Ardian menyusul Boy yang sudah sampai di luar. Sedangkan kedua gadis itu tengah menuju toko aksesori. Maya cukup nyaman berada di samping Dista, ternyata apa yang dipikirkan Maya dan Vania adalah salah besar. Tak selamanya gadis cantik itu sombong, angkuh dan memilah-milah teman.
“Mau ke sana?” tunjuk Dista kepada Maya. Dista melihat tampilan Maya, tidak sulit untuk membantu gadis itu merias wajahnya. Karena menurut kekasih Ardian, Maya memiliki kulit yang bagus. Setelah beberapa saat, Dista dan Maya kembali menemui kedua pria itu.
“Ehem ... Boy, coba lihat! Bagaimana penampilan Maya sekarang?”
Maya tampak malu saat Dista menunjukan hasil riasannya kepada Boy. begitu juga dengan pria jangkung itu. senyum ketiganya sumringah, mereka sepakat jika Dista memang bisa diandalkan. Ardian meraih tangan kekasihnya yang terus mengacuhkannya. Boy dan Maya meninggalkan mereka berdua di tempat itu.
“Yang, kamu kenapa sih? Aku minta maaf, karena terlalu lama ninggalin kamu tadi.” Dista menatapnya sekilas dengan bibir yang dikerucutkan. Dengan susah payah, Ardian membujuk Dista untuk tidak marah lagi. saat gadis ayu itu sudah menerima maafnya, ponsel Ardian berdering. Dan tangan Dista tergantung begitu saja saat mengulurkan tangannya karena tak bersambut.
“Ck!” Dista berdecak kesal, namun tetap menunggu Ardian selesai menerima telepon.
Ardian
[Iya, udah gue terima! Udah dulu ya! Pacar Gue marah nih!] jawabnya dingin.
Ardian memutuskan teleponnya dari gadis yang telah mentransfer sejumlah uang kepadanya. Lagi – lagi tatapan gadis itu membuat Ardian deg-degan. ‘gawat kalau beneran marah, baru juga di maafin.’
“Siapa Di?”
“Teman sekolah sayang! Yuk kita susul Boy aja, daripada kamu bete di sini.” ajak Ardian, menggandeng tangan lembut itu. tetap saja tak mengembalikan mood Dista yang sudah buruk. Mungkin dalam fase PMS, perasaan Dista menjadi lebih sensitif.
“Kamu lagi dapet ya, Kok tumben galak banget! Kan Aku jadi takut,” goda Ardian. Sejauh mereka berdua berjalan mengitari mall yang cukup luas itu. tatapan kaum hawa tak lepas menatap Ardian. Sosok tinggi, putih dan tampan, membuat semua yang melihatnya mematung disana.
“Yang, lihat deh! Boy mengirimkan chat kalau besok mereka berdua mau ngedate.” Pria itu menunjukan ponselnya kepada Dista, dan secara tak sengaja sebuah notifikasi masuk, dari seorang gadis yang tak bernama.
...
[Jangan lupa ya Di, jam Tujuh Gue tunggu di rumah!]
Ekspresi penasaran sangat jelas ditunjukan oleh gadis itu. karena Ardian tak kunjung menjawabnya membuat overthingkingnya kambuh. Ya, salah satu kekurangan gadis itu adalah berpikir berlebih
“Yang, chat masuk dari siapa ini? besok kamu mau keluar?” tanya Dista, sembari menyerahkan ponsel itu kepada Ardian.
“Iya Yang, ada acara sama Rico sama William. Kenapa? Kamu mau ikut?”
“Nggak, kebetulan Aku sama Papa mau cari sekolahan.” Dalam hati Ardian, bohong sekali pasti nggak apa-apa kali ya. mesipun ada rasa bersalah, nyatanya Ardian sudah menerima uang itu.
Mereka berdua menjadi tidak fokus dengan pikiran masing-masing. Ardian dengan pekerjaannya, sedangkan Dista dengan sekolahnya. Sedangkan ponsel Ardian terus berbunyi, membuat suasana menjadi canggung. Tak seperti biasanya, pria itu menjadi gelisah dan terus menatap jam di tangannya.
“Yang, sepertinya Aku harus pulang! tadi dari sekolahan Aku langsung kemari. bukannya sebentar lagi Papa Kamu pulang?”
Dista melihat jam ditangannya dan membenarkan ucapan Ardian. Dista ingin mengantarkan pria itu sampai rumah, namun lagi-lagi Ardian menolaknya dengan alasan takut merepotkan. Dan mereka pun berpisah, di persimpangan jalan.
Ardian menghubungi nomor gadis itu dan memberikan peringatan, Ia tak lupa dengan pekerjaannya. dan melarangnya untuk mengirim spam chat ataupun panggilan-panggilan tidak penting. Membuat kekasihnya berprasangka buruk kepadanya.
...
[Memangnya Gue salah, Gue kan udah kasih setengahnya!]
Ardian
[Mana nomor rekening Lo biar Gue transfer balik! Lo tahu, perbuatan Lo bisa bikin hubungan Gue sama pacar Gue berantakan!]
Ardian marah, merasa terganggu dengan kehadiran gadis itu. sebenarnya Ardian tak ingin mengambil tawaran itu, namun karena jumlanya lumayan bisa untuk menambah tabungannya. Namun sayang, gadis yang akan ditemuinya lusa cukup merepotkan, membuatnya menyesal mengambil keputusan itu.
...
[Iya, sorry... besok Gue tunggu jam tujuh!]
Ardian memblokir nomor tersebut setelah mengetahui alamatnya. Dista yang kebetulan masih di jalan di hubungi oleh papanya, untuk datang ke sekolahnya. Papanya meminta Dista datang ke SMA 10, tempat yang sama sekali tidak asing untuknya.
Dista
[Pa, Dista tunggu di kafe seberang sekolahan ya!]
Papa
[Iya Nak, Papa nggak akan lama. Kamu jangan kemana-mana ya!]
Di Kafe, Dista yang duduk seorang diri itu menjadi pusat perhatian segerombolan anak SMA yang berjumlah empat orang, yang di perkirakan adalah siswa populer dari sekolah tersebut. Salah satu diantara mereka, terus menatapnya intens. Hingga membuat Dista memilih masuk ke dalam kafe itu karena merasa tak nyaman.
“Bang! Gue nebeng pulangnya ya!” suara yang tak asing di dengar. Namun Dista tak ingin menatap pemandangan itu. dirinya terlalu malu untuk menatap sekumpulan pria seusianya. Terlebih bukan teman dekatnya.
“Dari mana Lo dek! Jam segini baru pulang?” sapa Vicky.
“Haha... biasa, habis keluar sebentar tadi sama Boy! dia langsung pulang dan Gue nebeng sampai sekolahan.”
Terdengar suara riuh saat seorang pria dengan pakaian dinas keluar dari gerbang sekolah hendak menyebrang menuju kafe.
“Selamat Sore Pak, tumben belum pulang!” sapa salah satu siswa bertubuh atletis.
“Kalian saja belum pulang, sedang ngapain jam segini masih di sekolahan?”
“Biasa Pak, main basket, Pak Herman mau kemana?”
Sambil memperhatikan kanan dan kiri , pria berkaca mata minus itu menjawab dengan santainya. “Oh, mau ketemu anak gadis saya! Ya sudah,kalian jangan pulang sore-sore!” titah Herman yang ternyata adalah kepala sekolah baru di SMA 10.
Mereka berlima saling tatap, saat kepala sekolahnya menyebutkan anak gadis yang berada di dalam Kafe.
“Yang mana anaknya? Emangnya Lo lihat?”
“Cewek cakep tadi mungkin,” jawab Vicky asal. Sebelum mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Ardian dan Vicky memilih pulang lebih dulu karena waktu sudah semakin sore. Mereka tak ingin Ibunya menunggu. Kelima siswa tampan itu akhirnya berpisah di depan Kafe. dan tak berselang lama, di susul Dista dan Herman keluar.
“Masuk sekolah di tempat Papa aja ya! kamu sudah kelas XII jangan kebanyakan main Dis!” ucap Herman sembari mengacak rambut anak gadisnya.
“Lihat besok deh Pa, hehe...”
...
Pukul Tujuh Ardian sudah tiba di alamat rumah gadis itu. tak ada basa-basinya. Baginya waktu tiga jam bersama gadis selain Dista adalah sesuatu yang membosankan. Padahal sebelumnya Ardian sangat menghargai pekerjaannya. Kini pria tampan itu menjadi malas-malasan. Pengaruh Dista ternyata sudah menyita sebagian kesenangannya dan Dunia Ardian kini beralih kepada gadis berparas ayu itu.
“Di, akhirnya Lo sampai juga!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments