2021-03-28
0