Bab 14. Hal Yang Mustahil

Ardian dan Boy berboncengan menuju rumah gadis itu, di sana Anne dan Veli sangat khawatir, karena Vania benar-benar histeris serta mengurung dirinya di dalam kamar.

Anne yang tidak mengetahui duduk perkaranya, segera menghampiri kedua siswa tampan itu, dan ...

Plakk!!

Sebuah tamparan cukup keras mendarat di kulit putih Ardian. Sontak saja keduanya terkejut, apa yang sudah wanita itu pikirkan, sehingga dengan mudahnya berbuat kasar.

“Sakit? Sakit kan! Sama seperti perasaan saya melihat anak gadisnya diperlakukan tidak adil oleh bocah-bocah tengil seperti kalian!” bentak Anne.

“Tapi, Bu ....” sela Boy yang berusaha membela sahabatnya.

“Dasar bocah tidak tahu sopan santun, bukannya minta maaf malah seperti tidak melakukan dosa. Kamu kan, yang membuat anak saya jadi bahan bullyan di sekolahnya? Ngaku kamu!” Anne tak bisa dikendalikan, Veli yang lebih tahu masalahnya memilih diam saja, dan tak menjelaskan apapun.

Sebenarnya Veli mengikuti adiknya diam-diam. Sebelum mobilnya menjauh dari sekolah. Vania, terlihat menghentikan taksi bersama temannya menuju sekolah Ardian dan mengikuti hingga pertandingan selesai.

“Sudah puas kalian?” tanya Veli.

“Eh apa-apaan nih? Nggak bisa begitu ya, Si Cupu itu yang salah! Mempermalukan teman Gue, kok malah berlagak jadi korban!” bela Boy.

“Kenapa? Kok Lo diam aja!” tanya Veli kepada Ardian.

“Gue mau ketemu sama adik Lo, mau lurusin soal sepatu kets yang dia taruh di pagar rumah Gue!” jawab Ardian santai. Wajahnya yang yang tampan terasa perih, juga membekas.

Mendengar penuturan Ardian tentang sepatu, muncul pertanyaan yang membuatnya penasaran.

“Sepatu kets? Buat siapa? Kamu? Nggak mungkin, pasti kalian yang memeras anak saya kan? Dasar anak orang miskin!” hardik Anne, yang tentu saja memicu amarah Ardian.

Pria itu mendekatkan langkahnya kepada Anne, dia ingin mengatakan semua ini tak ada hubungannya dengan Ibunya.

“Saya memang anak orang miskin Bu, tapi saya bukan anak orang kaya yang rela menjatuhkan harga diri mengejar cinta orang miskin sampai menyatroni rumahnya siang dan malam, coba tanyakan kepada anaknya. Mulai besok, Ibu tidak perlu lagi menghubungi Ibu saya, karena saya akan melarangnya!”

Veli yang mengetahui tentang sepatu kets itu, mendadak gugup. Ia tak ingin Vania mendapat masalah. Kemudian Veli segera mengusir Ardian dan Boy.

Saat mereka berdua pergi, Vania muncul dari tangga dan mengejarnya, tentu saja membuat Anne merasa sangat marah kepada Vania.

“Vania, Veli cepat ceritakan kejadian yang sebenarnya! Jangan sampai kalian yang ternyata berbuat kesalahan ya! Mama akan buat laporan untuk kasus Vania.”

Vania terisak dan kembali ke kamarnya. Sedangkan Veli, kini dia terlibat dengan sebuah kebohongan besar. Kakakkandung Vania berusaha mencari siswa yang merekam video itu dan menghancurkannya, sebelum jatuh ke tangan Ardian.

‘Ya, Gue harus dapatkan rekaman itu, bagaimanapun caranya!’ batin Veli.

Boy dan Ardian berhenti di tepi jalan, Boy melihat bekas tamparan itu dan masih membekas. Tak mungkin Ardian bisa pulang dalam keadaan seperti itu.

“Bro, Lo mau nginap di tempat Gue? Biar Gue yang telepon Nyokap Lo nanti,” usul Boy.

“Nggak perlu Boy, Gue bisa pulang kok. Thanks Bro!”

“Gini, Kita minta anak-anak yang punya rekaman Video saat pertandingan basket kita minta salinannya, buat bukti. Entah dari sudut manapun, yang penting Video itu sampai selesai. Gue yakin orang kaya pasti akalnya licik, Gue udah sering nonton telenovela, pasti begitu.”

Hahaha....

“Gue setuju Bro, nanti malam kita broadcast messages, kasih tahu William, Beni sama Rico.”

“Mampus Lo si Cupu, tamat riwayat Lo! Emak Lo sih, nggak ada angin nggak ada hujan main gampar sohib Gue!” sesal Boy.

Setelah sepakat, kedua sahabat itu berpisah. Ardian yang merasa dongkol, kini harus mencari alasan supaya Ibunya tidak khawatir. Hari ini Dirinya pulang terlambat lagi, terlebih dengan pipi yang memerah.

“Bu, Abang pulang!” sapa Ardian. Imas terkejut, melihat wajah putranya yang tampan ditampar orang, terlebih oleh pelanggannya sendiri.

“Bang, duduk sini biar Ibu obatin!” Ardian terkejut, bagaimana Ibunya mengetahui secepat itu, padahal Ardian sedang merangkai kata supaya Imas tidak khawatir.

Ardian masih tak habis pikir, ternyata nenek sihir itu menghubungi Ibunya, dan mengatakan yang tidak-tidak. “Abang minta maaf ya Bu, Ibu jadi kehilangan pelanggan.” Sesal Ardian.

“Benar-Benar keterlaluan itu Bu Anne, Ibu saja yang melahirkan dan membesarkan kalian bertiga, nggak pernah tega memukul wajah kalian ....” Ardian mendadak sedih saat Ibunya berkata demikian.

“Ibu tahu Abang nggak salah, karena memang Anak gadisnya Bu Anne aja yang ganjen, Ibu akan maju paling depan, kalau ada yang gangguin jagoan-jagoan Ibu.”

Tiba-tiba ponsel Ardian berdering. Melihat nama gadis yang Ia rindukan, Ardian segera berpindah ke kamarnya, setelah memeluk Ibunya.

“Bu, Abang ke kamar dulu ya!”

Imas yang mengangguk sembari tersenyum melihat putranya yang paling misterius. Meskipun Ardian sangat sulit ditebak, tapi ketiga putra Imas bukanlah bocah badung yang merepotkan.

Ardian

[Halo Yang, sorry lama angkatnya! ]

Dista

[Memangnya habis dari mana tadi sama Boy? Di, kenapa pipimu merah begitu? Kamu nggak habis berantem kan?]

Dista khawatir, Ia berpikir kabar buruk yang Ardian sampaikan adalah berita untuk tawuran, mengingat sekolahnya menang saat pertandingan basket tadi.

Ardian

[Senang deh, kalau punya pacar beneran, ada yang perhatian. Makasih ya Yang!]

Dista

[Aku benaran Khawatir Yang, cepat sembuh ya! Besok ceritain, Aku nggak mau tahu!]

Ardian merasa bekas tamparan ini ada hikmahnya, kekasihnya sangat peduli juga perhatian. Dirinya merasa beruntung, memiliki Ibu yang penuh cinta kasih seperti Imas, meskipun Imas bisa saja menanyainya lebih dulu, atau bahkan memarahinya lebih dulu, nyatanya Imas tahu jika putranya tidak salah. Untuk itu, Ardian berjanji akan membersihkan namanya yang telah dicoreng oleh gadis cupu itu.

Boy, William, Beni, dan juga Rico semua bekerja sama mengirim pesan berantai ke banyak siswa. Siapa yang bisa mengirimkan Video full pertandingan basket itu, akan diajak berkencan oleh Ardian selama satu hari.

Ardian

[Gila Lo Boy, kenapa kalian nggak bilang Gue dulu, kalau pakai sayembara, aaahh... Bahlul ente, Gue kesel sama Lo Boy!]

Boy

[Idih Najis, nada bicara Lo jangan kayak belatung nangka Bro, geli Gue dengarnya!]

Hahaha...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!