Elnara memasuki ruangan dekan, tujuannya adalah untuk membatalkan niatnya menjadi ketua senat. Sebelum semuanya terlambat alias sebelum diadakannya pelantikan.
“Saya ingin membatalkan diri sebagai ketua senat,” ungkap Elnara yang sudah duduk di kursi depan dekan.
Lelaki tua berkaca mata tebal dengan hidung mancung ke dalam itu menundukkan wajah, namun mata melihat ke atas. Kaca matanya melorot akibat batang hidungnya yang tak bisa menjadi penyangga.
“Loh loh, kok bisa?” ucap pria suku Jawa tulen itu dengan logat Jwa kental.
“Maaf, pak. Saya benar- benar minta maaf.” Elnara sungkan sekali, takut dekan akan marah akibat keputusannya yang plin plan, setelah kemarin mengaku menyanggupi, kini malah membatalkan.
“Iya, tapi kenapa? Berikan alasannya!”
“Saya tidak menjamin akan bisa membagi waktu, mengingat waktu yang saya miliki terbatas.”
“Kamu kan tidak mengikuti organisasi apa pun toh?”
“Memang enggak pak.”
“Lah, trus kenapa? Ini sayang sekali loh, sebab kamu itu berkualitas, kamu punya potensi dalam kepemimpinan.”
Elnara bangga sekali mendapat pujian itu. ia mengira akan dimaki dekan saat bicara begini, tapi ternyata malah sebaliknya.
“Ayooo… ndak boleh ragu- ragu begitu, harus percaya diri. Masak sudah mundur sebelum bertarung? Banyak mahasiswa yang memilih kamu loh. Itu artinya kamu berpotensi, kamu berkualitas dan dipercayai.” Dekan meneguk susu hangat.
“Masalahnya saya nggak punya waktu untuk hal- kegiatan berkaitan dengan organisasi ini. Saya takut akan mengecewakan mengingat jadwal saya di luar kampus sangat padat.”
“Walaaah… jadi kamu di luar bekerja?”
“I ii iya… kira- kira begitu,” jawab Elnara gugup. Biarkan saja dekan tidak mengetahui kalau dia menikah, suatu saat nanti juga bakalan tahu.
“Baiklah kalau begitu. Kamu bisa membuat surat pengunduran diri agar wakil yang nantinya maju.”
“Siap, Pak. Makasih banyak.” Elnara senang sekali, pengajuannya diterima dengan baik. Ia bergegas keluar ruangan dengan wajah lega meski setengah hatinya merasa ada yang hilang.
Sebenarnya Elnara merasa sangat sedih meninggalkan dunia senat, sebuah organisasi yang sejak dulu dia inginkan untuk duduk di kepemimpinan. Tapi apa boleh buat, dia terpaksa harus meninggalkannya demi ulat bulu yang mesti harus ditaati. Menyebalkan sekali bukan?
“Hei, ada kabar apa? Kenapa menemui dekan? Trus sekarang mukanya mendadak galau begini?” Wajah cantik serupa dengan Elnara muncul dari arah belakang. Seperti biasa, wajahnya tampak begitu ceria dan bahagia.
“Itu urusanku.” Elnara kembali melanjutkan langkah kakinya.
“Benar, itu urusanmu. Tapi aku mau tau.”
“Hilangkan kebiasaan kepo mu itu.”
“El, kenapa kamu mendadak sewot begini sama aku?” kesal Afsa sambil menarik bahu Elnara.
Seketika itu Elnara berusaha untuk menenangkan diri, ia memang kesal pada Afsa disebabkan kembarannya itu telah menjerumuskannya ke dalam masalah ini.
“Aku nggak bahagia, aku tersiksa dengan pernikahan ini. Aku benci dengan Emir, dan aku harus menghabiskan sisa umurku untuk merawat dia yang cacat.”
Senyum Afsa mengembang lebar. “Hei, selama ini bukankah kamu selalu terdepan di mata semua orang? Bahkan kamu terlihat seperti berlian yang berkilau sempurna, sekali- kali kamu menikmati pahitnya hidup. Jangan maunya yang enak saja. Lagi pula, kenapa kamu harus membenci Emir? Bukankah dia sudah menjadi suamimu? Seharusnya kamu sayangi dia, kupikir sifatmu pasti akan baik terhadapnya.”
“Bagaimana aku bisa menyayangi orang yang telah membunuh ayah?”
“Apa?” kejut Afsa kaget bukan main. Ekspresi wajahnya langsung berubah drastis. Matanya membulat dan urat di wajah mungilnya pun menegang. “Katakan sekali lagi, El. Apa maksudmu? Jadi, Emir adalah orang yang sudah menabrak ayah?”
Elara tercekat. Apakah akan buruk jika Afsa sampai mengetahui kenyataan yang sebenarnya?
“Baik. Sepertinya kamu berada di posisi yang tepat, El. Kamu harus membalaskan dendam kematian ayah,” tegas Afsa.
Elnara menggeleng. Meski ia sangat membenci Emir atas kejadian itu, namun ia tidak memiliki jiwa balas dendam. Kebenciannya adalah manusiawi, namun dendam bukanlah pilihannya. Jika ia mendendam, lalu apa bedanya dia dengan pembunuh itu? Sama- sama jahat. Setidaknya ia memuliakan apa yang namanya pernikahan. Ada banyak aspek dan keagungan di dalamnya, yang dilarang untuk menuai peperangan.
"Kenapa nggak mau membalas dendam? Emir adalah pembunuh, jangan diberi ampun! Dia sudah memutus rejeki yang seharusnya Tuhan kirimkan melalui ayah kita," seru Afsa.
"Tapi kamu yang meminta aku untuk menikah dengannya kan? Artinya aku jadi istrinya dan aku nggak bisa mendendam pada suami. Aku pun berperang batin selama ini, berperang melawan kebencianku ke Emir. Meski begitu aku tetap berjuang untuk menghormati dia, berjuang untuk melawan perasaan benciku ke dia."
"Bodo amat dengan status."
"Justru status itulah yang membuatku harus begini."
"Tapi Emir itu pembunuh ayah, status pernikahanmu ke dia nggak akan mengubah keadaan itu. Dia tetap pembunuh. Dan kamu jangan tinggal diam. Kamu harus membalaskan dendam ke Emir. Kamu harus hancurkan dia. Bila perlu bikin dia cacat seumur hidup. Jangan kasih ruang untuk dia merasa bahagia."
Elnara menggeleng. Pembicaraan tidak akan menemui titik temu. Ia balik badan untuk berlalu pergi.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
sari
itulah karakter manusia walaupun mereka kembar identik tapi sifatnya sama sekali g sama
2023-02-26
0
⏤͟͟͞͞RL𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
jangan² nanti afsa pura² jdi elnara🤔🤔🤔
2023-02-21
0
🍌 ᷢ ͩˡ Murni𝐀⃝🥀
akankah Afsa mau bertukar peran dengan Elnara karena dendamnya terhadap orang yang telah menyebabkan papanya meninggal🤔🤭🏃🏃🏃🏃
2023-01-31
1