Di rumah, Vania mendapat omelan habis-habisan dari Anne. Rupanya persoalan sepatu bisa berbuntut panjang. Vania merasa bersalah juga dengan mengatakan kepada Mama nya jika semua salah Ardian. Seharusnya dia bisa menyelesaikan sendiri semua masalahnya, bukan malah menyeret-nyeret banyak orang.
“Vania! Coba katakan yang sebenarnya, Mama ingin dengar langsung dari mulut kamu itu! Kalau kamu terbukti bersalah, kamu akan Mama kirim ke rumah Nenek kamu di Surabaya.” Vania terus terisak, tapi Ia juga tak berani mengakuinya di depan Mamanya.
“Sudah Ma, lagian semua sudah terjadi. Kasihan Vania, jika terus ditekan seperti ini. Lagian Mama juga sudah menampar bocah itu kan!”
Vania terpernjat, penuturan Veli baru saja membuat Mamanya yang kalem dan baik hati mendadak seperti monster, hingga melukai orang lain.
“Ma, benar Mama berbuat begitu? Mama menampar Ardian, anaknya Bu Imas?”
“Kalau iya kenapa? Bocah itu perlu dikasih pelajaran, karena sudah berani mengerjai kamu habis-habisan. Memangnya kenapa kalau dia anaknya Imas? Sudah sekarang kalian berdua masuk kamar, Mama pusing dengan laporan kamu!”
Di kamar Vania bingung, lagi-lagi apa yang diperbuatnya adalah sebuah kesalahan. Vania mencoba menghubungi Maya, dia menceritakan semua kejadian malam ini. Maya pun terkejut, merasa kasihan dengan siswa populer itu yang mendapat semua akibat dari ulah temannya.
Maya
[Lo harus minta maaf Van, apa pun perkataan orang, Lo harus minta maaf karena Lo sendiri yang jelas-jelas mengancam si Ardian itu di depan banyak orang, oh ya Tadi kakakmu ke rumah Gue!]
Vania
[OMG! Maya, serius Gue harus minta maaf? Kan Gue korban di sini gimana sih Lo! wait, Veli ke rumah Lo ngapain?]
Maya
[Kakak Lo minta tolong Gue buat ... ]
Vania
[Buat apa May, buruan katakan!]
Maya
[Sorry Van, Gue nggak bisa bantu Lo juga kakak Lo juga! masalahnya dari yang Gue dengar, siapa yang bersalah akan di tuntut ke jalur hukum, dan Gue diminta untuk mencari Video yang ada Lo di sana, terus ... ]
Tuuttt!!
Sambungan telepon diputuskan oleh Maya. Dia tak ingin dirinya berada dalam masalah jika menyembuyikan sebuah kebenaran. Tanpa video itu pun Maya dan juga seluruh siswa dalam bangku penonton menjadi saksi mata perbuatan Vania. Tetapi jika ada bukti kuat pasti akan bisa menyelamatkan si cowok populer itu.
‘Aduh mana Gue lebih kasihan sama si Cowok itu lagi, ketimbang Vania.’ Diam-diam teman Maya pun mencari siswa populer di sekolahnya dan meminta bantuan tentang Video yang menjatuhkan Vania. Tanpa banyak bertanya, siswa itu membaginya dengan Maya, dengan catatan jika ada yang berubah dalam Video ini, dirinya akan berada dalam masalah.
Video asli yang berdurasi hampir lima belas menit, dimana perubahan sifat temannya sangat terlihat disana. Saat Vania memuja Ardian dari awal pertandingan hingga akhir, Vania malah memaki mereka dengan kata-kata kasar. Maya pun terkejut, secara runtut menyaksikan Video itu hingga akhirnya Ia melihat sosok yang tak asing di sana.
‘I-ini kan Kakaknya Vania, ngapain dia tadi kemari minta rekaman Videonya? Padahal dia ada di belakang sana! Wah nggak bener ini, keluarga Vania.’
...
Keesokan paginya Boy datang dengan sepeda motornyanya, seorang gadis dengan kaca mata itu segera menyusul pria jangkung yang kemarin menjadi incarannya.
“Tunggu!” Maya berlari sembari mengejar Boy yang terus melaju hingga masuk ke gerbang sekolah. gadis itu menjadi tatapan banyak siswa yang sedang melintas hingga Maya berakhir di tempat parkir siswa.
“So-sorry Gue ganggu Lo!”
“Heh, Lo lagi! ada apa?” Boy membuka helmnya dan dirinya kini terlihat sangat tampan tak seperti biasanya.
“MasyaAllah ... ganteng banget anak orang,” ucap Maya denga mulut menganga.
“Woy! Ada apa cepetan! Malah melongo di situ!” Maya yang terkejut dengan suara bariton milik Boy segera membuka tas nya dan memperlihatkan video yang Ia dapat dari temannya semalam. Boy mengambil ponsel gadis itu dan menyaksikannya.
“Wah, Lo dapat dari mana? Sini kirim ke Gue Videonya!”
“Tapi kan Gue nggak punya nomor Lo!”
Dalam hati Maya, bisa berbicara dengan cowok tampan ini dalam jarak sedekat ini membuat Maya berjingkrak-jingkrak dalam hati. Kini mereke berdua telah bertukar nomor, dan Boy telah mendapatkan Video itu dari Maya.
“Oke, thanks! Bilang sama teman Lo si cupu itu, kalau cintanya di tolak, tak perlu memfitnah orang di depan orang banyak. Lo nggak begitu kan?” Boy pun berlalu, dn Maya masih berdiri di samping motor Boy yang terparkir di sana.
“OMG! Ganteng banget itu cowok basket! Aaa....” lirih Maya.
Maya pun kembali ke sekolah dengan hati riang. Namun dia tak mendapati Vania di kelas. Bahkan sampai jam pelajaran pertama telah dimulai.
“Woy May, itu temen Lo si cupu kemana? Nggak masuk?” tanya siswa yang lain.
“Lah, Gue juga nggak tahu! Nanti Gue coba ke rumahnya!”
“Bodo amat, Lo mau ngapain sama bestie lo itu! yang penting nggak ngerepotin orang lain sama bikin malu sekolah aja!” Maya tertunduk sambil mengerucutkan bibirnya. Sekarang dia berpikir apa yang akan dilakukan Vania.
Boy memasuki kelas. Namun Ardian tak berada di bangkunya, Ia bertanya kepada anak-anak yang lain, dan mereka mengatakan siswa tampan itu di panggil ke ruang BP.
“Lo kemana aja sih Boy, baru datang! Tuh si Ardian baru saja di panggil guru ke ruang BP gara-gara peristiwa kemarin, orang tua murid siswa yang di bully melapor dan sekarang Ardian mungkin akan dihukum.
“Wah kacau, Oke Gue ke sana dulu ya!”
Boy berlari sekencangnya, dia meminta siswa yang ada di hadapannya untuk menyingkir atau jika tidak mereka akan tertabrak oleh siswa tampan dan konyol itu.
“Minggir ... minggir ... Boy mau lewat! Boy mau lewat!” mereka semua memberi jalan pada bocah itu. setibanya di lantai Dua, Boy mendapati ruangan BP tertutup dan melihat Ardian berdiri dengan raut wajahnya yang di tekuk.
“Permisi!” Boy pun langsung masuk setelah mengetuk pintu. Setelah mereka berdua bertatapan, Ardian dan Boy memberi kode satu sama lain, tentang apa yang terjadi di dalam ruangan ini.
“Ada apa Boy!” tanya Guru BP.
Boy mengeluarkan ponselnya dan memberi tahu kejadian yang sebenarnya.
“Ardian tidak bersalah Bu, semua yang di tuduhkan Ibu itu tidak benar. Saya sering melihat gadis itu sebelum peristiwa ini,” jelas Boy.
Anne berdiri dan hendak menampar Boy, karena ucapannya menyudutkan Vania. Ternyata gadis cupu itu tidak masuk sekolah, karena mengikuti perintah mamanya untuk meminta Ardian di hukum dari sekolahnya.
Semua kesaksian yang Vania berikan sangat bertolak belakang dengan Video yang baru saja Boy berikan. Juga peristiwa mencurigakan beberapa hari yang lalu Bu, saat gadis itu dengan kaki hitam bau selokan, sama seperti ceceran dengan bekas air selokan di rumah Ardian.
“Jika ibu tak percaya, Ibu bisa tanyakan sama anak Ibu yang lain! lihat dirinya juga berada di sana dan tetap saja menuduh teman saya yang bukan-bukan. Bahkan Ibu juga sudah menampar Ardian!”
Semua yang ada dalam ruangan itu terkejut dengan pengakuan Boy, karena dirinya berada di sana, Boy bersedia di jadikan saksi.
“Bu, saya tidak bisa mentolerir perbuatan Ibu seperti ini! Anda telah melakukan tuduhan yang tidak benar tentang siswa kami, terlebih selama ini Ardian adalah anak yang baik dan berprestasi. Jika Ibu Anne tidak meminta maaf dengan apa yang telah Ibu perbuat, dan tetap memperpanjang kasus ini maka pihak sekolah akan memberikan keadilan penuh untuk siswa kami.”
Ucapan Guru Bp membuat Anne malu, karena dirinya tidak membawa bukti tetapi berani membuat laporan yang tidak benar. Anne pun tidak berniat minta maaf, krena yang dia lakukan adalah upaya perlindungan seorang Ibu. Wanita itu pun berlalu meninggalkan ruang itu bersama Vania.
Ardian pun tidak jadi mendapat hukuman skorsing, karena Boy datang tepat waktu dengan membawa barang bukti dan kesaksiannya dapat menyelamtakan sahabatnya.
“Ardian, Ibu percaya kamu anak yang baik, dan tidak mungkin beruat demikian.” Ardian dan Boy pun pamit dari ruangan itu.
“Gila Itu nenek sihir, Gue nggak nyangka sampai datang ke sekolah. Ada dendam apa sama Gue!” ucap Ardian, “Thanks ya Bro, semoga berkat bantuan Lo tepat waktu.”
“Sama-sama Bro! Lo tahu Gue dapat Video ini dari siapa?”
“Jangan bilang dari temannya si cewek rese itu, hahaa....” Ardian merangkul Boy dan membawanya menuju kantin. Gue haus Boy, bisa kali kita beli es dulu!”
“Hahaa... kok Lo tahu sih! wah parah Lo, bisa nebak dengan benar!”
Ardian dan Boy menghabiskan jam pertama dengan nongkrong di kantin, dan Boy menceritakan semua apa yang Ia lihat waktu kejadian itu.
“Kacau, Nggak bisa dibiarin nih!”
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments