“Nenek,” Nara perlahan-lahan membuka matanya. Rendra yang mendengar suara Nara, langsung menegakkan posisi duduknya, melihat gadis itu, dan menyentuh tangan Nara.
“Kau sudah sadar? Apa yang sekarang kau rasakan?” Rendra berusaha memastikan kondisi gadis itu.
Nara tidak menjawab pertanyaan Rendra. Saat ini fokus gadis itu ditujukan pada matanya yang langsung mengeriap, menyesuaikan bias-bias cahaya lampu kamar yang menyilaukan pandangan.
Nara sudah cukup lama memejamkan mata. Butuh waktu baginya untuk beradaptasi dengan terang yang langsung menyusup ke dalam retina, begitu kelopak matanya terbuka.
“Apa kau mendengarku? Apa kau menginginkan sesuatu?” Rendra masih menunggu respons dari Nara.
Setelah pandangan Nara kembali normal, gadis itu langsung menyadari keberadaan seorang laki-laki di dekatnya. Ingatan akan kejadian pelecehan dan upaya pemerkosaan terhadap dirinya kemarin, seketika muncul dan membuatnya langsung berteriak histeris.
“Pergi!!!!! Pergi!!!” Nara menjerit sambil melepaskan tangannya dari gengaman Rendra. Gadis itu pun menjauhkan tubuhnya dari laki-laki itu.
“Sssttt….. Kamu sudah aman. Ini aku, Rendra. Baj*ngan itu sudah pergi.” Rendra mencoba mendekati Nara kembali, tetapi gadis itu justru menjadi semakin histeris.
“Jangan mendekat! Jangan mendekat! Pergi dari sini!!” Nara berteriak kepada laki-laki itu.
Setelah berulang kali mengusir Rendra dan tidak diindahkan oleh laki-laki itu, Nara tanpa sengaja melihat sebuah gunting yang terletak di atas nakas. Gadis itu pun langsung mengambilnya.
“Pergi dari sini atau aku akan menikam diriku sendiri,” ancam Nara kepada Rendra sambil mengarahkan gunting itu ke lehernya.
“Nara, lihat aku baik-baik! Aku Rendra bukan Mark. Aku tidak akan melukaimu. Bawa ke sini guntingnya!” Rendra berbicara sambil tetap menjaga jarak berdirinya. Ia takut Nara melakukan tindakan nekad karena merasa terancam dengan keberadaannya.
Gadis itu masih mengarahkan gunting ke lehernya. Ia terus menangis sambil menatap laki-laki di hadapannya.
“Nara, ini aku, Rendra! Aku tidak akan menyakitimu!” Rendra melembutkan suaranya.
Rendra melihat Nara kehilangan kewaspadaannya. Laki-laki itu langsung merampas gunting itu dari tangan Nara dan membuangnya jauh-jauh dari posisi gadis itu berada.
Nara masih menangis dengan tersedu-sedu. Ia langsung menekuk lututnya, kemudian meletakkan wajah yang tertutup oleh kedua telapak tangannya sendiri, menumpu pada lutut itu. Nara seperti tak kuasa lagi menahan rasa takut dan rasa sedih bercampur marah yang memenuhi setiap rongga di dalam dadanya.
Nara tidak mau berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa. Ia tidak mau berpura-pura seolah dia kuat menanggung semua. Gadis itu sangat menderita dan semua penderitaanya didapatkan dari laki-laki yang berdiri di hadapannya saat ini.
“Nara, aku mohon tenanglah! Aku sudah di sini. Kamu sudah selamat,” ucap Rendra mengulangi perkataannya kembali. Ia berusaha meyakinkan Nara bahwa gadis itu sudah aman.
“Aku akan mengambilkan bubur untukmu. Dari kemarin kamu belum memakan apapun. Tunggu di sini dan jangan kemana-mana!” Rendra berseru kepada gadis itu sambil membalikkan tubuhnya hendak melangkah keluar kamar.
“Mengapa anda melakukan semua itu pada saya?” Kata-kata itu lolos dari bibir mungil seorang gadis yang sedang terluka. Nara mengatakan kalimat itu dengan suara yang dalam.
“Nara! Aku Rendra bukan Mark!” Rendra menghentikan langkahnya dan menatap kembali gadis itu.
“Mengapa anda tega menyerahkan saya kepada teman anda?” Nara mempertajam pertanyaannya sambil menatap Rendra. Suara isak tangisnya pun mulai berkurang digantikan dengan bunyi erangan kemarahan.
“Aku minta maaf padamu. Aku tidak tahu bahwa ucapanku akan diartikan berbeda oleh laki-laki baj*ngan itu,” ucap Rendra membela diri.
“Lalu harus diartikan seperti apa tuan? Harus diartikan seperti apa ketika seseorang mengatakan aku bahkan tidak peduli jika kamu menidurinya?” Nara meneriakkan kalimat yang pernah diucapkan Rendra.
“Saya tahu anda begitu membenci saya. Saya tahu saya melakukan kesalahan besar dengan hadir di dalam hidup anda, tetapi anda juga harus tahu bahwa saya tidak pernah menginginkan hal ini.” Nara kembali menangis. Air matanya semakin deras membasahi pipinya.
“Jika anda tidak bisa memaafkan saya, akan lebih terhormat jika anda memenjarakan saya, atau jika anda merasa belum cukup, mungkin lebih baik anda menaruh racun dalam makanan saya, membunuh saya,” ucap Nara dengan terbata-bata karena isak tangisnya. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan kembali ucapannya.
“Tetapi tolong tuan, tolong jangan menyuruh orang lain merampas harga diri dan kehormatan saya. Lebih baik saya mati dari pada harus menanggung penghinaan itu,” ucap Nara dengan lirih sambil menyatukan kedua telapak tangannya seperti seseorang yang sedang memohon sambil menyembah.
“A-aku tidak bermaksud melakukan itu Nara? A-aku sebenarnya hanya asal bicara. Aku tidak tahu bahwa ia punya pikiran jahat padamu. Tolong maafkan aku!” Rendra berdiri mendekat kepada Nara. Ia sungguh tidak tahu harus berbuat apa untuk menenangkan gadis itu.
"Saya bisa menerima semua kata-kata kasar yang anda tujukan kepada saya. Saya tidak akan membantah walaupun anda menempatkan saya seperti binatang di dalam gudang itu. Saya bisa menelan semua kepahitan yang anda suguhkan kepada saya, tetapi saya mohon, jangan jadikan saya pel*cur di rumah anda. Itu terlalu menyakitkan," imbuh Nara.
Nara tidak bisa menahan kesedihannya. Ia menangis saat ingatan tentang Mark yang begitu brutal mencoba merampas kesuciannya, muncul lagi di dalam pikiran. Nara tidak berkata-kata lagi. Ia hanya menangis sambil memeluk dirinya sendiri.
----------------
*Keesokan harinya*
“Maria, kemarilah!” Ardi berpapasan dengan salah satu karyawannya yang bernama Maria. Ia menyuruh gadis itu berjalan mendekat kepadanya.
“Ada apa kak?” Maria berjalan menuju ke posisi di mana Ardi berdiri.
“Apa Nara masuk hari ini?” Ardi terlihat begitu gelisah saat menyebutkan nama gadis itu. Laki-laki itu berharap mendapat jawaban yang menyenangkan.
“Sepertinya tidak kak. Tadi kami semua kebingungan mencarinya, karena ada tamu asing yang hendak membeli buku. Biasanya Nara yang akan membantu tamu-tamu asing itu karena dia yang paling fasih berbahasa Inggris di antara kita. Namun, sejak tadi sepertinya tidak ada tanda-tanda kehadirannya,” ucap Maria menjelaskan ketidaktahuannya tentang keberadaan Nara.
“Aneh sekali. Kemarin, seharian saya menghubungi gadis itu. Ia juga tidak menjawab panggilan saya,” ucap Ardi sambil melayangkan pikirannya membayangkan kondisi Nara saat ini. Ardi semakin gelisah karena sudah dua hari tidak ada sedikit pun kabar tentang gadis itu.
“Apa ada lagi yang bisa saya bantu kak?” Pertanyaan Maria mengembalikan kesadaran Ardi.
“Tidak ada lagi. Jika ada kabar tentang Nara, tolong segera beritahu aku!” Ardi memberi instruksi kepada Maria.
“Baik kak! Jika tidak ada lagi, saya ijin kembali bekerja.” Maria menganggukkan kepalanya, memberi hormat kepada Ardi dan segera melangkah meninggalkan laki-laki itu.
“Maria!” Ardi memanggil maria kembali.
“Iya kak!” Maria menghentikan langkahnya dan menoleh melihat Ardi.
“Jika ada tamu asing dan Nara tidak ada, kalian bisa memanggilku,” imbuh Ardi kepada Maria.
“Baik Kak!” Maria menganggukkan kepalanya.
Ardi kembali masuk ke dalam kantornya. Berkali-kali ia memijit keningnya. Laki-laki itu sangat memikirkan kondisi Nara. Ia mengingat terakhir kali mereka bertemu, Nara tidak bisa berjalan dengan normal. Ardi merasa takut jika ada hal yang buruk menimpa gadis itu.
Ardi masih berusaha menghubungi ponsel gadis itu dan tak kunjung mendapat jawaban. Laki-laki itu semakin merasa tidak tenang.
“Jika sampai besok aku masih tidak mendapatkan kabarmu, aku akan langsung menemuimu di apartemen Rendra,” kata Ardi pada dirinya sendiri.
----------------------
Nara sudah lebih tenang hari ini. Ia tidak lagi histeris seperti kemarin. Namun, setelah percakapan terakhirnya dengan Rendra, gadis itu tidak pernah berbicara lagi. Ia memilih untuk diam. Tidak hanya itu, gadis itu bahkan tidak memiliki sinar di matanya. Tatapannya begitu kosong.
Beberapa kali Rendra mengajaknya berbicara dan berusaha membuat gadis itu memandangnya, sayangnya ia tidak pernah berhasil. Entah apa yang dipikirkan dan dilamunkan oleh gadis itu, ia seolah menolak kesadarannya. Gadis itu memang masih hidup, namun sikapnya membuatnya terlihat seperti orang mati.
Rendra tidak pernah meninggalkan gadis itu. Ia bahkan melimpahkan semua pekerjaan kantornya kepada asistennya demi menjaga Nara. Ia berusaha membantu Nara mengambilkan makanan dan minuman, menyuapi, dan bahkan membantu mengoleskan salep ke beberapa bagian tubuh dan wajah Nara.
Gadis itu tidak membantah. Ia menerima semua perlakuan Rendra tanpa memberontak. Ia juga tidak menangis lagi.
Hari sudah semakin gelap. Rendra sangat kelelahan. Laki-laki itu sekarang sedang membaringkan dirinya di sebuah sofa yang ada di kamarnya.
Sudah beberapa jam Rendra terlelap. Mengurus segala keperluan Nara, membuat laki-laki itu kehabisan tenaga. Ia sangat menikmati dan larut dalam tidurnya. Ia bahkan tidak menyadari bahwa saat ini seseorang sedang berdiri di sebelahnya dan menatapnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
-------------
Selamat membaca dan menantikan kelanjutan ceritanya. Jangan lupa dukung terus cerita ini!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Rinisa
Apa yg akan dilakukan nara ya...🤔
2023-06-01
0
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
wawww 😢😢😢
2022-04-27
1
Yudith Salawane Hehanussa
🤗
2021-02-28
0