**Awal Kilas Balik**
“Kamu mau tunggu pernikahan itu selesai baru pergi?” Suzan berucap sambil membereskan seluruh alat make up yang baru saja dipakainya untuk merias dua perempuan bernama sama itu.
“Tentu tidak! Begitu Adit datang, aku langsung meninggalkan tempat ini,” ucap Sari sambil memainkan ponselnya.
“Sebenarnya, aku sedikit kasihan dengan Nara, bisa habis dia sama suaminya kalau tahu dia bukan kamu,” Suzan membayangkan apa yang akan terjadi pada Nara nantinya.
“Aku tidak peduli. Di dunia ini tidak ada yang benar-benar gratis. Kalau dia mau neneknya masih hidup, dia harus mau melakukan ini semua,” kata Sari yang masih sibuk dengan ponselnya.
Tanpa sengaja, Sari membaca headline sebuah berita di salah satu situs berita on-line. Gadis itu membulatkan matanya, saat membaca isi berita itu. Bibirnya berubah menjadi pucat.
Masih merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja diketahuinya, Ia mencoba mencari berita dari situs yang lain untuk memastikan kebenarannya. Semua berita yang dibacanya menyajikan konten yang sama.
“Ada apa Sar? Kamu sakit?” Suzan melihat ekspresi temannya. Ia mengetahui pasti ada sesuatu yang tidak beres.
“Sial! Kenapa bisa jadi begini sih?” Sari terlihat sangat gugup sekarang.
“Kenapa?” Suzan bertanya karena penasaran.
“Adit bangkrut. Orang tuanya kena tipu sama saudaranya. Perusahaannya sudah diakuisisi sama saudaranya. Coba kau baca! Ah, aku harus bagaimana sekarang?” Sari berpikir keras.
Gadis itu berjalan ke sana dan ke mari untuk menenangkan pikirannya. Sebuah nada pesan masuk terdengar dari ponsel Sari. Ia membuka pesan yang masuk itu dan membacanya.
📱‘Sayang, aku tidak bisa jemput kamu sekarang. Papa masuk rumah sakit. Kamu sudah lihat berita kan? Nanti aku ceritakan semuanya.’- Adit
“Masih punya nyali juga ini orang. Apa iya aku mau sama dia lagi kalau hartanya sudah habis semua?” Sari memblokir nomor Adit. Gadis itu tidak mau lagi berurusan dengan laki-laki itu.
“Kenapa lagi, Sar?” Suzan melihat Sari bicara kepada dirinya sendiri.
“Adit hubungi aku. Gila dia! Masih cukup percaya diri juga,” jawab Sari kepada Suzan.
“Ini memang konyol, tapi skenarionya memang harus berubah. Rendra, tunggu aku! Semoga masih ada harapan,” kata Sari sambil bersiap-siap pergi.
“Kamu mau kemana?” Suzan menahan lengan Sari.
“Mengambil apa yang seharusnya jadi milikku,” balas Sari sambil melepaskan tangan Suzan yang menahan lengannya lalu pergi menuju ke suatu tempat.
**Akhir Kilas Balik**
----------------
“Hentikan!!!” Sari tiba-tiba muncul dan membuat semua orang yang ada di ruangan itu terkejut.
“Apa-apaan ini?” Rendra menjadi sangat emosional, saat melihat ada gadis yang mirip dengan Sari, masuk ke dalam gedung gereja.
“Rendra, ini aku. Dia palsu,” ucap Sari sambil menangis dan memegang lengan Rendra.
“Kalian, bagaimana bisa sangat mirip? Apa yang sebenarnya terjadi?” Rendra berkata sambil melihat Nara dan Sari secara bergantian.
“Sari?” Abigail, ibu Sari berjalan menghampiri putrinya.
“Mama, ini aku Sari! Mama kenal aku kan? Mama ingat suaraku kan? Dia itu palsu.” Sari menunjuk Nara dengan penuh emosi.
“Sebaiknya kita selesaikan semua di ruang konsistori. Mari ikut saya!” Romo Markus berucap kepada kedua keluarga.
Salah satu perwakilan keluarga maju ke depan dan meminta maaf atas kejadian memalukan ini kepada seluruh tamu undangan yang hadir pada upacara pemberkatan nikah di gereja. Dengan sopan, para tamu undangan diminta untuk pulang, karena kedua keluarga harus bertemu menyelesaikan masalah.
-----------
“Aku diculik saat aku selesai dirias. Dia ini cucu nenek Lila, yang papa bantu pengobatannya.” Sari membongkar kedok Nara.
Plaakkk!!!
Abigail menampar Nara hingga gadis itu kehilangan keseimbangannya dan hampir jatuh.
“Kamu benar-benar tidak tahu berterima kasih. Bagaimana kamu bisa merencanakan hal jahat kepada anakku, padahal kami membiayai seluruh pengobatan nenekmu?” Abigal membentak Nara dan beberapa kali menekan kepala gadis itu dengan kencang sehingga membentur tembok.
“Maafkan Saya, maafkan saya,” ucap Nara dengan air mata yang terus mengalir.
“Kamu benar-benar jahat! Kamu sudah mempermalukan keluarga kami dan berniat mencelakai Sari. Saya akan hentikan seluruh biaya pengobatan nenek kamu,” tutur Agustinus, ayah Sari.
“Saya mohon jangan tuan. Nenek saya bisa mati. Hukumlah saya tetapi jangan nenek saya. Nenek tidak tahu menahu tentang masalah ini,” pinta Nara kepada Agustinus.
Gadis itu sangat terpukul. Dia tahu bahwa cepat atau lambat sandiwara ini akan terbongkar. Namun, ia tidak menyangka bahwa Sari akan menuduhnya sebagai orang yang merencanakan semua ini. Dia benar-benar terhimpit sekarang.
Menceritakan atau tidak menceritakan yang sebenarnya, semuanya berujung pada dihentikannya biaya pengobatan neneknya. Namun, memilih menceritakan yang sesungguhnya juga adalah suatu tindakan yang sia-sia. Tidak ada orang yang akan mempercayainya. Lebih baik ia diam, daripada harus menambah masalah.
“Dasar penipu!! Jelaskan kepada kami, jangan hanya meminta maaf! Kami tidak membutuhkan maafmu,” kata Rendra kepada Nara.
“S-saya minta maaf tuan,” ucap Nara dengan bibir yang bergetar dan suara yang lirih. Gadis itu tetap memilih untuk tidak menjelaskan apapun.
“Rendra, kamu harus batalkan pernikahan kamu dengan dia. Aku ini korban Rendra, dia suruh orang untuk culik aku, untungnya aku masih bisa kabur. Rendra kamu harus bertindak!” Sari menyela percakapan Rendra dengan Nara. Ia berusaha merayu Rendra.
“Tunggu-tunggu! Saya masih belum paham. Kamu diculik dan kamu bisa lepas dengan begitu saja,” ucap Rani, ibu dari Rendra.
“Iya, tante. Tuhan itu baik. Aku mendapat kesempatan untuk bisa kabur saat mereka lengah,” ucap Sari menjelaskan.
Rani merasa ada banyak kejanggalan dalam cerita Sari. Rani bahkan melihat kondisi Sari yang sangat baik. Hanya rambutnya yang terlihat tidak beraturan. Sari masih terlalu sempurna untuk seorang korban penculikan. Rani berpikir bahwa ia perlu menyelidiki semua ini.
“Siapa namamu, nak?” Nyonya Rani bertanya kepada Nara.
“Saya Nara, ibu.” Nara menyeka air matanya.
“Apa benar yang dikatakan Sari?” Nyonya Rani melanjutkan pertanyaannya.
“Mama, tidak perlu bicara baik-baik dengan penipu seperti dia.” Rendra kecewa dengan sikap mamanya.
“S-saya minta maaf ibu,” balas Nara dengan sesenggukan.
“Tante, dia itu selama ini iri dengan Sari. Dia selalu ingin memiliki apa yang Sari punya, karena sejak kecil dia itu miskin.” Sari menyela pembicaraan Nara.
“Jadi kamu hanya gadis miskin yang bermimpi menjadi seorang putri,” ucap Rendra mengejek Nara.
“Kamu harus sadar Nareswari Meera Paradina. Nama kita memang sama, tetapi kamu tidak akan pernah bisa menjadi seperti aku,” tutur Sari sambil mengangkat dagu Nara dan membuat mata mereka bertemu.
Rani semakin curiga. Bagaimana seorang gadis miskin bisa menyewa orang untuk menculik mempelai wanita di hari pernikahannya? Bahkan nama mereka juga sama. Rani semakin yakin bahwa ada yang tidak beres dengan cerita Sari.
“Saya rasa sebaiknya kita laporkan saja masalah ini ke polisi supaya jelas,” kata Rendra dan dibalas dengan anggukan oleh beberapa orang yang setuju dengan pendapatnya.
“P-polisi?” Kedua kaki Nara menjadi lemas.
Gadis itu tiba-tiba jatuh terduduk di lantai. Ia tidak memperhitungkan ini semua. Dia lupa bahwa rencana Sari adalah sebuah tindakan kriminal.
Bukan hanya Nara, Sari juga merasa tidak sejahtera, jika Rendra menggunakan polisi untuk menyelesaikan perkaranya. Sari adalah si pembuat skenario. Dia mungkin bisa mengelabuhi Rendra karena laki-laki itu mencintainya, tetapi dia tidak akan mudah mengelabuhi polisi.
“J-jangan sayang! Sudahlah, dia itu hanya gadis miskin yang tidak tahu berterima kasih. Kita ampuni saja dia. Sekarang yang paling penting adalah bagaimana caranya membatalkan pernikahan ini,” ucap Sari.
Rani semakin mencurigai Sari. Rani merasa bahwa Sari sedang menutupi sesuatu.
“Romo, apakah saya bisa membatalkan pernikahan saya dengan dia?” Rendra bertanya kepada Romo Markus.
“Saya tidak bisa menjawab pertanyaan bapak Mahendra dengan cepat. Menurut saya, semua ini masih belum jelas. Gereja memiliki hak juga untuk menyelidiki masalah ini. Kita tidak bisa mengabaikan semuanya dan serta merta membatalkan pernikahannya.” ucap Romo Markus penuh pertimbangan.
“Rendra, mama ingin bicara sebentar dengan kamu. Kita bicara berdua saja,” ucap Rani dengan tegas.
Rendra dan Rani keluar dari ruang konsistori dan masuk kembali ke dalam gedung gereja, yang sudah sepi. Masih teringat jelas dalam benak Rani, betapa ramai dan sesaknya gedung gereja ini tadi, karena banyak tamu undangan yang hadir.
“Mama minta kepadamu, pertahankan pernikahan ini!” Rani menatap tajam mata anak laki-lakinya.
----------
Selamat membaca teman-teman! Saya tunggu feedback-nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Rinisa
Tegang...
Mama Rani the best...👍🏻
Nara ~ Di percaya ayah tidak, harusnya tetep katakan yg sebenarnya...
2023-06-01
0
bunda zufa
koq jahat banget sih sari...
2021-12-31
0
MACA
be positif
2021-07-11
0