“Sari!” Seorang laki-laki tiba-tiba memanggil dan menarik lengan Sari, di tengah kerumunan orang-orang yang sedang berolahraga pagi, di sebuah taman.
“Adit! A-apa yang kamu lakukan di sini?” Sari terkejut dengan keberadaan Adit di hadapannya.
“Apa yang aku lakukan di sini? Tentu saja aku ingin bicara denganmu. Tidakkah kamu berpikir bahwa aku membutuhkan penjelasan karena kamu tiba-tiba menghilang?” Adit berbicara dengan penuh emosi.
“K-kamu berani sekali menyentuhku. Lepaskan!” Sari berusaha melepaskan cengkeraman tangan Adit dan hendak pergi meninggalkan taman itu.
“Aku bahkan sudah menyentuhmu lebih dari ini. Jangan munafik seolah-olah kamu wanita suci,” ucap Adit setengah berbisik sambil mendekatkan tubuhnya. Ia bahkan sudah memeluk pinggang Sari sekarang.
“K-kamu sudah gila, ini di muka umum. Lepaskan! Aku tidak ingin melihatmu ataupun berhubungan denganmu lagi. Aku akan berteriak, jika kamu tidak mau melepaskanku!” Ancaman Sari itu kemudian ditertawakan oleh Adit.
“Coba saja kalau kau berani! Aku bisa melakukan apapun padamu, jika aku mau. Jangan bermain api dengan seorang Aditya Wardhana!” Adit memperingatkan Sari dengan nada mengancam.
“Memangnya apa yang bisa kau lakukan? Sekarang kau bahkan tidak memiliki apa-apa lagi. Perusahaanmu sudah bangkrut. Tidak perlu menipu diri,” hina Sari kepada Adit yang seketika membuat pria itu menyadari sesuatu dan melonggarkan pelukannya.
“Jadi, itu sebabnya kau menghindariku. Dasar ja*ang!Kau pikir perusahaanku hanya satu? Jika hanya satu, mana mungkin keluargaku menjadi yang terkaya di kota ini. Bodoh!” Adit bergumam di dalam hatinya.
“Kenapa kau diam? Benarkan yang aku katakan? Pergilah dan jangan menggangguku lagi!” Sari meningalkan Adit yang masih berdiri terpaku pada tempatnya.
“Kau akan membayar semuanya Sari. Kau akan mengemis padaku nanti. Bersenang-senanglah selagi masih ada cahaya, sebentar lagi gerhanamu akan tiba,” ucap Adit dalam hatinya sambil tersenyum dingin melihat kepergian Sari.
-----------------
“Selamat pagi tuan Rendra,” ucap Nara kepada suaminya dengan semangat. Gadis itu terlihat bahagia pagi ini.
“Apa yang kau letakkan di meja makan? Aku sudah pernah mengatakan padamu bahwa……” Rendra menghentikan ucapannya saat mendengar Nara berbicara.
“Anda tidak akan menerima apa pun yang berasal dari saya,” ucap gadis itu sambil tersenyum.
“K-kau…..” Rendra tidak bisa berkata-kata saat melihat ekspresi Nara.
“Saya tahu tuan. Makanan ini bukan dari saya. Kemarin kak Ardi membelikan cukup banyak makanan. Saya tidak mampu menghabiskannya seorang diri. Makanlah tuan! Saya akan makan setelah anda makan,” tutur Nara kepada Rendra dengan ramah.
“Ardi membelikanmu makanan?” Rendra menatap Nara dengan tatapan yang aneh.
“Iya, tuan. Kemarin, kak Ardi mengajak saya mampir dulu ke rumah makan, sebelum mengantar saya kembali ke sini. Dia bahkan mengijinkan saya membungkus makanan ini. Makanannya enak sekali. Apalagi yang ini, yang ada udangnya ini, sangat enak tuan. Saya sungguh belum pernah makan makanan seenak ini sebelumnya. Cobalah!” Nara menawarkan kepada Rendra untuk mencicipi makanan pemberian Ardi.
“Jadi, hargamu hanya makanan seperti ini? Kau memang perempuan miskin dan rendahan! Kau menjijikkan! Lihat dirimu! Kau bahkan tersenyum hanya karena makanan sampah ini. Habiskan sendiri makananmu! Puaskan dirimu karena mungkin besok kau harus menjual tubuhmu pada laki-laki lain untuk bisa makan seperti ini.” Rendra menghina Nara dengan sangat kasar tanpa memedulikan perasaan gadis itu.
“Saya memang tidak pernah makan makanan enak seumur hidup saya, bahkan setelah saya menikah pun suami saya sengaja tidak memberikan saya makanan karena kesalahan yang saya lakukan,” ucap Nara dengan mata berkaca-kaca sambil tetap memaksa tersenyum kepada Rendra. Gadis itu semakin pandai menutupi perasaannya yang hancur karena ucapan Rendra.
“Kau menghinaku? Kau pikir aku tidak bisa memberimu makan? Aku bahkan bisa memberi makan seribu gelandangan sepertimu,” ucap Rendra penuh emosi.
“Saya tahu tuan anda bukan tidak mampu hanya tidak mau Saya juga tidak pernah mengatakan bahwa saya mau diberi makan oleh anda. Tanpa anda beri, masih banyak orang-orang berhati malaikat seperti kak Ardi, yang tidak akan membiarkan saya mati kelaparan. Lagi pula, saya tidak ingin semakin berhutang budi pada anda,” jawab Nara dengan kalimat yang sangat tertata dan emosi yang sangat terkendali.
“K-kau berani padaku, hah?” Rendra mencengkeram lengan Nara dengan keras hingga meninggalkan bekas kemerahan di kulitnya yang pucat.
Gadis itu langsung menutup matanya. Saat ini ia sungguh ketakutan. Ia takut Rendra kehilangan kendali dan memukulnya. Ia tahu bahwa ia mungkin sudah salah bicara.
“Kau! Segera habiskan makananmu sebab aku tidak mau melihat makanan ini lagi!” Rendra mendorong tubuh Nara hingga hampir terjatuh. Nahasnya, paha gadis itu membentur ujung meja dengan sangat keras.
Gadis itu menahan rasa nyeri hebat. Benturan itu sangat kuat hingga langsung memunculkan sebuah lingkaran berwarna biru yang cukup besar di pahanya. Meski tengah kesakitan, ia berusaha sekuat mungkin menutupi semua perasaannya. Ia bahkan masih bisa tersenyum di depan Rendra.
Nara sudah memilih untuk tidak terluka. Kali ini dia tidak boleh gagal lagi. Tidak boleh ada lagi air mata.
“Baik, tuan. Saya akan menghabiskannya,” ucap Nara dengan senyum simpul di bibirnya.
Rendra meninggalkan Nara sendiri. Laki-laki itu semakin kesal dengan gadis itu. Sejujurnya, ia sangat heran dengan sikap Nara yang tetap tersenyum, meski ia melontarkan kata-kata yang menyakitkan padanya.
“Dasar, perempuan penipu miskin yang aneh!” Rendra mengumpat Nara di dalam hati.
-------------------------
Di sebuah rumah makan, seorang laki-laki dan perempuan sedang asyik menyantap makan malam yang telah tersedia dengan lengkap di atas meja. Mereka berdua terlihat sangat mesra. Beberapa kali perempuan itu menyuapkan makanan ke mulut si pria.
“Sayang, aku suka makanannya. Kamu memang memiliki selera yang bagus,” kata Sari kepada Rendra dengan lemah lembut dan manja.
“Kau benar, aku memang memiliki selera yang bagus. Itu sebabnya aku memilihmu menjadi kekasihku,” balas Rendra sambil menggenggam tangan Sari.
“Sayang, kalau begitu kapan kamu akan melamarku. Kapan kita akan menikah?” Sari kembali mendesak Rendra.
“Masalah itu, bukankah sudah ku katakan kepadamu bahwa aku membutuhkan waktu? Aku harus mencari caranya,” jawab Rendra dengan perasaan bersalah karena tidak bisa mengabulkan keinginan kekasihnya dengan cepat.
“Aku harap kamu benar-benar menepati janjimu. Aku tidak ingin masa penantianku menjadi sia-sia…….” Ucapan Sari tiba-tiba terpotong saat melihat seseorang muncul di depannya.
Bugghh!! Bugghhh!!! Bughhh!!!
Laki-laki itu langsung menarik kerah Rendra dan memukulnya beberapa kali. Rendra yang tidak siap, terlambat menangkis serangan itu sehingga wajahnya menjadi babak belur.
“Kau laki-laki tidak tahu diri! Bisa-bisanya kau merebut kekasih orang lain, hah!” Laki-laki itu membentak Rendra dan berniat memukulnya kembali, namun ditahan oleh tamu-tamu lain, yang berada di dalam restaurant.
“Hentikan, Adit! Aku sudah mengatakan padamu bahwa aku tidak punya perasaan apa-apa,” bentak Sari kepada laki-laki itu.
"Kau akan menerima pembalasanku perempuan ja*ang!” Adit memaki Sari. Rendra yang tidak terima kekasihnya dihina langsung berdiri dan memukul Adit.
Perkelahian tidak bisa dihindari lagi. Kedua laki-laki itu memiliki tenaga yang cukup kuat, sehingga orang-orang yang berusaha melerai mereka merasa kesulitan memisahkan keduanya.
Rendra dan Adit sama sama memiliki kemampuan bela diri. Beberapa kali pukulan Rendra mengenai wajah Adit, dan sebaliknya. Mereka saling menyerang dengan membabi buta dan sama-sama babak belur. Perkelahian itu baru berhenti setelah salah seorang pelanggan restaurant mengancam akan menghubungi polisi.
Kedua pemuda itu berasal dari keluarga terpandang. Tentu akan sangat memalukan, apabila Polisi membawa mereka karena memperebutkan seorang wanita.
“Kalian akan membayar semua ini! Cam kan kata-kataku!” Adit meninggalkan Nara dan Rendra. Ia melangkahkan kakinya dan segera keluar dari restaurant.
“Sayang, kamu tidak apa-apa kan?” Sari membantu Rendra berdiri.
“Siapa laki-laki itu? Apa hubunganmu dengannya?” Rendra memegang dagunya yang mulai membengkak.
“Dia………” Sari menjeda sejenak ucapannya.
-----------
Happy Reading! Please support this story also!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Rinisa
next read
2023-06-01
0
Yudith Salawane Hehanussa
👍👍
2021-02-28
0
Wahyu Ramadani
semamngat Nara.,.
2020-11-05
0