Bab 13. Momen Romantis

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam, mereka berdua akhirnya sampai di tujuan. Sebuah tempat wisata yang menjadi favorit pemuda – pemudi untuk menghabiskan waktu di akhir pekan.

Setibanya di air terjun, Pria tampan itu melepas kaosnya dan segera menceburkan diri di sana. Merasakan segar di setiap tetesan airnya saat Ia menatap wajah ayu gadis itu.

“Ayo masuk sini!” pinta Ardian. Tangannya yang usil, menyiratkan air kepada Dista yang sedang menyusun alas beserta bawaannya.

“Hei ..., Ardian jangan begitu! Nanti pakaianku basah,” rengek Dista. Namun Ardian tak peduli, Ia terus melakukannya, sampai gadis itu benar-benar basah kuyup. Pria itu pun berlari menghampiri Dista dan membawanya masuk ke dalam kolam air jernih itu.

Byurr!!

“Gimana? Segar kan!” Ardian menatap gadis itu yang terus mengerjapkan mata. Bulu matanya yang lentik membuatnya mirip seperti boneka, juga kulitnya yang lembut seperti bayi, membuatnya ingin terus menyentuhnya.

“Kan, basah!” omel Dista.

“Tapi kan Kamu yang mengajakku kemari? Terlanjur basah, mandi sekalian, ya kan?”

Keduanya bertatapan cukup lama, sampai bibir gadis itu membiru karena kedinginan.

“Dista, Aku ....” lirih Ardian. Tangannya meraih jemari gadis itu . Semakin ditunda, membuat perasaan Ardian tak karuan. Dista yang menatap pria di hadapannya itu hanya menunggu ucapan selanjutnya.

“Iya, Ada apa Di? Kamu lucu kalau lagi serius, begini. Beda banget saat main basket tadi.” Lirih gadis itu dengan bibir bergetar. Dista merasa perlahan genggaman jemari Ardian semakin erat kepadanya.

“Aku benar-benar jatuh cinta sama Kamu, Dis. Jauh sebelum acara pesta Anggi digelar ... Aku sudah menginginkanmu saat pertama melihatmu.”

Gadis itu terkejut, tak menyangka jika Ardian benar-benar menyukainya. Namun Dista masih ragu, bisa saja pria tampan di depannya mengatakan hal yang sama dengan banyak gadis lainnya.

Dista mencoba melepaskan genggaman itu perlahan, namun Ardian malah semakin mengikis jarak. Kini Dista tersudut di antara bebatuan besar, Ardian yang tak ingin kehilangan kesempatan meminta jawaban gadis itu.

“A-Ardian ka-kamu mau ngapain?” Dista menelan salivanya, jarak mereka hanya beberapa senti. Aroma vanila gadis itu pun membuat Ardian seperti cacing kepanasan.

“Aku mau kamu Dis,” bisik Ardian, “Jadilah pacarku, pacarku yang sesungguhnya tanpa batas waktu.”

Dista membatu, saat sebuah kecupan mendarat di kening gadis itu. Rasanya begitu hangat, membuat jantungnya berdenyut kencang.

Di dalam kolam bening itu, dengan gemercik air terjun membuat suasana begitu romantis. Tak dapat Dista pungkiri jika gadis berparas ayu itu juga memiliki perasaan yang sama. Hanya saja, gadis itu tak ingin berbagi dengan yang lain.

“A-aku juga ... menyukaimu, tapi apa kamu rela melepaskan pekerjaanmu itu hanya demi menjalin hubungan denganku?” ucap Dista, “Aku pencemburu Di, nggak mau berbagi dengan gadis lain.”

Melihat Ardian terdiam dengan jawabannya, Dista pun beranjak menaiki tumpukan batu.

Tak langsung mengiyakan atau menolak, Ardian hanya tersenyum dengan jawaban gadis itu. Berarti Dista memiliki perasaan yang sama dengannya. Lalu bagaimana dengan side jobnya? Yang biasa Ia gunakan untuk memenuhi semua kebutuhannya. Apakah Ia harus berhenti dari usahanya, setelah menemukan gadis impiannya?

“Tunggu!” Ardian menyusul Dista dengan rona bahagianya, karena gadis itu pun juga menyukainya.

“Berarti kita resmi jadian kan, Iya kan Sayang? ” Ardian menyambangi gadis yang telah membuatnya kasmaran siang malam.

“Semua Aku kembalikan sama Kamu Ardian, Aku tak ingin egois meskipun sebenarnya Aku terlanjur nyaman dengan kehadiranmu.” Dista mengambil handuk, dan memberikannya kepada pria itu.

Sejenak Ardian berpikir, bisakah Ia mendapatkan keduanya? Kekasih hatinya dan pekerjaan sampingannya. Toh, selama ini dia tak pernah menggunakan hati saat melakukan profesinya. Hanya dengan gadis ini, gadis misterius yang tiba-tiba datang dengan sendirinya. Mana mungkin Ardian akan melepaskannya begitu saja.

“Em, Oke! Aku akan berusaha menolak semua tawaran itu. Asalkan kamu bersedia menerima cintaku,” pinta Ardian.

Dista menoleh, dan memberikan secangkir kopi panas untuknya.

“Laki-laki dinilai berdasarkan ucapannya, bukan janjinya.” Kini mereka berdua telah meresmikan hubungan mereka.

Saat perjalanan naik ke atas bukit, Ardian menemukan angle yang cantik untuk berfoto, dan mereka mengambil beberapa gambar untuk disimpan. Untuk pria se-populer Ardian, membagikan foto bersama seorang gadis tak pernah Ia lakukan, bahkan dengan Klien-klien sebelumnya.

Menurutnya Dista yang paling istimewa, beberapa klien yang masih menyimpan nomor ponselnya pun merasa iri, hingga melakukan protes secara berulang. Membuat Ardian pusing dengan sendirinya hingga Ia harus menutup kolom komentarnya.

‘Mendadak populer, setelah pasang foto berdua sama pacar.’ Batinnya sambil terus tersenyum menatap gambar itu.

“Yang, Udah sore pulang Yuk!” ajak gadis itu. Sembari berbenah dengan di bantu Ardian. Saat sedang sibuk-sibuknya, ponselnya berdering, yang ternyata dari sahabat baiknya, Boy.

Boy

[Bro, dimana Lo? Lo udah lihat berita terbaru belum?]

Ardian

[Lagi di Bogor, ada apa Boy?]

Boy

[Gawat!! Si Cupu bikin onar, bawa sekolah kita, terus bawa-bawa nama Lo juga! ]

Ardian

[Serius? Oke Boy, Thanks informasinya. Nanti kalau Gue udah balik, Gue samperin Lo, Oke!]

Ardian memutuskan sambungan teleponnya. Mendadak pria itu menjadi penasaran dengan apa yang diberitakan oleh Boy. Ardian berpikir mungkin hanyalah sebuah kenekatan seorang gadis, tanpa tahu ada imbalan yang harus dibayar mahal oleh Ardian.

Ternyata saat pertandingan basket antar sekolah tadi pagi, ada beberapa siswa yang memang sengaja mengabadikan momen pertandingan persahabatan itu.

Namun akibat ulah Si Cupu Vania, yang membuat kehebohan di bangku penonton, membuat semuanya menghujat gadis itu. Lantaran bukan membela sekolahnya, malah mengagung-agungkan team lawan.

Parahnya, Vania diabaikan oleh Ardian, juga perihal sepatu baru yang Vania sengaja beli demi menarik simpati siswa populer itu, ternyata menjadi tren topik di sekolahnya membuat gadis itu frustrasi, sudah jatuh, tertimpa tangga. Ditolak mentah-mentah dan disaksikan banyak pasang mata.

Vania yang sedang makan seblak dengan Maya, merasa terpukul. Ternyata tindakan impulsifnya berbuah bencana untuk dirinya sendiri.

Melihat wajah panik Ardian, Dista bertanya, “Ada apa Di, kok kelihatan panik begitu?”

“Si Boy, barusan telepon, ada kabar buruk katanya, soal kejadian tadi di sekolah. Udah, nggak usah dipikirin ya! Sini, biar Aku aja yang bawa mobilnya, kamu pasti capek!”

“Memangnya udah punya SIM?”

Hahaha...

“Jakarta - Bogor nggak perlu SIM, sayang! Jangan ditiru ya, Nggak boleh, biar Aku aja.” Goda Ardian.

Meskipun Ardian lebih muda, nyatanya pria itu mampu bersikap dewasa terhadap kekasihnya. Terlebih pria 183 senti ini merasa sangat cocok dengan gadis sangat pas dalam rengkuhannya.

“Kalau capek tidur aja, perjalanan masih jauh.” Ardian membelai surai gadis itu, hingga akhirnya terlelap.

...

Boy

[Udah sampai belum, Bro?]

Ardian

[Gue udah di depan sekolah nih, gimana ceritanya?]

Boy

[Lo diminta ke rumah bocah cupu itu untuk minta maaf, kata dia semuanya salah Lo! ]

Ardian

[Wah, psyco ini cewek! Buruan kelarin masalah ini, Gue nggak mau ada masalah sama bocah itu!]

...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!