Pernikahan Nayla dan Barra tinggal satu minggu lagi, dan beberapa waktu kemarin Elis telah banyak memberikan laporan apa yang ia minta.
Kejadian yang terjadi persis tiga tahun yang lalu, Barra dan Maya di kehidupan ini melangsungkan hubungan gelap. Elis mengirimkan banyak sekali foto kemesraan mereka berdua, mulai di mall, tempat kerja Maya, sampai hotel yang sering mereka kunjungan akhir-akhir ini.
Elis sampai tidak percaya mendapati semua itu, pasalnya, dulu ia juga membuntuti mereka berdua tapi terlihat normal saja bahkan mereka berdua jarang bertemu.
Tapi ini, ketika ia meminta bawahannya menjalankan perintah dari Nayla dan bukan dirinya yang turun secara langsung untuk mengawasi. Bawahannya itu dengan mudah mendapatkan informasi dua orang itu dan mengirimkan beberapa foto kemesraan yang menggelikan setiap harinya.
Mereka melakukan pengkhianatan pada nona nya, dan ketika saling bertemu mereka bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa. Sungguh bunglon berbentuk manusia.
Mereka juga pasti sudah tahu bahwa Elis membuntutinya, makanya Elis tidak bisa mendapatkan informasi apa-apa dan hubungan mereka terlihat normal saja. Nayla mengangguk saat itu, mendapati tanggapan Elis. Itu juga yang ia pikirkan.
Dan sekarang, pagi yang begitu cerah di hari libur. Manusia rubah licik dengan muka bertopeng, tengah berada di dapur bersama Nayla yang tengah membuat brownies.
"Brownies datang." Ucap Nayla girang seperti biasa. Ia mengeluarkan brownies dari dalam oven, menambahkannya keju lalu buah ceri atasnya.
Maya terlihat antusias di atas meja makan, dan Elis berdiri di pojok sebagai penonton. Tak lama kemudian Barra datang menghampiri mereka di dapur.
Nayla kini tengah memeras jeruk untuk membuat jus, tak disangka mendapatkan pelukan dari Barra.
Barra membuat kedua orang itu diam dengan isarat jari telunjuknya, sedangkan dia menghampiri Nayla lalu memeluknya dari belakang.
"Hai, sayang." Sapanya di telinga Nayla.
Elis terlihat memutar jengah bola matanya, "Aktor sandiwara yang ulung," batinnya.
"Eh kamu, kapan datang?" Nayla membalikkan tubuhnya, matanya dan mata Barra berpapasan.
Dengan ujung matanya ia bisa melihat Maya yang diam seribu bahasa, antusias yang ditunjukkannya hilang seketika.
Dalam hati ia menyeringai, "Oh, ada yang panas rupanya." Nayla dengan akalnya yang mulai berubah, memegang tengkuk leher Barra, seperti orang yang sedang ingin berciuman. Maya kini mengepalkan tangannya, terlihat dari ujung mata Nayla.
Dengan rasa cemburu yang membuncah, Maya mengalihkan pandangannya. Lalu melihat brownies buatan Nayla, tanpa berpikir panjang ia memotong brownies itu dalam ukuran besar, lalu melahapnya satu kali secara serentak.
Uhuk... uhuk...
Maya terbatuk dengan wajah merah padam, dan mata yang berair.
Barra dengan refleks melepaskan tangan Nayla yang masih memegang tengkuk lehernya, ia terlihat begitu sangat panik. Sedangkan Nayla menyeringai tipis, begitu pula dengan Elis yang sejak tadi hanya menjadi penonton.
"Itu belum apa-apa dibanding kau mencekik leher ku dulu." Nayla mengingat kejadian masa lalunya, dimana Maya mencekik lehernya karena brownies buatannya terlalu manis. "Sekarang rasakan brownies dengan rasa berbeda dan spesial." Ia menggumam dalam hati.
"Maya, kamu tidak apa-apa?" Barra menepuk bahu Maya pelan.
"Shhhhh, hhhhh... airrr...." Ucapan Maya terdengar tidak jelas karena lidahnya yang terjulur keluar, sembari mengipas-ngipasi dengan tangan.
Barra dengan langkah seribu menuangkan es jeruk yang baru saja Nayla buat, lalu memberikannya pada Maya.
Maya tanpa berpikir panjang, langsung meneguk minuman itu. Tapi baru satu tegukan ia menyemburkan minuman itu dan kembali terbatuk-batuk, bahkan batuknya lebih parah. Dan baru itu, Nayla pun bergerak, bertingkah heboh dan sok panik.
"May... kamu tidak apa-apa?" tanya Nayla dengan sangat khawatir. Ia menyentuh bahu Maya, tapi langsung ditepis oleh perempuan itu.
Maya tidak tersinggung ataupun merasa marah, ia malah mengangkat satu sudut bibirnya. "Sifat asli seperti inilah yang harus kau tunjukkan." Kembali ia berbicara dalam hati.
"Uhuk... uhuk... b-browniesnya pedas, jusnya asin, asam." Beritahu Maya di sela-sela batuknya.
Semua orang membelalakkan mata, termasuk Nayla dan Elis yang sudah tahu sejak awal.
"Masa sih." Barra tidak percaya, ia mencicipi brownies itu. Dan benarlah kata Maya, brownies itu terasa pedas, bahkan sangat pedas.
"Nayla!!!" suara Barra terdengar membentak.
"Upsss... maaf." Kini ia berada di tempatnya membuat adonan brownies tadi. "Aku tidak sengaja memasukkan bubuk cabe, ku kira pewarna makanan yang berwarna merah." Lontar nya dengan mimik wajah polos, dan alis yang turun tanda sangat menyesal. "Sepertinya aku juga salah memasukkan garam pada jus yang ku kira adalah gula." Lanjutnya lagi membuat mata Barra dan Maya terbelalak sempurna.
"Akhhh." Nayla memegang kepalanya yang terasa sakit, setelah ia memberikan lirikan mata pada Elis.
"Nona...." Elis yang sejak tadi hanya melihat keadaan, kini menghampiri Nayla yang tengah berakting sakit kepala. "Sepertinya Anda butuh istirahat, Anda terlalu lelah hari ini."
"Kau benar, aku sepertinya terlalu lelah sampai salah mencampurkan bahan."
"Mari saya antar ke ruang tamu." Nayla pun di papah oleh Elis menuju tempat yang ia katakan.
Mereka pun keluar dari dapur menuju ruang tamu, samar-samar terdengar Maya yang menggerutu.
"Shitt! Hhhhh. Sayang pedas." Suara manjanya mengadu pada Barra.
"Sstttt... jangan keras-keras, nanti mereka bisa mendengar kita."
"Terlanjur terdengar," gumam Nayla yang hanya didengar Elis.
Nayla kini sudah duduk di sofa, sedangkan Elis setia berdiri di samping. Ia sudah menyuruh pengawalnya itu untuk ikut duduk, tapi Elis merasa sungkan dan Nayla pun tidak bisa memaksa.
Dari pintu depan, kedua orang tua Nayla masuk dengan menggunakan baju olahraga dan handuk kecil di bahu, tubuh mereka dipenuhi oleh keringat. Keduanya baru saja berlari keliling kompleks sembari menikmati suasana pagi bersama di hari libur.
"Huuuuh, Papa sama Mama bau keringet."
"Tentu saja, kan habis olahraga." Arsyad menanggapi ejekan anaknya. "Tidak kaya kamu yang malas olahraga." Lanjutnya balas mengejek.
"Hahaha... Papa serius mengatakan itu? Jangankan olahraga, mandi aja Nay jarang." Mamanya ikut menimpali.
"Mamaaaa." Nayla tentu tidak terima, aibnya diumbar. Ia segera melirik pada pengawalnya, melihat apakah dia menertawainya. Tapi untunglah tidak, wajahnya terlihat datar seperti biasa. Tidak ada respon mengejek darinya.
"Oke, aman. Nilai plus untuk wajah kaku pengawal ku." Komentar Nayla dalam hati sembari mengangguk-angguk kecil. Dan dia tidak tahu saja kalau Elis tengah tersenyum sangat tipis, dalam hati ia berkata, "Okee, kebiasaan jarang mandi bukan hanya aku," riak Elis mendapat teman sejawat.
"Eh... Tante, Om, salam...." Ucap Barra dan Maya bersamaan.
"Kalian juga ternyata di sini. Ya, silakan, silakan duduk." Arsyad mempersilahkan kedua orang itu, mereka memang sudah sangat saling mengenal. Dan saling berhubungan baik, makanya kedua orang itu tidak sungkan lagi untuk keluar masuk dari rumahnya. Dulu Nayla senang akan hal ini, karena mereka berdua orang terdekatnya, apalagi Maya yang sudah dianggap saudara sendiri. Tapi di kehidupan ini, ia ingin mengusir kedua orang itu dengan tak hormat, dan tidak lagi menginjakkan kaki di rumahnya.
"Kau juga Elis, kenapa berdiri saja. Ayo duduklah." Arsyad juga mengajak Elis.
"Iya Elis, duduklah. Aku merasa diawasi di rumah sendiri." Nila berlelucon dengan pengawal anaknya itu agar mau duduk.
Elis merasa bingung, dan sangat bimbang. Ia tidak mungkin duduk bersama majikannya, sedangkan ia hanya seorang pelayan yang menjadi pengawal anaknya. Tentu rasa sungkannya tinggi.
"Ayo Elis, jangan menolak." Nayla menarik pengawalnya itu sebelum menolak, dan menuntunnya untuk duduk bersamanya di sofa yang hanya muat dua orang.
Sebenarnya itu adalah tempat yang ingin Barra duduki, tapi kini diisi oleh Elis. Ia pun terpaksa duduk di sofa yang lain bersama Maya dengan rasa canggung.
"Oh ya, laporan mingguan kemarin sudah kamu kumpulkan Barra?" tanya Arsyad mengenai pekerjaan.
"Sudah Om, nanti aku akan serahkan."
"Ya, tolong secepatnya. Karena aku mendadak harus keluar daerah dua hari lagi."
Mata Nayla terbelalak, dulu ia tidak memberikan respon apa-apa ketika papanya mengatakan itu, karena menganggap itu hanya perjalanan biasa yang dilakukan papanya seperti biasa. Tapi tidak di kehidupan ini, karena dua hari lagi itu adalah waktu dimana kecelakaan kedua orang tuanya sampai merenggut nyawa. Dan lima hari kemudian, ia melangsungkan pernikahan karena desakan dari Barra agar ia tidak lagi sedih dan merenungi kematian kedua orang tuanya.
"Dua hari lagi Om dan Tante akan pergi?" tanya Maya, nadanya penuh maksud. Di kehidupan lama Nayla tidak melihat itu, tapi di kehidupan ini, sungguh jelas maksud terselubung dari pertanyaannya itu.
Pikiran Nayla berkelana pada kejadian sebelum kematiannya di atas kapal, sangat jelas di ingatannya kalau Barra mengatakan padanya untuk berbahagia karena sebentar lagi akan berjumpa pada kedua orang tuanya.
Nayla terlihat shock dengan dugaannya, buru-buru ia memperbaiki mimik wajahnya.
"Pasti kematian papa dan mama buka kecelakaan semata." Duga Nayla dengan mengaitkan beberapa kejadian yang membuat dugaannya itu kuat.
"Hm, kejadian yang sama tidak akan lagi terulang." Nayla bertekad merubah keadaan.
*****
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Diah Susanti
diatas panggilnya om, ini pah🤔🤔🤔🤔🤔
2024-05-21
1
Erni Kusumawati
keren sih kalo Nay bs merubah keadaan
2023-04-30
1
ria aja
ayo nay jgn sampai ke ulang kmbali kisahmua
2023-04-17
2