Maya datang ke kediaman Bhaskara memenuhi undangan dari Abimayu dengan diantar oleh Barra. Abimayu menyuruhnya datang dengan tiba-tiba, momen panahnya dengan Barra terpaksa dihentikan.
Mobil hitam yang mengantar mereka terparkir di depan pagar keluarga Bhaskara yang menjulang.
Burgh.... Barra memukul setir, "Lelaki cacat itu selalu saja mengganggu kita, dia seolah tahu kita sedang bersama!"
"Tenang sayang, ini juga demi kelancaran misi kita."
Maya meraih dagu Barra, mendekatkan wajah mereka lalu berciuman. Amarah Barra runtuh seketika, kehangatan dan kelembutan bibir Maya mampu meredam segala yang ada dalam dirinya. Ia pun meraih tengkuk perempuan itu dan memperdalam ciuman mereka.
"Sekarang aku harus pergi, Abimayu pasti sudah menunggu." Barra dengan terpaksa melepaskan pagutan mereka.
Belum sempurna kaki Maya menampak di tanah, tatapan dingin penuh kekecewaan menghunusnya.
"A-abi—" Maya gelagapan menyebut nama pria itu yang entah kapan berada di sana. Semoga saja dia tidak melihat apa yang ia lakukan dengan Barra tadi. Dan Maya pun berusaha bertingkah biasa.
"Hm ...." Dehemnya menghilangkan keterkejutan. "Abi, maaf aku terlambat." Maya menghampiri Abimayu dengan wajah semenyesal mungkin.
Kekecewaan Abimayu semakin mendalam, dan kini terbesit kemarahan di sana. Bisanya Maya bertingkah biasa setelah ia mempertontonkan adegan mesra mereka. Kaca mobil itu tembus pandang, dan Abimayu tentu tidak buta. Bahkan ia masih bisa melihat laki-laki yang bersama Maya belum beranjak.
Abimayu membuang muka saat Maya menatapnya seolah penuh cinta, tatapan yang selama ini selalu ia tunjukkan. Dan Abimayu baru menyadari kalau semua itu hanya lah topengnya saja.
Laki-laki itu membalikkan kursi rodanya, lalu mendorongnya sendiri masuk ke dalam rumah. Tak ingin lagi ia bertemu dengan perempuan yang sudah berani membohonginya dan apalagi dirinya sangat membenci pengkhianatan.
"Abi." Panggil Maya berusaha mencegah.
"Dia pasti sudah melihat kita." Kata Barra yang sudah berada di samping Maya.
Mereka berdua saling bertukar pandang, lalu mengikuti Abimayu.
Abimayu sudah memasuki rumahnya, sebenarnya ia ingin menutup pintu tapi pergerakannya yang terbatas membuatnya tak bisa melakukan itu. Tak ingin bertemu dengan Maya, ia pun mendorong kursi rodanya menuju lift lantai 2 kamarnya.
Maya melihat Abimayu sudah menaiki lift, tanpa berpikir panjang ia berlari menuju tangga lantai dua. Begitu pula dengan Barra, laki-laki itu juga ikut serta. Sepertinya hari ini mereka akan bertindak.
"Abi, kau kenapa? Bukankah kau yang mengundangku ke mari?" mereka berdua berpapasan tepat saat Maya baru menginjakkan kaki di lantai dua.
Abimayu awalnya tidak ingin menanggapi, tapi karena Maya yang sudah menahan kursi rodanya membuat ia tidak bisa bergerak. Barra terlihat berdiri di tengah-tengah tangga.
"Kau masih menanyakannya? Apa maksud mu bermesraan dengan laki-laki lain?!" nada suaranya terdengar tak mengenakan, tidak ada lagi suara penuh kasih sayang yang selama ini Maya dengar.
Abimayu mengundang Maya sebenarnya ingin memberikan kejutan, ia menyiapkan dinner romantis di balkon kamarnya. Tapi saat ini dirinyalah yang mendapatkan kejutan, kejutan yang pahit. Orang yang sangat ia cintai dengan tulus, tidak benar-benar mencintainya.
"Apa maksud tindakan mu selama ini? kau memberikan ku harapan. Dan sekarang ... meruntuhkannya begitu saja." Suara Abimayu yang berganti lirih menyiratkan banyak kekecewaan. Membangun rumah tangga yang bahagia dengan orang yang ia cintai dan mencintainya sungguh ia dambakan. Keluarga yang saling memberikan kasih sayang dan kepedulian. Dan Maya orang yang menurut Abimayu tepat, ternyata orang yang sama menghancurkan impiannya.
Maya terdiam beberapa saat mendengar tuturan Abimayu, dan Abimayu menunggu jawaban perempuan itu.
Abimayu mengira perempuan itu akan menyesal, namun ternyata tidak. Senyuman sinis tergambar jelas di bibirnya.
"Realistis, Bi! Aku tidak mungkin menjalin hubungan dengan laki-laki cacat, mengorbankan seluruh hidup ku hanya mengurusnya." Sahut Maya, membuat bom besar di hati Abimayu. Hancur berkeping-keping. Tapi dari sini ia menyadari satu hal, bahwa dia lah yang salah. Tepatnya menyalahkan kelumpuhannya. Kalau saja ia tidak lumpuh, menjadi laki-laki tidak berguna, Maya juga tidak akan berpaling darinya.
"Aku masih bisa sembuh, tolong bersabar menunggu ku. Aku sayang kamu May, tolong jangan tinggalkan aku." Mohon Abimayu, kemarahan yang menggerogoti hilang begitu saja, berubah menyalahkan dirinya sendiri.
Tangan Abimayu yang ingin meraih tangan Maya, langsung ditepis oleh perempuan itu begitu saja.
"Aku tidak sesabar itu menunggu kesembuhan mu, bahkan kehadiran mu beberapa tahun ini sudah cukup merepotkan ku!"
"A-apa maksud mu?" tanya Abimayu dengan bibir bergetar.
"Segala keluh kesah mu, menyuruh ku ini dan itu. Semua itu merepotkan. Dan sekarang, kau cacat! Tidak ada perempuan yang ingin hidup dengan lelaki cacat." Maya mengutarakan dengan jelas. Dan fokus Abimayu pada kalimat pertamanya.
"Jadi selamat ini—"
"Ya, aku hanya pura-pura mendengarkan lalu bersimpati. Melakukan ini, itu, sesuai keinginan mu. Dan semua itu ku lakukan hanya karena ...."
"Jangan pura-pura bodoh." Suara Barra terdengar menggelegar, ia datang dengan senyum devilnya. Menurutnya tidak masalah Maya membuka kedok, lagi pula nyawa laki-laki ini tidak akan lama lagi.
"Hahahah, jangan berkata seperti itu. Bhaskara company yang atas nama kita, tidak akan semaju ini tanpa otak pintarnya." Sambut Maya dengan tawa.
"Apa maksud kalian?" teriakan Abimayu tidak mengerti.
"Kau sudah mengalihkan kepemilikan perusahaan atas nama ku, bahkan rumah ini dan semua aset lainnya sudah menjadi milikku." Maya menggenggam telapak tangannya, seolah semua yang ada pada Abimayu sudah beralih pada genggamannya.
"Kau ingat 'kan kedua orang tua mu menunda kepulangan dan berakhir kecelakaan merenggut nyawa, saat itu aku sudah memperingati mu untuk tidak terlalu banyak minum, tapi kau mengabaikan begitu saja. Saat aku memberikan surat pengalihan, kau menandatanganinya dengan senang hati. Padahal aku tidak memaksa loh ...."
Abimayu ingat saat itu, dirinya dalam keadaan kacau. Awalnya ia marah pada kedua orang tuannya yang selalu menunda kepulangan, tapi saat mendengar keduanya mengalami kecelakaan merenggut nyawa membuat ia hancur. Dunianya seolah runtuh, kasih sayangnya pada kedua orang tua tentu saja sangat besar walau sering kali mereka mengabaikannya dengan sang adik.
Maya datang memberikannya kekuatan, mengatakan akan selalu berada di sisinya. Bahkan perempuan itu sudah mengurus surat pernikahan mereka yang tinggal membutuhkan bubuhan tanda tangan darinya.
Dan surat yang Abimayu kira surat pernikahan ternyata adalah surat pengalihan itu. Begitu licik perempuan yang selama ini ia cintai dengan tulus. Tapi parahnya ia yang begitu bodoh saat itu, bahkan sampai saat ini.
Semua kebenaran itu membuat penyesalan yang amat bagi Abimayu, namun tidak ada artinya lagi. Semuanya sudah terlambat.
"Sudah jangan terlalu berpanjang lebar dengannya," Barra menghampiri Maya dan Abimayu di kursi roda.
Maya tersenyum mengangguk. "Tentu saja." Katanya, lalu membawa kursi roda Abimayu menuju tangga.
"Apa yang ingin kalian lakukan." Abimayu memberontak, Barra dengan cepat memukul wajah Abimayu membuatnya agar diam.
"Aku akan membuat semua rasa sakit mu hilang." Ucap Maya di tengah Abimayu yang merintis kesakitan akibat pukulan Barra yang hanya bukan pada wajahnya, tapi juga bagian tubuh lainnya.
"Selamat menuju neraka." Maya mendorong kursi roda Abimayu menuju anak tangga.
Abimayu berteriak meminta tolong, segala upaya ia lakukan, dan semua itu sia-sia. Tubuh dan kursi rodanya saling berbenturan lalu berguling-guling di anak tangga, dan hantaman kuat pada kepalanya membuat darah berceceran di lantai bawah.
Maya dan Barra tertawa puas bagaikan iblis berhati dingin.
"Tolong jangan, tolong jangan ...."
Sejak dari restoran, baik Abimanyu maupun Nayla sama-sama bungkam. Kecanggungan tercipta pada keduanya, mereka tidur saling membelakangi.
Pikiran Abimayu masih berkecamuk membuat ia tak bisa tidur walau telah melihat grafik perkembangan saham berjam-jam. Dan pukul 2 pagi ia baru bisa terlelap, masuk ke alam mimpi bersama Nayla yang tidur di sampingnya dengan pembatasan guling yang ia sendiri simpan dengan dalih kakinya.
Guling itu disingkirkan Nayla, ia terbangun oleh teriak Abimayu. Laki-laki itu mengigau dengan wajah ketakutan, keringat dingin sudah membanjiri tubuhnya.
"Jangan, aku mohon. Tolong ...." Teriak Abimayu dengan mata tertutup, menggerak-gerakkan tangannya.
"Abi, bangun. Sadarlah ...." Nayla menepuk-nepuk pipi laki-laki itu berusaha menyadarkannya.
"Abi, bangun." Usahanya membuahkan hasil, Abimayu bangun dengan napas terengah-engah.
"Kamu mimpi buruk?" suara Nayla mengalihkan perhatian Abimayu, laki-laki itu memandangnya lekat. Lalu beberapa saat kemudian menariknya dalam pelukan. Tubuh Nayla menjadi kaku, dada bidang Abimayu dengan kaos polosnya dapat ia rasakan.
*****
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Kartika Lina
baru nyaho lo.abi,, dibejaan teu percaya atuh da kamu mah
2024-08-19
0
Marlialeeya
flashback kehidupan lampau abi
2024-02-24
1
Qilla
mulek
2023-09-02
0