Jam di dinding sudah menunjukkan pukul empat pagi. Nara masih terjaga di atas ranjangnya. Berulang kali ia mencoba untuk merengkuh alam bawah sadarnya, namun hingga kini, kesadarannya seperti enggan untuk tergantikan.
Malam ini seharusnya menjadi malam pertamanya, bersama laki-laki yang baru saja mengucap janji sehidup-semati dengannya di hadapan Tuhan. Namun, hingga kini, laki-laki itu tidak menampakkan diri. Gadis itu menghabiskan malamnya seorang diri.
Sebenarnya Ia tidak mengharapkan sebuah malam pengantin yang indah, seperti yang biasa dilalui oleh para pengantin baru pada umumnya. Ia hanya ingin berbicara dan meminta maaf secara pribadi kepada suaminya, menjelaskan alasannya melakukan semua itu, dan menyatakan kesediaannya untuk mengabdikan diri kepada laki-laki, yang masih mau mempertahankan pernikahan ini.
Nara pernah membaca, pada dasarnya kaum laki-laki lebih cenderung menggunakan logikanya dalam menyelesaikan masalah, berbeda dengan kaum perempuan yang lebih suka menggunakan perasaannya. Itu sebabnya Nara mengutamakan komunikasi sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya dengan Rendra. Nara meyakini bahwa jika ia diberi kesempatan untuk menjelaskan semuanya dengan baik, suaminya akan memahami posisinya dan mau memaafkan dirinya suatu hari nanti.
Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi. Gadis itu terlihat sudah menguap beberapa kali. Baru saja ingin memejamkan mata, Nara mendengar suara pintu kamar terbuka. Gadis itu segera menepis rasa kantuk yang menyerangnya dan langsung tersenyum ketika melihat kedatangan seseorang, yang ditunggunya sejak semalam.
“Tuan sudah tiba? Ingin membersihkan diri? Biar saya siapkan air hangatnya,” ucap nara dengan lembut.
“Tidak usah bersandiwara jika tidak ada siapapun. Tidak usah memerankan peran konyol seperti itu,” balas Rendra dengan nada yang tajam.
“Maaf, tuan. Saya tidak bermaksud seperti itu,” jawab Nara dengan penuh kesabaran.
“Aku ke sini untuk menjemputmu. Mama meminta kita sarapan pagi di rumahnya, setelah itu aku akan mengantarkanmu ke apartemen milikku. Bersiaplah!” Rendra segera mengambil posisi duduk yang nyaman di sebuah sofa yang ada di kamar itu, sambil menunggu Nara membersihkan dirinya.
Gadis itu menganggukkan kepala. Ia segera menuju ke kamar mandi, membersihkan diri, dan berdandan dengan cepat. Ia tidak ingin membuat suaminya menunggu terlalu lama. Dalam balutan sebuah dress sederhana, dan riasan yang natural, Nara sudah berdiri di depan suaminya.
Rendra dan Nara langsung meninggalkan hotel itu dan melakukan perjalanan untuk mengunjungi kediaman Rani. Sepanjang perjalanan, tidak ada kalimat yang terucap dari bibir keduanya. Rendra memacu mobilnya cukup cepat. Laki-laki itu sepertinya enggan berdekatan dengan istrinya lama-lama.
Saat ini mereka telah sampai di kediaman Rani. Sebuah rumah yang sangat besar dan mewah, dikelilingi begitu banyak pohon dan bunga untuk menambah kesan indah dan nyaman.
“Turunlah! Aku akan menyusul,” perintah Rendra yang langsung diikuti oleh Nara.
Rani melihat Nara masuk ke dalam kediamannya. Wanita itu langsung memeluk menantunya dan mempersilakan gadis itu mengambil tempat di ruang makan. Hari ini Rani menyuruh kokinya untuk memasak menu khusus.
“Kalian berdua bisa tidur tadi malam?” Rani memulai pembicaraan, saat ia melihat Rendra mendekat ke arahnya.
“Basa-basi apa ini, ma? Sebaiknya kita percepat acara makan pagi ini. Masih banyak hal yang harus kuurus di kantor,” jawab Rendra dengan wajah tidak suka.
“Kami bisa tidur dengan baik, ma.” Nara menjawab pertanyaan Rani dengan tersenyum. Nara berusaha untuk berperilaku sopan di hadapan ibu mertuanya.
“Makanlah yang banyak, sayang! Semuanya mama persiapkan khusus untuk menyambutmu,” ucap Rani kepada Nara.
Setelah percakapan itu, mereka bertiga melakukan aktivitas makannya tanpa banyak bicara lagi. Nara menikmti setiap jenis makanan yang terhidang di atas meja. Rani terlihat puas, saat mengetahui menantunya menyukai menu pilihannya.
Saat ini mereka sudah menyelesaikan kegiatan makan paginya. Rani dan Nara mulai saling bercakap-cakap. Kedua wanita itu asyik memperbincangkan beberapa resep makanan. Mereka saling bertukar resep dan bertukar pengalaman dalam mengolah makanan. Ibu dan menantu itu nampak sangat akrab.
“Aku sudah selesai, aku tunggu kau di mobil,” ucap Rendra kepada Nara yang bosan mendengar percakapan dua wanita di hadapannya.
Laki-laki itu segera berdiri. Ia berjalan meninggalkan ruang makan, hendak menuju ke tempat mobilnya diparkirkan.
“Apakah Rendra memperlakukanmu dengan baik?” Rani bertanya dengan wajah khawatir kepada menantunya.
“Iya, ma. Tidak perlu mengkhawatirkanku. Kak Rendra memang masih marah, tapi aku yakin lambat laun dia akan memaafkanku,” balas Nara meyakinkan Rani.
“Jika ada apa-apa, kamu bisa bercerita pada mama. Mana ponselmu? Catatlah nomor ponsel mama!” Rani menyebutkan nomornya, sementara Nara mencatat dan menyimpan nomor itu.
“Terima kasih untuk makan paginya, ma. Kak Rendra sudah menungguku,” ucap Nara berpamitan dan mencium pipi ibu mertuanya.
--------------------
“Sebenarnya apa yang kau lakukan kepada ibuku, hingga dia bisa menerimamu?” Rendra bertanya kepada Nara sesampainya mereka di apartemen Rendra.
“Saya tidak melakukan apa-apa tuan. Mama sudah membuka dirinya untuk saya lebih dulu,” ucap Nara menjelaskan.
“Seorang penipu sepertimu, punya seribu satu cara untuk mempengaruhi orang lain. Aku tidak akan mempercayai perkataanmu begitu saja,” balas Rendra tanpa memandang ke arah Nara.
“Tuan, saya mohon maafkan saya. Saya benar-benar terjebak saat itu, nenek saya sakit dan saya harus melakukan ini supaya pengobatannya tetap bisa dilakukan,” tutur Nara berusaha menjelaskan.
“Jadi, apakah kamu berpikir dengan menikahiku maka aku akan membiayai pengobatan nenekmu itu? Apakah kamu pikir aku rela membagi hartaku untuk wanita sepertimu?” Rendra salah memahami cerita Nara.
“Bukan, seperti itu tuan. Saya tidak sedang memanfaatkan tuan untuk membantu pengobatan nenek saya. Maksud saya adalah…….” Nara tidak dapat melanjutkan ucapannya karena tiba-tiba Rendra memotong pembicaraannya.
“Camkan ucapanku ini! Aku tidak akan membiayai sepeser pun kebutuhan hidupmu. Lakukan apa yang kamu mau untuk memenuhi kebutuhanmu, selama itu tidak menggangguku dan tidak mencampuri urusanku. Kamu hanya boleh tinggal di sini, selebihnya uruslah apa yang menjadi keperluanmu sendiri,” ucap Rendra sambil menekan dagu Nara.
“Ingat Wanita penipu! Kau sudah memilih laki-laki yang salah untuk kau permainkan. Aku adalah laki-laki yang cukup mengerikan untuk kau sepelekan. Jika aku mau, aku bahkan bisa membuat air matamu berubah menjadi debu, hingga kamu akan membenci tangisanmu sendiri, bahkan di saat-saat kamu sangat membutuhkannya.” Rendra melepaskan tangannya dari dagu Nara. Bekas tangan Rendra terlihat jelas memerah di sana.
Laki-laki itu segera pergi meninggalkan Nara seorang diri. Gadis itu tidak kuat untuk berdiri lagi. Ia duduk bersimpuh dan menangis. Semua hipotesanya tentang laki-laki itu terpatahkan dalam sekejap. Nara bahkan tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan dengan utuh.
Inilah dunianya sekarang. Dunia yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sepertinya kebahagiaan menjadi suatu hal yang langka untuk didapatkan, sementara kebencian akan menjadi makanan sehari-hari. Gadis itu sadar bahwa ia tidak boleh lagi berandai-andai untuk hal yang manis, ia justru harus mempersiapkan dirinya untuk kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi di depan nanti.
Nara menghapus bulir-bulir air mata yang membasahi pipinya. Ia mencoba untuk menguatkan hatinya. Ia seharusnya sudah paham dengan resikonya ketika memutuskan untuk memenuhi keinginan Sari.
“Ini baru hari pertama, Nara. Bertahanlah!” Nara berucap pada dirinya sendiri.
--------------
Selamat membaca! Saya juga terbuka dengan kritik dan saran. Please support saya dengan cara vote, like, rate, and comment after reading. Thank you all...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Rinisa
Sabar ya Nara...
memang sulit membuat orang percaya lagi setelah di bohongi
2023-06-01
0
Jesi Jasinah
lanjut thor
2022-11-29
0
Jesi Jasinah
lanjut lagi
2022-11-29
0