Tak Menyangka

Elnara menelan dengan susah.  Lehernya seakan tercekat. 

Mampus!  Elnara mengumpati dirinya.  Lagian kenapa pagi- pagi buta begini Emir sudah bangun?  Bukankah seharusnya pria itu masih berpelukan dnegan bantal guling di kamar?

Bahkan penampilan Emir juga sudah kelihatan rapi dengan kemeja biru muda dan celana panjang hitam.  Pun rambutnya sudah kelemis.  Eh, bukankah Emir kesulitan untuk mengerjakan semua itu sendirian?  Lalu siapa yang membantu Emir mandi, memakai baju dan semuanya?

Emir tidak mengatakan apa pun, dia diam saja menatap wajah Elnara.  Entah apa yang ada di pikiran pria itu.

“Awh!”  Elnara merintih merasakan pergelangan kakinya yang sakit sekali saat ia bergerak hendak bangkit bangun.  Kini ia hanya bisa duduk di lantai.

“Dasar nekat!  Ck ck ck…”  Emir menatap ventilasi yang dalam keadaan terbuka.

Elnara memilih menunduk, malas melihat tampang seremnya Emir.  Pria itu kalau marah membuatnya takut saja.  

“Kalau mau marah, ya marah aja.  Aku nggak apa- apa kok.  Udah biasa dimarahin terus.”  Elnara memijit- mijit kakinya yang sakit.  Ia terkejut saat melihat telapak tangan Emir yang terjulur ke arahnya.  Lalu kepala Elnara mendongak, menatap Emir.

“Ayo, kubantu!” ucap Emir.

Elnara mengernyit.  Meski dahi bertaut heran, namun ia tetap meraih tangan itu.  

“Aduduh!”  Elnara tidak berhasil bangkit, ia kembali terjatuh.  Kakinya sakit sekali.  Rasanya ngilu.

“Itu pasti terkilir.”  

Elnara terkejut saat tubuh mungilnya terangkat oleh kedua lengan Emir yang kokoh dan didudukkan di pangkuan pria itu.  Emir mengarahkan kursi rodanya menuju sofa.

Elnara memilih diam dengan tubuh yang malah menjadi kaku saat di posisi itu.

Emir meletakkan tubuh Elnara ke sofa, ia meraih kaki Elnara dan meletakkan kaki itu ke pangkuannya.  Lalu memijiti pergelangan kaki tersebut.

“Apakah tidak ada cara lain selain bertindak seperti kucing dengan melompat dari ventilasi?”  Emir bertanya tanpa menatap Elnara, fokusnya tertuju pada kaki yang dipijit.

“Kamu tega mengurungku dan nggak mau mengeluarkan aku dari sana, terpaksa aku melompat.”

“Tidak akan ada asap kalau tidak ada api.”

Emir masih saja beranggapan bahwa Elnara menaruh dendam di keluarga Emir.  Elnara malas menanggapi.

“Kenapa kamu udah bangun?” Elnara mengalihkan pembicaraan.

“Sebab aku akan mengecek ke kamar mandi, siapa tahu kamu sudah kaku.”

Dih… menyebalkan sekali.  Emir malah berangan- angan kalau Elnara mati kaku.  Dasar suami durhaka!

“Oh… Lalu siapa yang membantumu memasang pakaian?  Bukankah itu tugasku?” tanya Elnara.

“Siapa bilang itu tugasmu?  Tugas adalah sesuatu yang wajib dikerjakan.  Apakah aku pernah mewajibkannya kepadamu?”

Elnara menggeleng pelan.  “Tapi kamu belum jawab pertanyaanku.”

Emir mengangkat wajah, menatap Elnara.

“Siapa yang membantumu memasang pakaian?”

“Mama sedang di rumah sakit menjaga Cindy yang dirawat karena sakit.  Lalu menurutmu, siapa yang memasang pakaianku?”

“Apa yang membantumu adalah cewek yang kemarin itu?”  Elnara membelalak.  

Emir yakin Elnara sedang ingin menyebut Yuni.  “Maksudmu Yuni?  Asisten rumah tangga itu?”

“Iya.  Dia yang bantuin kamu ganti dan pasang baju?  Waduh, gawat dong.  Itu dia bisa melihat atau menyenggol atau ngapa gitu.”

Kepala Elnara sontak ditoyong oleh Emir.  

“Jangan kejauhan kalau mikir!”  Emir memperingatkan membuat Elnara menggigit bibir bawah.  

“Tapi asisten rumah tangga itu kan perempuan, nggak boleh bantuin kamu pakai baju.”

“Jadi… yang boleh melihat dan menyenggol hanya kamu, begitu?”

Muka Elnara memanas.  Ia memalingkan wajahnya yang mendadak seperti kepiting rebus.

“Sebelum kamu ada di sini, aku melakukan semuanya dengan bantuan suster laki- laki.  Tapi saat kamu sudah menjadi istriku, maka aku tidak lagi mempekerjakan suster itu.  Sekarang, apakah menurutmu aku tidak bisa melakukannya sendiri?”

“Kalau begitu, kamu udah bisa ngapa- ngapain sendiri, tanpa bantuanku!”  Elnara terlihat seperti sedang gembira dnegan kabar itu.

“Jadi kamu keberatan melakukan pekerjaanmu itu?”

Elnara sontak menggeleng atas pertanyaan suaminya.  “Bb bu bukan begitu maksudku.  Maksudku, aku jadi punya banyak waktu untuk kampus.”  Elnara tak ingin Emir beranggapan bahwa ia tak sudi merawat Emir, kenyataanya Elnara tulus melakukannya.

“Siapkan makan untukku!” pinta Emir.

“Tapi kakiku sakit.  He he…”  Elnara nyengir.  “Bukan maksud menolak, tapi ini sakit.  Susah jalan.”

“Lakukan sekarang!  Turuti aku!”

Ternyata Emir tidak menggubris perkataan Elnara.  Terpaksa Elnara menurut.  Ia menurunkan kakinya dari pangkuan Emir dan mulai melangkah.

Eh?  Kok kakinya tidak nyeri lagi?  Ini serius kakinya sudah sembuh?  Bukankah tadi keseleo?  Tunggu dulu, berarti pergelangan kaki Elnara sembuh berkat pijitan Emir?  Awah, agaknya Emir bisa dijadikan tukang pijit nih.  

Elnara menuju dapur.  Ia mendapati Yuni yang tengah mencuci piring.  

“Kamu yang namanya Yuni ya?” tanya Elnara sambil bergerak untuk membuat sarapan.

“Iya, Mbak El.  Saya Yuni, asisten rumah tangga di sini.  Kita belum sempat kenalan ya, Mbak.  Ada yang perlu saya bantu?” tanya Yuni ramah.

“Enggak.  Aku terbiasa memasak sendiri.  ini mau masakin Emir.”

“Biar saya bantu, Mbak.”  Yuni meninggalkan pekerjaannya, lalu membantu Elnara.  “Senengnya saya melihat Mas Emir menemukan wanita secantik dan sebaik Mbak El.  Sekilas, saya lihat Mbak El ini tulus sekali mengurus suami.”

“Ah, bisa aja.”

“Mas Emir itu memang terkenal disiplin dan kejam di kantor, Mbak.  Tapi sebenarnya dia itu kalau di rumah penyayang sama keluarga.”

Elnara sama sekali tidak tertarik dnegan perkataan Yuni.  Ia segera membawa hasil masakannya ke hadapan Emir.

Pria itu menyantap makanan dengan menggunakan garpu.  Sesekali meneguk jus yang disediakan.  Kali ini ia boleh berpikir bahwa ia tidak salah pilih istri disaat begini.  Masakan Elnara memang jos.  Bikin perut nagih.

“Kamu boleh pergi ke kampus!” ucap Emir.

“Apa?”  Elnara membelalak.

“Pergilah ke kampus!” ulang Emir.

“Eh?  Jadi hukuman untukku sudah kelar?”  Elnara girang.

“Apa kamu mau aku berubah pikiran?”

“Iya iya.  Ini aku mau pergi.”  Elnara menghambur.  “Yes, aku diijinkan kuliah. Kupikir bakalan mendapat hukuman lebih sadis lagi karena berusaha kabur.  Sebenarnya apa yang ada di pikiran pria aneh itu?”

Kata- kata Elnara itu terdengar oleh telinga Emir, pria itu melirik saja.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Sawiru

Sawiru

sejauh ini ceritanya bgs 👍

2023-07-03

0

sari

sari

lanjut baca

2023-02-26

0

⏤͟͟͞͞RL𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢

⏤͟͟͞͞RL𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢

emir🤔🤔🤔🤔 ku kira kmu sekejam apa gitu

2023-02-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!