Brak!
Ah, sial!
Afsa membelalak kaget melihat minuman di tangannya ditabrak dan akhirnya tumpah, bajunya pun basah terkena jus jeruk hangat. Untung saja gelas tidak menggelinding dan jatuh. Gelas masih dipegangi oleh tangan Afsa. Hanya saja isinya sudah tumpah akibat tabrakan kuat yang baru saja terjadi.
Mata bulat Afsa yang lebar itu melotot menatap pelakunya yang tak sengaja menabrak tepat saat mereka berpapasan di pintu. Sama- sama tidak melihat lawan.
Cindy balas menatap horor.
“Woi, mata lu nggak lihat apa? Manusia segede ini bisa ditabrak. Badan aja digedein, mata buta!” pekik Cindy dengan muak. “Lihat nih, baju seragam sekolahku jadi kotor!”
Brak. Afsa meletakkan gelas ke meja dekatnya berdiri dengan sentakan kuat. “Dasar bocah cilik nggak ada otak! Beraninya bicara kasar padaku, huh? Kamu pikir hidupmu itu hebat di sini?” Afsa melangkah maju dengan tatapan menghunus tajam, membuat Cindy melangkah mundur.
Betapa Afsa kesal bukan main melihat minuman yang seharusnya membawanya pada peraduan asmara, malah tumpah begini.
Cindy tak menyangka wanita yang dianggap sebagai mama tirinya itu bisa memaki dan menghardik dengan sekeras itu. inilah yang disebut dengan mama tiri, sama seperti gambaran yang selama ini dia dengarkan, bahwa mama tiri itu kejam dan menakutkan. Nyatanya memang benar adanya. Sangat mengerikan.
“Kenapa kamu malah menyerangku? Kamu sudah membuat bajuku menjadi kotor, seharusnya kamu minta maaf padaku!” hardik Cindy dengan nyali sedikit menciut. Menatap wajah Afsa yang sangar, membuatnya seperti menatap sundel bolong saja.
“Hei, setan kecil! Jangan manja dan jangan menjadikan hidupmu tidak ada gunanya ya! Hidup numpang saja belagu!”
“Apa maksudmu? Kamu yang di sini numpang!”
“Hei, aku ini istri sah papamu. Aku lebih berhak dari pada dirimu. Jadi jaga mulutmu, jaga sikapmu dan jaga perilakumu! Jangan kurang ajar!” Mata Afsa melotot sadis saking muaknya.
“Dasar perempuan kejam, seharusnya papaku tidak menikahimu.”
“Hentikan omong kosongmu yang bodoh itu! diamlah atau aku akan mencincangmu!” Afsa memukul lengan Cindy kuat, membuat bocah itu meringkuk ke dinding. “Pergi ke kamar dan tukar bajumu itu, anak pungut!”
Cindy membelalak kaget. Ia heran melihat ibu tirinya yang tiba- tiba berubah menjadi kasar, bahkan sampai mengatainya nak pungut. Ia kemudian menghambur pergi sambil menangis. Tidak ke kamar, melainkan mencari Emir. Dan ia menemukan Emir tengah duduk di ruang tamu sambil memainkan hape nya.
“Papa!” Cindy sesenggukan.
“Hei, kenapa menangis? Siapa yang jahat di sekolah?” tanya Emir melihat putrinya sesenggukan hebat.
“Lihatlah ulah istrimu.” Cindy menunjuk seragam warna biru miliknya yang kotor oleh tumpahan air jeruk. “Dia menyiramku dengan minuman jeruk, lalu memukulku juga. Dia bilang bahwa aku ini anak pungut.”
Emir mengernyit.
“Dia bilang aku ini di sini hanya menumpang, dia mengataiku manja, bahkan juga mengumpatiku dengan sebutan setan!” imbuh Cindy dengan terisak- isak.
“Kamu yakin apa yang kamu katakan kepadaku semua itu benar? Apakah tidak ada kebohongan?”
Cindy terdiam, ragu menjawab. Hampir Sembilan puluh persen pengaduannya itu benar, tapi ada yang dia bumbui dengan kebohongan, yaitu saat mengatakan Afsa menyiramnya dengan jus jeruk. Padahal mereka bertabrakan tadi, bukan sengaja disiram.
“Aku berkata benar,” jawab Cindy.
“Setahuku mamamu itu adalah wanita lembut, kalem, tidak bar- bar seperti yang kau katakan.”
“Papa nggak mempercayaiku?” Cindy menatap Emir kecewa.
“Haruskah aku percaya bahwa Elnara yang lemah lembut itu tiba- tiba berubah menjadi kasar? Pikirkan itu! kalau kamu tidak menyukai mamamu, jangan sampai kamu membuat fitnah! Aku bisa menghukummu! Belajarlah untuk mencintainya! Dia mamamu!”
Kesal tidak mendapatkan kepercayaan, Cindy menghambur pergi sambil menangis tersedu.
Di sisi lain, Afsa yang merasa kalau usahanya sia- sia, bergegas kembali ke dapur, ia membuatkan jus lagi untuk Emir. Kali ini tanpa bumbu apa pun. Ia memberikan jus itu untuk Emir. Tatapannya tertuju ke bibir Meir yang menempel di bibir. Sungguh pria itu tampan dan menggemaskan. Afsa berharap akan bisa mendapatkan Emir.
“Emir!” panggil Afsa dengan lirih.
Emir menoleh, mengembalikan gelas yang sudah kosong ke tangan Afsa.
“Aku boleh melakukan sesuatu?” tanya Afsa.
“Kamu tidak perlu bertanya kalau mau apa pun.”
“Aku sedang sangat merindukan ayahku.”
“Lalu?”
“Aku ingin memeluknya.”
Emir diam saja. ia tahu hal itu tak akan mungkin bisa terjadi.
“Biarkan aku memelukmu, menganggap ini adalah pelukan pada ayah.” Afsa menubruk tubuh Emir dan memeluk tubuh gagah itu erat.
Emir terdiam. Sampai akhirnya ia mengangkat tangan dan membalas pelukan itu.
Dalam hati, Afsa berjanji akan melakukan segala upaya untuk dapat menggantikan posisi Elnara, apa pun caranya.
Beberapa menit berlalu, Afsa akhirnya melepas pelukannya. Tiba- tiba kecanggungan pun menguap. Membuat Afsa bingung, ia pun membawa gelas kosong kembali ke belakang.
Saat kembali dari dapur, ia terkejut melihat Elnara, kembarannya itu melangkah memasuki ruangan depan dengan langkah gontai. Cepat- cepat Afsa bersembunyi dan mengendap pergi sebelum keberadaannya diketahui oleh Elnara.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
sari
licik
2023-02-28
0
⏤͟͟͞͞RL𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
waduuuhhh klo sampai emir benar² gk tau merka kembar buaya ini
2023-02-22
0
Lia Nurhayati
aku takut baca bab2 selanjutmya
2023-02-13
0