Sang Antagonis

Sang Antagonis

Waktunya Balas Dendam

"T-tooloong." Seorang perempuan dengan suara lirih menengadah tangan kanannya ke atas, melihat dua manusia yang tengah tertawa begitu bahagia menyaksikannya melayang di udara.

Nayla Arthama, perempuan yang kehidupannya begitu tragis setelah bertunang dengan kekasihnya, Barra Munandra, mulai dari kedua orang tuanya yang meninggal dalam sebuah kecelakaan. Lalu ketika menikah ia dikhianati oleh suami dan sahabatnya, Maya Sulastri, mereka melakukan hubungan gelap bahkan sebelum pernikahan.

Rasa dingin dan kaku hinggap di sekujur tubuhnya, nyawanya kini tinggal di kerongkongan dengan mata yang mulai berkunang-kunang.

Dengan napas yang terengah dan rasa sakit yang tak mampu lagi ditahan, pikiran berkenalan, merutuki dirinya yang lugu, bodoh, terlalu baik, dan mudah percaya pada siapa saja.

Dan baru saat ini, di detik ini, ia menyesal mengenal sosok Barra. Rayuan cinta bak semanis madu menjebaknya dalam kandang cinta yang membuatnya buta. Perhatian palsu dan wajah bertopeng dari Maya yang selalu mengumandangkan sahabat sejati, sahabat setia selamanya, omong kosong belakang.

Dua orang itu menusuknya secara bersamaan dari belakang, sungguh sakit dan kecewa bersamaan. Menyesal telah mengenal mereka.

Setetes air mata jatuh membasahi pipinya, ia masih bisa mendengar gelak tawa dari suami dan sahabatnya itu dengan jelas. Dan masih bisa melihat kalau dua manusia itu tengah bercumbu, memadu kasih dengan berciuman di sana, di atas kapal milik keluarganya.

Nayla memejamkan mata, suara desir angin yang bertabrakan dengan tubuhnya yang semakin memerosot ke bawah begitu nyaring.

"Andai kehidupan bisa diulang...." Gumamnya dengan nyawa yang hampir di ubun-ubun, pasrah.

Bugh...!

Tubuh kaku dan tak bernyawa Nayla memunculkan suara berdebam begitu kuat dan nyaring terdengar. Dua manusia di atas kapal tak memedulikan itu, malah asik memadu kasih mereka yang semakin panas.

Tubuh Nayla tenggelam beberapa saat di air, lalu beberapa menit kemudian mengapung di permukaan laut. Terlihat beberapa ikan predator menghampiri tubuh kaku dengan kulit pucat itu.

*****

"Huhuhu...."

Nayla terbangun dari tidurnya. Nafasnya memburu tidak beraturan, ditambah keringat dingin bercucuran membasahi kening.

Ia mengamati sekitar, ruang kamar luas dengan cat baby blue warna kesukaannya.

Keheranan. Tentu. Bahkan dahinya kini mengernyit.

"Bukankan aku... terlempar di laut?"

Dan seketika, pandangannya jatuh pada kalender dengan gambar kartun favoritnya Elsa. 2020. Tertera dan terpampang jelas di sana.

Nayla beranjak menghampiri kalender itu, benar, ini 2020. Ada lingkaran tinta biru tua sebagai penanda. Dan tertulis tanggal pernikahannya yang tinggal dua minggu lagi.

"A-apa yang terjadi?" Ia menatap jari manisnya yang masih bertengger cincin pertunangan. "Aku kembali ke tiga tahun lalu?" gumamnya tak percaya, lalu berangsur mundur, duduk di tepi ranjangnya.

Tak percaya. Sungguh mustahil. Namun, nyata. Nayla Arthama kembali pada kehidupannya tiga tahu yang lalu sebelum menikah dengan Barra, pria brensek itu. Dan masih berhubungan baik dengan rubah licik, pesilat lidah, wajah bertopeng, Maya Sulastri.

Keajaiban ini memberikannya kehidupan kedua, mengulang kehidupannya. Permintaan yang ia lontarkan dengan pasrah, tak menyangka menjadi kenyataan.

Di kehidupan lamanya, saat permintaan itu diucapkan, ia diseret oleh Barra dan Maya. Menaikkannya ke kapal secara paksa, saat itu ia tak tahu akan dibawa entah ke mana.

Perasaan memang tidak enak, setelah menandatangani surat pemindahan alih waris, harta kedua orang tuannya pada tangan Maya dan Barra.

Ia sudah menolak semampunya, namun paksaan dan siksaan ia dapatkan dari kedua orang itu. Ditambah sifatnya yang lugu, bodoh, lemah, menjadikannya terpaksa menandatangani semua surat pemindahan alih waris itu dengan tangannya yang gemetar dan buku-buku jari yang penuh memar luka, akibat di injak oleh Maya.

Rumah tangga yang dirajut selama tiga tahu itu tak seindah ekspetasi dan tak semanis ucapan Barra yang bagaikan manis kopi bercampur sianida. Tak semerdu ucapan penuh iming-iming kebahagiaan yang dilontarkan Maya, seperti burung hantu yang menyanyi di tengah malam. Sungguh hubungan rumah tangga, persahabatan, yang beracun dan menakutkan.

Pengkhianatan apalagi, mereka berdua ternyata telah menjalin kasih bahkan sebelum pernikahannya di gelar. Asmara terlarang mereka tidak pernah diketahui oleh Nayla, mereka berdua sungguh pandai menyembunyikan hubungan.

Rasa curiga dari kedekatan mereka berduaan tak pernah terlintas dipikirkannya, karena sifatnya yang memang mudah dan sangat percaya pada orang lain.

Dan belum sehari pernikahan itu berlangsung, mereka menampakkan taringnya, menampakkan hubungan gelap mereka secara terang-terangan, menampakkan sifat asli mereka, dan menampakkan ketertarikan pada hartanya.

Selama tiga tahu itu, ia dijadikan pembantu di rumahnya sendiri. Mengerjakan segala pekerjaan rumah, menjalankan segala perintah, sembari melihat keromantisan mereka yang menyesakkan dada.

Dan kembali pada kejadian di atas kapal itu...

"Tidak, aku tidak mau ikut kalian. Tolong lepaskan aku...." Nayla yang tubuhnya lemah tak makan beberapa hari di seret oleh keduanya dengan paksa. "Apa lagi yang kalian inginkan dari ku? Aku tidak memiliki apa-apa lagi... hiks." Lirihnya dengan isak tangis memilukan.

Maya tersenyum menyeringai, "Siapa bilang kau tidak punya apa-apa?" suaranya sungguh terdengar mengerikan, memang dia tidak punya apa-apa bukan.

Dan sesaat itu juga, Nayla tertegun. "Nyawaku?" batinnya tak terucap, membuat tubuhnya semakin lemas.

"Apa kalian juga menginginkan nyawaku, satu-satunya yang ku punya?" pertanyaan itu tertahan di tenggorokan, tak sanggup Nayla ucapkan. Bukan, bukan tak sanggup ia ucapan, tapi lebih tak sanggup mendengarkan jawaban dari kedua orang yang dulu ia sangat percaya. Dan saat ini mereka berdua tak lain seperti dua iblis. Tidak berbelas kasih, tidak punya rasa kemanusiaan.

"Ya, kau memang harus tenang begini. Dan berbahagialah, karena sebentar lagi akan menemani kedua orang tuamu." Terdengar gelak tawa dari Barra, lalu disusul Maya.

Nayla menggeleng, ia masih ingin hidup. Tidak ingin berakhir menyedihkan seperti ini. Tapi sayang, itu dihiraukan oleh keduanya.

Dan ketika mereka sudah berada di haluan kapal dengan tubuh Nayla yang diapit oleh keduanya, Nayla dengan sedikit kemampuannya memberitahu sesuatu yang penting pada Barra.

"Kau tahu, Maya tidak mencintaimu dengan tulus." Ucapan itu sedikit tidaknya mampu melepaskannya dari kedua orang itu yang kini saling menatap. Nayla merasa seperti memiliki harapan.

Kejadian itu tak sengaja ia lihat ketika membeli kebutuhan dapur, dimana Maya tengah bermesraan dan bergelayut manja pada lengan laki-laki yang entah siapa Nayla tidak tahu.

"Dia memiliki laki-laki lain, dan aku melihatnya bermesraan dengan laki-laki itu."

"Abimayu, sayang." Maya cepat menimpali dan memberitahu pada Barra yang tengah mengernyit.

Dan sontak kedua orang itu tertawa, seolah hal penting yang Nayla sampaikan omong kosong belakang.

"Dasar tidak berguna." Barra menendang Nayla, membuatnya semakin mendekati ujung kapal.

"Akhhh."

"Hahaha." Bahagia sekali Maya mendengar rintihan kesakitan itu keluar, sembari berjalan mendekati Nayla.

"Itu benar, aku tidak berbohong. Dia berselingkuh dari mu."

Barra tersenyum, senyuman mengejek. Yang disampaikan Nayla itu memang benar, ia tidak membantah, dan sangat mempercayai. Tapi sayang, Abimayu Bhaskara, kekasih Maya adalah laki-laki kaku yang kesepian dan butuh perhatian. Target selanjutnya untuk mereka menguras hartanya.

Senyum devil tercetak di bibir Barra.

"Ya ya, dan sekarang waktunya kau menjemput kematian mu...." Maya mendorong Nayla tanpa rasa kemanusiaan, tawa menggelegar dari keduanya mengiringi tubuh Nayla yang memerosot ke laut. Mereka berciuman, merayakan misi mereka yang berhasil.

Test...

Air mata jatuh membasahi pipi Nayla saat ini, ingatan kejadian masa lalu itu sungguh mengerikan.

Ia mencekeram selimut pinggir tempat tidurnya dengan kepala tertunduk, raut wajahnya berubah, air matanya tak lagi menetes dan kini terlihat mengering.

Pengkhianatan, rasa sakitnya tiga tahu lalu menjadi dendam yang menyesatkan dada. Ia mengepalkan tangannya.

"Waktunya pembalasan!"

*****

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Fahmi Fahmi

Fahmi Fahmi

nyimak dulu

2024-05-30

2

Hikam Sairi

Hikam Sairi

baca

2024-05-28

2

CaH KangKung,

CaH KangKung,

pecinta time travel....☝️☝️🥀

2023-08-24

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!