Glarrrrrr!!
Kilatan petir menyambar, hujan lebat yang disertai angin membuat jalanan pun mulai digenangi air. Vania masih belum sampai di rumah. Dalam pikirannya yang kalut, ia rela membuat dirinya basah kuyup begini hanya karena rasa bersalah.
‘Dasar bego Lo Van! Ngapain juga repot-repot lo susulin cowok tengil itu.’ monolog Vania.
Gadis itu tak berniat untuk berteduh. Ia ingin mencurahkan segala rasa kesalnya kepada sosok pria yang baru saja ia elu-elukan. Segala umpatan terlontar dari mulut gadis itu, ia tak pernah merasa sedongkol ini. Besok adalah hari Minggu, ia ingin menghabiskan waktunya di rumah untuk menyesali setiap kebodohannya.
Setibanya di rumah, Vania disambut oleh Anne juga Veli. Mereka sangat khawatir dengan kondisi si bungsu yang menggigil layaknya anak kucing yang baru saja dimandikan.
“Astaga Vania, kamu dari mana? Mama sama Veli sampai khawatir nyariin kamu kemana-mana?” Anne memberikan handuk dan Veli menyeduhkan teh hangat untuk adiknya. Bukannya masuk, gadis itu malah menangis di depan pintu. Meraung seperti kehilangan sesuatu yang berharga.
“Lo kenapa lagi sih dek? Masa iya masih stres gara-gara kalah lomba kemarin?” Veli menegurnya. Anne meminta Veli untuk mengajak adiknya beristirahat. Di dalam kamar Vania sesenggukan dan menceritakan semuanya. Veli pun hanya mengangguk sambil menahan tawa.
“Dasar bodoh! Ternyata bocah pintar juga bisa jadi bego kalau naksir cowok ya, hihi...” goda Veli.
Vania menikmati teh hangat buatan kakaknya sembari membaca majalah fashion milik Veli. Ia membolak-balik tiap halaman. Vania penasaran dengan gadis yang sedang bersama dengan Ardian. Mengingat ia sempat terpana beberapa menit saat menatap pria itu. kemudian gadis cupu itu mulai berdiri mematut di depan cermin.
Vania mulai mengurai rambutnya, membelalakan kedua matanya sesekali menoleh dan bertanya kepada Veli yang sangat jauh berbeda dengan dirinya. Dari fisik juga cara berpikir Vania selalu kalah jika dibandingkan dengan kakak satu-satunya yang ia punya.
“Kak Veli, kira-kira yang dilihat cowok dari cewek itu apa sih?” tanya Vania serius. Veli dengan senang hati memberitahu adiknya yang sedang dalam masa puber. Jika tidak semua laki-laki memandang fisik, hanya beberapa dari mereka yang melihat kepribadian unik dari gadis yang menurutnya menarik.
“Kenapa Van? Ada cowok yang lo taksir? Jangan bilang lo naksir cowok di tempat lomba kemarin?” hahaha... tawa Veli mengecilkan hati adiknya. Ia bertekad untuk berubah menjadi gadis favorit semua orang, termasuk menaklukan hati Ardian.
...
Di Kafe
Baru pertama kali Ardian merasa canggung untuk memulai obrolan. Bisa berhadapan langsung dengan gadis yang ia temui beberapa saat yang lalu, membuatnya gugup. Terlebih penampilan Dista sangat berbeda dengan yang ia jumpai sebelumnya, benar-benar bisa menarik perhatiannya.
“Oh ya Dis, kamu sekolah dimana?”
Dista nampak salah tingkah, karena tatapan Ardian kali ini benar-benar menusuk, seakan bersiap mengambil jantung dan hatinya. Selama bersekolah, Dista tak pernah dekat dengan para siswa di kelasnya. Karena papanya adalah seorang tenaga pendidik, jadi Dista diharapkan dapat menjadi contoh untuk murid yang lain.
“Aku belum memutuskan mau sekolah dimana Di, Papa sudah memintaku untuk melanjutkan di tempat beliau di tugaskan, tetapi aku masih ingin menikmati masa bebasku selama sepekan ini, sebelum pergi ke sekolah lagi. Kalau kamu, sudah lama dengan kegiatan seperti ini?”
Ardian mencoba mengalihkan pembicaraan, Ia hanya ingin menikmati momennya tanpa membahas hal lain. Pria tampan itu sesekali tertawa kecil, karena bisa dipastikan gadis itu adalah kriterianya. Meskipun usianya Ardian lebih muda, namun ia tak menunjukan rasa minder sedikitpun.
Suara hujan terdengar hingga ke dalam kafe, menambah suasana semakin syahdu untuk sepasang muda-mudi yang masih berstatus pelajar itu. Tampak gadis dihadapannya, mencuri pandang saat Ardian menikmati minumannya, membuat keduanya salah tingkah satu sama lain.
“Di, hujannya kok semakin lebat, nanti kamu pulangnya gimana?” bukannya menjawab pertanyaan gadis itu, Ardian malah memperhatikan wajah Dista yang lucu saat sedang cemas.
“Justru aku yang khawatir sama kamu. Meskipun kamu bawa mobil, tetap saja kamu seorang gadis yang nggak boleh pulang malam sendirian.”
Dista mengangguk, dia merasa senang karena telah memiliki teman. Setelah bicara panjang lebar, Ardian memutuskan untuk mengikutinya dari belakang hingga gadis itu selamat sampai rumah. Sebelum meninggalkan kediaman Dista, Ardian berkata akan menjemputnya besok dan gadis itu mengiyakan.
“Hati-hati ya Di, jangan ngebut jalanan licin habis hujan!” ucap Dista sembari melambaikan tangan. Hal srupa pun dilakukan pelajar tampan yang sepertinya sudah menaruh hati kepada klien spesialnya itu.
Setelah tiba di rumah, Ardian merasa menyesal karena telah memberikan syarat yang berlebihan untuk gadis itu. Malam belum berganti namun perasaan Ardian sudah tak sabar untuk menunggu kencan berikutnya.
“Dek, sudah pulang?” Suara abang Ardian yang menyadarkan lamunannya.
“Iya Bang, baru saja!”
Ardian yang telah dinanti kehadirannya di meja makan oleh keluarganya hanya bisa terus tersenyum. Imas yang mengetahui bahwa putra tengahnya baru saja menemui kekasihnya tak sabar untuk menggodanya.
“Duh jagoan Ibu, bagaimana acaranya, lancar Bang?”
Mengingat ibunya, ia jadi ingat dengan bayaran yang yang belum ia terima setelah mengantarkan pesanannya ke rumah di ujung jalan itu.
“Bu, maaf Abang lupa membawa uangnya, karena tadi terburu-buru ada acara di luar.” Ardian mengusap tengkuknya. Mendapati tatapan curiga dari semua penghuni rumah. Anak kedua pasangan Imas dan Panji yang paling misterius, banyak hal yang Ardian sembunyikan. Termasuk pekerjaan sampingannya sebagai kekasih sewaan.
Kedua orang tuanya tak mengetahui, jika diam-diam Ardian memiliki pendapatan yang ia gunakan untuk membeli buku pelajaran, juga kebutuhan untuk memuaskan hobinya. Meskipun sudah cukup lama pelajar tampan dan keren itu bergabung dalam aplikasi kencan itu, namun hanya beberapa gadis saja yang ia terima, karena Ardian benar-benar selektif dalam menerima “klien” yang sesuai dengan kriterianya.
Sebagai anak dari keluarga sederhana, Ardian tak pernah malu untuk membantu kedua orang tuanya. Namun saking seringnya Ardian tak pernah berada di rumah, juga laporan para tetangga tentang perilaku Ardian yang sering bergonta-ganti pacar, membuat orang tuanya merasa khawatir.
“Bang, ada yang ingin Ibu bicarakan, Ini semua tentang perkataan tetangga yang mengatakan jika Abang sering sekali mempermainkan anak gadis orang, apa benar?” Imas mengusap rambut putranya, Ibunya tidak percaya jika anaknya akan berbuat hal tidak tepuji seperti itu.
“Kalau Ibu bisa percaya sama Bang Vicky, Ibu juga harus percaya sama Ardian kan Bu?” tutur putranya. Yang tentu saja mendapat anggukan dari Imas. Pernyataan Ardian baru saja membuat hati ibunya merasa tenang, dan meninggalkan putranya untuk beristirahat.
Keesokan paginya,
“Permisi!”
Suara seorang gadis berseragam SMA yang tengah berdiri di depan warung pecel milik Imas. Suasana rumah itu sangat sepi. Tak lama kemudian, muncul seseorang yang terkejut dengan kehadirannya di hari yang masih pagi.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments