“Mas Emir, itu di depan ada tamu. Katanya sudah janjian lebih dulu sama Mas Emir!” ucap Yuni yang tergopoh memasuki ruangan.
“Ya. Aku akan segera ke sana.” Emir mengatur kursi rodanya menuju ke pintu.
Melihat hal itu, Elnara bergegas membantu. Ia mendorong kursi roda milik suaminya. Meski sekesal apa pun ia terhadap sang suami, tetap ia melakukan tugasnya merawat Emir dengan sangat baik. Ia menganggap bahwa mengurus Emir adalah merupakan tanggung jawabnya.
Emir melirik Elnara yang mendorong kursi rodanya dengan menoleh ke belakang.
Beberapa detik Emir berada di posisi itu, membuat Elnara jadi salah tingkah dilihatin begitu.
“Ini nanti bisa nabrak kepentok dinding,” ucap Elnara.
Emir memalingkan pandangan, segera menatap ke depan untuk memberi ruang penglihatan yang nyaman bagi Elnara.
Di ruangan utama, dua pria kelemis telah menunggu. Emir berjabatan tangan dengan para tamunya, mereka berbicara mengenai bisnis besar. Sudah ada dua gelas minuman hangat yang disajikan oleh Yuni di meja.
Elnara merasa tak dibutuhkan lagi di sana, ia melangkah hendak meninggalkan ruangan. Namun pergelangan tangannya dipegang oleh emir, pria itu tampak sedang berbicara serius dengan para tamunya, namun tangannya masih sempat menggenggam pergelangan tangan Elnara, menahan wanita itu supaya tidak pergi.
Terpaksa Elnara bertahan, berdiri di sisi kursi roda Emir.
“Tolong ambilkan map di meja kerjaku!” pinta Emir menatap Elnara.
“Map apa?”
“Map warna kuning. Hanya ada satu map yang warna kuning.”
Elnara mengangguk. Ia mengambilkan benda yang diinginkan oleh suaminya lalu segera menyerahkannya.
Emir membuka map, mengeluarkan berkas. Dan terkejut saat melihat dokumen dalam keadaan rusak berat.
“Astaga!” Emir menatap heran pada kertas- kertas yang bentuknya malah persis seperti adonan kue berwarna hijau. Bahkan tidak ada data yang bisa dibaca. Mukanya benar- benar berubah seperti kepiting rebus, malu bukan main. Dia sedang menjadi perhatian para tamunya saat ini.
Bayangkan saja, pembahasan penting dan data yang juga penting dnegan nilai milyaran rupiah harus dihadapkan dnegan dagelan seperti ini.
“Bagaimana Pak Emir?” Tamu menatap bingung dengan dokumen yang malah terlihat aneh itu.
“Mm… Ini sepertinya ada kekeliruan. Bagaimana kalau dua hari lagi kita kembali membahas ini. Akan saya ubah berkas baru untuk kemudian kita bicarakan bersama,” ungkap Emir dengan nada penuh harap.
“Berkasnya hancur? Bagaimana bisa bisnis besar yang kita anggap sangat penting ini terlihat seperti lelucon?” Tamu itu tampak kesal.
“Bukankah seharusnya bapak Emir sudah mempersiapkan semua ini jauh- jauh hari sebelumnya?” sahut yang lain.
“Jauh- jauh kami datang dari luar negeri untuk membicarakan hal penting ini dan Bapak juga mengatakan bahwa berkas sudah siap. Lalu kenapa bisa begini?” Tamu itu menunjuk berkas berbentuk adonan kue di tangan Emir.
Segera Emir meletakkan dokumen ke meja. Lama- lama tangannya dikeroyok semut jika terus- terusan memegang benda itu. Padahal ia sudah mengecek berkasnya dan semuanya baik- baik saja, lantas kenapa bisa begini?
“Kami permisi. Anda sudah membuang waktu kami!” para pria yang mengenakan stelan jas itu berlalu pergi dengan paran wajah yang memerah. Bisnis besar yang seharusnya dibentuk pun batal.
Emir mengepal setumpuk kertas hancur itu menjadi gumpalan, lalu membuangnya ke tong sampah.
“Kacau!” kesal Emir. Ia lalu menatap ke arah Elnara dengan tatapan tajam, membuat Elnara terkejut kaget mendapat tatapan aneh dari suaminya.
“Apa yang sudah kamu lakukan?”
“Apa?” Elnara balik tanya. “Aku nggak melakukan apa- apa.”
“Lihat itu! dokumen milikku hancur! Itu sengaja disiram jus alpukat. Memangnya siapa yang memiliki akses keluar masuk kamar kalau bukan kamu dan aku?”
“Bukan aku. Aku nggak selicik itu hanya untuk menyalurkan kemarahanku padamu.”
“Nah, kamu sadar kalau kamu itu marah dan benci padaku karena ayahmu adalah korban dari tabrakan mobilku. Kamu mau menghancurkan aku, hm? Ini caramu membalas dendam?”
“Aku nggak pernah memiliki niat mendendam sama kamu. Kalau aku ingin mendendam, aku nggak akan mau mematuhimu, mengurusimu, merawatmu dan melakukan apa saja untuk kebaikanmu.”
“Elnara, berhenti banyak bicara! Kamu bersikap patuh padaku karena takut, bukan karena kerelaan. Dan di dalam hatimu, terbesit keinginan untuk mendendam, baik padaku, juga pada seluruh keluargaku.”
Elnara terpaku, tuduhan itu malah akhirnya tertuju kepadanya. Tapi siapa yang sebenarnya sudah menyiramkan jus itu ke dokumennya milik Emir? Sepertinya ini ulah Cindy. Dia sengaja mengadu domba supaya dengan mudah menyingkirkan aku. Pikir Elnara dalam hati.
“Perlu kamu tahu elnara, bahwa penyakit hatimu itu sangat buruk. Dan kamu harus menghilangkan penyakit hatimu. Sekarang akibatnya aku gagal membangun bisnis besar hanya karena ulahmu yang mengedepankan ego!” kesal Emir. “Ayo kemari!” Emir mengarahkan kursi rodanya menuju ke ruangan lain.
Elnara yang tak tahu maksud suaminya pun menuruti saja. Sampai akhirnya ia mengangkat alis menatap Emir yang berhenti di depan pintu sebuah ruangan. Dan baru Elanra sadari bahwa ruangan kecil itu adalah kamar mandi umum ketika ia dimasukkan ke ruangan kecil itu.
“Diamlah di situ sampai kamu mengakui kesalahanmu!” Emir menutup pintu dan menguncinya.
“Emir! Jangan lakukan ini padaku! Aku nggak akan pernah mengakui kesalahanku karena aku nggak pernah melakukan apa pun.” Elnara berseru keras.
Tidak ada jawaban.
“Besok aku ada ujian dan aku harus belajar!”
Tetap tak ada sahutan.
Elnara ingin meninju pintu, tapi sayang jika malah tangan halusnya yang menjadi terluka.
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
sari
kasihan elnara
2023-02-26
0
⏤͟͟͞͞RL𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
ang cctv nya gk ada mak 🤔🤔🤔🤔🤔🤔
2023-02-22
0
atik cahya
kasih an el kaya anak tiri
2023-02-07
0