Elnara terjaga. Ia terkejut melihat sebuah lengan kekar yang bertengger di atas dadanya.
"Hah?" Elnara spontan mendorong lengan itu menjauh darinya. Ia duduk. Menatap dengan membelalak ke arah pria di sisinya yang dalam keadaan terbaring dengan mata melek.
"Siapa kamu?" kejut Elnara dengan jeritan hebat lalu melompat dari ranjang.
Emir mengernyit saja melihat tingkah istrinya, tanpa memberikan respon. Pria berusia tiga puluh enam tahun itu membiarkan istrinya berekspresi sepuasnya.
Dan dalam sepersekian detik, ingatan Elnara kembali dengan bening, ia menyadari bahwa ia sudah menikah dan memiliki sosok seperti ulat bulu yang lebih tepat disebut suami.
Muka Elnara memerah seketika menyadari tadi bertingkah aneh dan bahkan sempat menanyakan 'siapa kamu' kepada suaminya sendiri. Sesaat setelah bangun tidur, ingatan Elnara belum terkumpul sepenuhnya. Jadinya begini, nyaris seperti orang edan.
Ya ampun, jadi ia tidur seranjang dengan Emir sepanjang malam? Dan apa itu tadi? Lengan kokoh Emir menindih dirinya. Bukankah Emir sudah lebih dulu terjaga? Lantas kenapa dia malah membiarkan lengan besarnya itu berada di atas badan Elnara?
Dasar mencari kesempatan dalam kesempitan.
"Perempuan tidak baik bangun kesiangan. Cepat siapkan air mandi untukku!" tegas Emir seperti tidak ada kejadian apa pun barusan.
Elnara melangkah ke kamar mandi tanpa membantah. Seperti biasa, ia menyiapkan air hangat di bath tub, mengolesi pasta gigi ke sikat gigi.
Emir sudah di posisi duduk ketika Elnara keluar. Dia mendekatkan kursi roda ke sisi ranjang, kemudian mengalungkan lengan Emir ke pundaknya. Posisi itu membuat Elnara seperti sedang dalam pelukan Emir, dan ia membenci posisi memuakkan itu. Tubuh Elnara mesti harus sedikit terhuyung saat membantu tubuh besar Emir duduk di kursi roda akibat keberatan. Kemudian Elnara mendorong kursi roda ke kamar mandi.
Emir melepas kaosnya. Untuk bagian atas, Emir bisa melakukannya sendiri. Tapi bagian bawah, tentu ia kesulitan melakukannya. Dan inilah tugas yang kerap kali membuat Elnara merasa canggung sekaligus stres bersamaan.
Elnara membantu menurunkan resleting celana, lalu membantu membuka celana tersebut. Dia lalu mengelapi tubuh Emir dengan air sabun, dibilas dengan air hangat yang sudah disediakan di bath tub.
"Ngelapnya sampai ke bawah!" titah Emir membuat Elnara terkejut.
Ugh, bawel! Jika tidak ingat dia suami, maka Elnara sudah merendam kepala pria itu ke bath tub.
Wanita itu sedang mengelap bagian perut.
Elnara kemudian menurunkan kain basah ke paha, mengelapnya sampai ke kaki.
"Aku sebenarnya mau mandi. Sejak kemarin kamu hanya mengelap tubuhku. Biarkan aku berendam di bath tub dan merasakan sensasi nikmatnya pijitan air hangat."
Mulut Elnara masih diam membisu saat membantu tubuh Emir masuk ke bath tub, sedikit pun ia tak mau bicara. Ia membiarkan suaminya bermain air untuk sejenak. Lalu ia membalikkan tubuh, membelakangi Emir.
"Ambilkan sikat gigi!"
Elnara mengambilkan sikat gigi.
"Hei, ini mengenai hidungku!" Emir protes melihat ujung sikat gigi yang malah mengenai hidungnya.
"Bisakah kamu mengambilkan barang dan menyerahkannya kepadaku sambil melihat ke arahku?"
Elnara menoleh dan sedikit memundurkan sikat tersebut.
"Maaf," lirih Elnara.
"Aku tidak menyuruhmu membelakangiku!"
Elnara membalikkan kembali badannya hingga menghadap Emir. Apakah ia harus melihat tubuh seksi suaminya begini? Ini menyebalkan sekali.
Usai gosok gigi, Emir menyerahkan kembali sikatnya kepada Elnara.
"Gosok punggungku!" titah Emir.
Huh, Elnara benar- benar seperti sedang mengurus bayi.
Detik- detik seperti inilah yang sangat memuakkan bagi Elnara. Jika Tuhan mengubah aturan bahwa membantah suami itu diperkenankan, maka Elnara sudah melakukannya.
Selesai mandi, Elnara masih memiliki tugas. Ia mencari pakaian untuk Emir, kemudian membantu memasang celana karena pria itu tak bisa memasang sendiri.
"Hei, kamu menyentuh punyaku itu!" Emir menaikkan dagu membuat muka Elnara langsung memerah seketika waktu.
Elnara malu bukan main. Heh, apa yang dia senggol tadi? Kulut Elnara meremang. Ia mengusap- usap punggung tangan yang tanpa sengaja menyenggol benda aneh.
Emir sudah mengenakan pakaian rapi. Celana pendek dan kaos hitam.
Percayalah, Elnara sangat membenci momen ketika ia harus melepas dan memasangkan celana Emir. Sebab ia harus menghindari bagian- bagian sensitif yang bisa saja membuatnya mati berdiri jika menyenggolnya.
Elnara mendorong kursi roda ke ruang makan.
"Pagi papa!" seru Cindy yang sudah lebih dulu berada di ruangan itu. Gadis judes yang memakai seragam sekolah itu tengah makan roti.
"Pagi, anak cantik Papa. Ayo makan yang banyak."
"Aku minta uang jajan ya, Pa."
"Okey." Emir membuka dompet dan menyerahkan uang tiga ratus ribu.
"Makasih, papa." Manik mata Cindy tertuju ke arah Elnara yang tengah menyiapkan sarapan untuk Emir. "Hei, papa nggak suka makan roti pakai selai strawbery kenapa kau olesi selai itu?"
Elnara hanya melirik Cindy tanpa membalas. Ia tetap mengolesi roti, tak peduli dengan ucapaj Cindy. Terserah apa kata gadis judes itu.
"Apa pendengaranmu sudah berkurang? Kenapa kau berikan selai itu untuk papa? Benar- benar tidak berguna, hidup di sini pun hanya membuat sulit saja."
Elnara meletakkan roti ke hadapan Emir.
"Untukmu!" ucap Elnara. Ia sebenarnya gedeg sekali atas sikap Emir yang membiarkan saja sikap putrinya tidak senonoh begitu terhadap orang yang lebih tua.
"Cih, parasit!" cibir Cindy.
"Cindy, common, jangan bersikap begitu! Tidak baik! Kamu harus memiliki attitude pada ibumu!"
Bukan pembelaan dari Emir, tapi Yona yang batu saja muncul.
Cindy tak peduli. Ia melangkah pergi sambil menggerutu, "Kenapa wanita bod*h itu bisa ada di rumah ini. Menjijikkan!"
Elnara melirik Emir di sisinya. Pria itu tampak menyantap makan.
Bersambung
Hayuuk... Siapa yang mau lanjut, cung 👆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Imas Ratnasari
☝cung
2024-01-13
0
Rustan Sarny Apul Sinaga
cung
2023-07-27
0
Etik Puji Astuti
lanjut kk
2023-03-23
0