Semenjak menikah baru kali ini Nayla kembali menginjakkan kaki di rumahnya yang penuh kenangan bersama orang tuannya. Juga kenangan menyakitkan yang diciptakan dua penghianat di kehidupan yang sebelumnya.
“Nayla!”
Mendengar namanya, Nayla langsung menoleh saat suara perempuan memanggilnya dengan riang. Nila sang ibu datang dari arah dapur menghampiri dan langsung memeluknya.
“Nay ... kamu pulang, Nak.”
“Mama, kangen.” Suara perempuan dewasa itu langsung terdengar manja. Ia balas memeluk mamanya dengan erat.
“Suami kamu nggak datang?” tanya Nila setelah keduanya melepaskan pelukan.
“Dia lagi kerja Mah, tapi nanti katanya mau nyusul.” Nila mengangguk mengerti, lalu mengajak anaknya untuk masak bersama.
“Ayok, udah lama nggak masak bareng Mama. Kangen juga sama cerocosan mulut Mama yang nggak bakalan berenti kalau lagi ngintruksi.”
“Maksud kamu mama cerewet!” Nayla tergelak mendengar nada tidak suka dari mamanya.
“Nggak, bercanda.” Ucap Nayla merangkul mamanya menuju dapur.
Mereka menghabiskan waktu cukup lama, melakukan berbagai hal bersama. Sesuatu yang selama ini selalu Nila dambakan. Dulu anaknya terlampau sibuk dengan kekasihnya Barra dan sahabatnya Maya, lalu sekarang ia menikah membuat keinginan Nila terasa mustahil menurutnya. Tapi nyatanya sang anak lebih memiliki banyak waktu untuknya saat ini.
“Mama senang bisa melakukan banyak hal seperti ini lagi bersamamu.” Ungkap Nila membuat Nayla yang tertidur di pahanya terbangun.
“Maaf, dulu aku terlalu sibuk ya Mah.” Nayla meraih tangan ibunya, lalu menciumnya. Semenjak mengenal Barra dan Maya, waktu kebersamaan antara Nayla dan kedua orang tuanya jadi terabaikan.
“Mama ngerti kok, lagi pula masa-masa mu itu memang dalam fase mengekspresikan diri.” Nayla memeluk mamanya yang sungguh pengertian, hal yang selama ini membuat hubungan mereka tetap tampak harmonis.
“Tapi itu juga ada hikmahnya loh, Mah.” Suara Nayla terjeda, membuat Nila mengangkat alis menunggu. “Mama sama papa jadi banyak waktu deh ... untuk berduaan,” godanya.
“Iya, dan sekarang ada kamu jadi pengganggu.” Nayla menoleh ke sumber suara yang sungguh tak enak didengar.
Dilihatnya sang ayah yang sejak tadi pagi sudah membuatnya kesal karena tidak mau bertemu dengannya dengan dalih sedang melakukan rapat. Tidak bisa diganggu.
Arsyad melihat raut wajah putrinya yang tampak kesal. Hari ini ia pulang lebih awal, senang karena putrinya datang mengunjungi. Namun ia gengsi untuk menunjukkannya, juga ada rasa bersalah karena tidak bisa bertemu dengan putrinya tadi pagi. Rapat itu memang sangat penting dan tidak bisa ia tinggalkan.
“Iya deh, aku pulang.” Ucap Nayla cemberut.
“Papa!” Seketika suara intimidasi dari istrinya terdengar di telinga Arsyad.
“Sudah besar, masih juga suka ngambek,” goda papanya semakin membuat Nayla bersungut.
“Papa sih, bikin aku kaya nggak diharepin tahu!” ekspresi perempuan itu begitu menyedihkan, apalagi ketika ia mengingat hubungan yang selama ini ia jalin. Hubungan yang tidak mengharapkannya, yang hanya dimanfaatkan lalu dibuang.
“Eh, papa cuman bercanda. Jangan anggap serius,” melihat raut wajah anaknya membuat Arsyad merasa bersalah.
“Bercandanya nggak lucu, Pah!” tegur istrinya.
Terdengar bunyi bel dari luar, menciptakan suasana sunyi sejenak.
“Tuan Abimayu datang menjemput, Nona.” Elis datang memberitahu.
“Biar papa saja yang buka.” Arsyad menawarkan diri.
“Nggak usah Pah, biar aku aja.” Ucap Nayla, lalu ia pun pergi melihat suaminya. Sebelum pergi Arsyad mencegahnya untuk meminta maaf.
“Ah Papa, aku juga bercanda kok. Kaya nggak tahu aja sifat anak mu ini.” Ucap Nayla kembali riang membuat Arsyad dan Nila bernapas lega.
Niat Abimayu memang datang untuk menjemput Nayla. Ia menunggu di teras rumah, sungkan untuk masuk walau Elis sudah mempersilahkannya.
“Kenapa nggak masuk, Mas?” akhirnya Nayla datang juga. “Ayo, anggap saja rumah sendiri.” Ajaknya langsung beralih pada kursi roda Abimayu. Mendorongnya masuk.
Perasaan Abimayu yang awalnya tidak enak kini kembali menghangat, pertama karena panggilan itu, dan kedua karena Nayla sepertinya tidak terlalu mempermasalahkan kejadian tadi pagi antara dirinya dan Maya. Membuat embel-embel perempuan lebay yang disematkan oleh Maya untuk Nayla terbantahkan.
“Akhirnya kalian mengunjungi rumah ini.” Arsyad datang setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian rumahan.
“Iya dan untuk ke depannya kalian harus sering mampir di sini. Sekarang ayo kita makan malam bersama.” Ajak Nila ikut bergabung.
Mereka semua duduk di kursi masing-masing, begitu pula Abimayu yang duduk di dekat istrinya. Nila mengambil makanan untuk sang suami, diikuti pula oleh Nayla yang mengambil piring dan memasukkan beberapa menu makanan yang menurutnya cocok untuk Abimayu.
“Makanlah yang banyak, kamu membutuhkan banyak tenaga untuk bekerja.” Nila menambahkan sayuran pada Abimayu.
“Aku juga mau.” Rengek Nayla menampilkan anak mama, ia tidak memedulikan pandangan Abimayu yang kini menatapnya intens.
“Ambil sendiri sayang, itu dekat sama kamu.”
“Nggak mau, maunya di ambil sama Mama.” Kekeh Nayla, ia tidak mau ibunya hanya perhatian pada anak menantu bukan dia yang merupakan anak kandung.
“Kamu ini.” Nila pun memberikan hal yang sama pada piring Nayla juga ditambah dengan makanan kesukaannya berupa steik, membuat perempuan itu cengengesan senang.
Suasana di meja makan itu begitu hangat, sesuatu yang selama ini tidak pernah Abimayu rasakan pada keluarganya. Rasa iri sedikit menggelitik hatinya, entah kapan lagi ia bisa merasakan suasana seperti ini lagi.
“Oh ya, Elis ke mana? Kenapa tidak diajak makan juga?” bahkan mertua perempuannya masih mengingat seorang pelayan, membuat pandangan lain di mata Abimayu. Mamanya boro-boro begitu, ingat anak sendiri saja tidak pernah. Banding laki-laki itu.
“Iya, dimana dia?” Arsyad ikut menanyakannya.
Elis sendiri keluar rumah dengan membawa dua botol air mineral. Satu botol dilemparkannya pada Alex yang terlihat bersandar di samping mobil.
“Minumlah, itu tidak gratis.” Kata Elis dingin.
“Kalau tidak ikhlas kenapa memberiku,” walaupun berkata seperti itu Alex tetap membuka tutup botolnya, ia meneguk karena sudah benar-benar haus. Di mobil stok air minum sudah habis.
Elis mengangkat bahu, semuanya butuh bayaran, butuh timbal balik, tidak boleh terlalu baik.
“Baiklah, suatu saat aku akan menggantinya.” Pungkas Alex, karena ia sudah menghabiskan air dalam botol itu.
“Dan aku juga berhak memintanya kapan pun dan dengan apapun.” Balas Elis membuat Alex merasa dijebak.
“Oh ya, ada pesta yang akan di selenggarakan oleh perusahaan Adison Group besok malam.” Kata Arsyad memulai obrolan ringan saat mereka menikmati hidangan penutup.
“Iya Pah, perusahaan kami juga diundang,” timpa Abimayu, Arsyad mengangguk.
“Rencananya papa ingin Nayla mewakili Arthama Group.”
“Kenapa begitu?” tanya Nayla yang memang malas menghadiri acara seperti itu. Acara ajang pamer untuk kalangan atas dan sosialita.
“Kamu tahu sendiri, papa ‘kan sudah tua. Tidak pantas lagi menghadiri acara seperti itu.”
“Idih, alasan! Bilang aja Papa mau berdua terus sama Mama di rumah.” Cibir Nayla tidak terima akan alasan papanya.
“Hm, kalau iya kenapa?!” Papanya tak malu lagi mengakui, membuat wajah anak perempuannya itu masam. Tapi dalam hati ia sangat senang orang tuannya tampak bahagia dan akur.
Perkataan Arsyad membuat Nila sang istri menyenggol kakinya, sungguh malu sekali karena ada menantunya.
“Kenapa sayang, kau membutuhkan sesuatu?”
Dipanggil seperti itu membuat wajah Nila tampak merona, dan sang anak malah ikut menggodanya.
Abimayu yang melihat keharmonisan keluarga Nayla semakin bertekad untuk menciptakan suasana seperti ini untuk keluarga kecilnya. Tapi pikirannya ikut bimbang, dengan siapa. Maya? Atau— Nayla?
*****
Bersambung...
Maaf baru upload lagi, dan terima kasih sudah tetap mau mengikuti karya author yang update kaya siput🙈
Dan selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan... 🤗😇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Wulan
jangan baper nay, mndng aku aj yang baper
2023-09-24
0
Cahaya yani
masih aj bdoh si abimanyu,,dah di kasih mmpi mlh msih idiot, beuuhhh
2023-07-31
1
Hasan
hmmm calon alex elis ya thor🤔🤔
2023-04-30
1