Salah satu hotel keluarga Arthama kini telah terhias dengan begitu mewah nan elegan dengan warna dominan merah dan gold sesuai keinginan Barra. Ruangan penuh dengan kelopak mawar merah yang telah tersusun sedemikian rupa.
Nayla menuruni anak tangga dengan tampilan memukau, gaun putih dengan manik-manik kristal seolah ikut memancarkan aura kebahagiaan, rambutnya di sanggul ke atas dengan dihiasi mahkota. Bibirnya tersenyum tipis, namun matanya berkaca-kaca. Hari yang ia tunggu-tunggu akhirnya tiba, menjadi ratu walau dalam sehari.
Elis, mengiringinya menuruni anak tangga. Perempuan itu tak bisa membendung tangisnya, wajah datar yang selalu terpampang kini musnah, meratapi kehidupan nona nya yang begitu tragis.
Di bawah sana, Barra menunggunya dengan memakai tuxedo yang membuat tampilannya semakin memukau. Maya sahabatnya berdirinya di atas panggung dengan memegang mik, melemparkan senyum secerah bunga matahari bermekaran.
Ia digiring dengan lembut menuju tempat pengucapan janji suci, Maya dengan mik ditangannya berseru riang menampilkan kenangan masa pacarannya dengan Barra di layar besar. Para tamu undangan menontonnya dengan bertepuk tangan.
Pengucapan janji suci yang lantang menjadikan hubungan keduanya sah sebagai suami istri, Nayla menangis sedih sekaligus bahagia dalam waktu bersamaan.
"Sekarang kamu adalah istriku dan akan mencurahkan seluruh kebahagiaan padamu." Barra mengecup kening Nayla dengan lembut dan kasih sayang.
"Papa sama mama dengarkan, aku akan bahagia dan semoga papa dan mama tenang di sana." Nayla melemparkan senyum tulusnya pada Barra, suaminya yang sangat ia cintai.
"Nona!" Elis menepuk pundak Nayla yang tengah melamun di depan cermin rias.
"Ah, Elis." Perempuan itu terlonjak kaget memegang dadanya, ingatan di kehidupan sebelumnya membuat ia berkelana di masa lalu.
"Sayang, ayo turun. Calon suami mu sudah menunggu di bawah." Nila masuk dengan menampilkan seulas senyum, matanya terlihat sembap karena tangis bahagianya.
Nayla berbalik membalas senyuman ibunya, "Bersiaplah dengan kejutan Barra Munandra!" gumam Nayla. "Maaf mah, pah, hari ini aku sedikit mempermalukan kalian." Batinnya.
Nayla menuruni anak tangga dengan gaun dan riasan yang sama di kehidupan sebelumnya, juga dengan interior hiasan hotel, semuanya terlihat sama, Maya juga berada di atas panggung dengan memegang mik.
Bedanya sekarang, ia tidak lagi hanya diiringi oleh Elis tetapi ibunya juga. Dengan sang ayah yang menunggu di bawah sana, tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
Kini Nayla digiring ayahnya menuju Barra yang menatap menyambutnya dengan suka cita, begitu pula iringan pandangan Maya yang tersenyum dengan mode amat tulus.
"Jika di kehidupan sebelumnya aku sangat senang dengan tatapan dan senyuman itu, sekarang rasanya muak ingin muntah di wajah kalian." Nayla rasanya benar-benar ingin muntah.
"Dasar bunglon!" desis Elis menahan tangannya agar tidak menampar senyum palsu Barra.
"Baik para tamu undangan sekalian, marilah kita saksikan momen manis kedua mempelai saat menjalin kasih." Maya berseru riang, para tamu undangan bertepuk tangan heboh tidak sabar menyaksikan.
"Sayang, kenangan ini kusiapkan untukmu." Barra terlihat bangga mengatakan itu.
"Oh ya..." kekeh Nayla, wajahnya pura-pura ikut tidak sabaran.
"3... 2... 1...." Instruksi Maya.
"Hah!" Tamu undangan tercengang.
"Apa ini? Sungguh memalukan."
"Hei... bukankah itu, wanita yang memegang mik?!"
"Aku tidak menyangka Maya menikung sahabatnya sendiri."
"Iya, padahal Nayla sudah sangat berbaik hati padangnya. Menganggapnya saudara dengan tulus."
"Barra juga laki-laki bejat ternyata."
Bisik-bisik kebingungan yang merupakan sebagian dari kolega, dan relasi ayahnya dan ayah Barra, tuan Darian. Juga dari beberapa teman-teman satu universitas mereka yang berkesempatan datang.
"Kenapa begini?!"
"A-apa yang terjadi?"
Barra dan Maya tak kalah terkejut, keringat dingin mengguyur tubuh mereka. Sungguh di luar dugaan, adegan mesra berpegangan tangan, ciuman memabukkan, dan mereka berdua yang masuk ke dalam kamar hotel terpampang jelas di layar besar sana.
"S-sayang, i-ini tidak seperti apa yang kamu lihat. Aku bisa jelasin semuanya."
Nayla tersenyum sinis, "Apa lagi yang akan kamu jelaskan Barra?! Semuanya sudah terpampang jelas di sana." Suara Nayla meninggi, sedikit tercekat. Ia menatap Maya dengan perasaan hancur.
Rasa hancur karena dikhianati tetap ada, apalagi dilakukan oleh dua orang yang ia sayangi dan sangat percaya. Perasaan itu juga merobohkan tembok persahabatan dan kepercayaannya.
Maya di sana cepat-cepat turun dari panggung, hinaan demi hinaan susul menyusul diberikan padanya dan Barra. Namun, ia tidak peduli, karena yang terpenting sekarang adalah mempertahankan kepercayaan Nayla.
Rasa yakin mendapatkan kata 'maaf' setelah memberi beberapa penjelasan, membuat ia berani menghampiri Nayla.
"Tolong jangan sentuh aku, jangan dekati aku." Nayla mundur dengan mengangkat tangannya.
"Mereka sungguh tidak tahu malu." Orang-orang masih mencemooh, dan menatap kasihan pada Nayla si gadis lugu.
Barra menggeleng mengangkat tangannya, ingin menggapai Nayla, namun tangan kokoh segera menghentikannya.
"Aku tidak sudi kau menyentuh Putri ku." Arsyad maju dengan urat-urat di lehernya, mati-matian iya menahan amarahnya yang menggebu. Lalu menghempaskan tangan Barra begitu saja. Di sisi lain, Elis menahan Maya agar tidak mendekati nona nya.
"Lepaskan Elis! Kau hanya pelayan di sini!" bentak Maya arogan, menekankan kata pelayanan agar Elis mengetahui batasannya.
"Cukup, aku tidak memberikan ijin kau membentak pelayan ku." geram Nayla.
"N-nay.... aku bisa jelasin, i-ini semua tidak benar, semuanya hanya fitnah."
"Fitnah?!" Nayla menarik tangan Maya, membawanya menatap sekeliling. "Dengarkan penilaian mereka semua, ini fitnah atau tidak."
"Fitnah bagaimana? buktinya sudah sangat jelas."
"Yeah, dan aku tidak mengharapkan video luar biasa ini di hari pernikahan sendiri."
"Aku tidak akan dekat-dekat dengan wanita itu, dia sangat licin menusuk dari belakang."
"Ini akan menjadi viral."
Tangan Maya dilepaskan dengan kasar, matanya bergerak tidak menentu memindai sindiran dari mulut ke mulut.
"Om... semua ini tidak benar." Barra masih mengelak.
Arsyad mengepalkan tangannya, masih bisa Barra mengatakan kebusukan itu.
Bugh!
Bogem mentah mendarat mulus di pipi Barra, satu dua orang menjerit tertahan. Barra mendongak melihat pelakunya, darah segar keluar dari sudut bibirnya.
"A-ayah."
"Dasar anak kurang ajar, apa yang kau lakukan?! Kenapa kau mempermalukan keluarga." Darian, ayah Barra kembali memberikan bogem mentah pada anaknya.
"Tuan Darian, tolong tenangkan diri Anda." Arsyad berusaha menengahi, banyak kenalan mereka yang melihat. Ya, walaupun iya sendiri marah bahkan sudah sampai ke ubun-ubun.
Darian menghentikan dirinya, napasnya memburu. "Sudah Pah, banyak yang lihat." Mama Barra ikut menengahi, menatap tajam pada anaknya.
"Kami minta maaf atas kekacauan ini, Tuan Arsyad." Darian berucap dengan penuh penyesalan.
Arsyad menghela napas, "Saya tidak mengharap permohonan maaf Anda Tuan Darian, tapi yang pasti pernikahan ini dibatalkan."
Barra menggeleng tidak terima, sedangkan Maya sudah berlari keluar, lantaran malu. Apalagi mendengarkan perkataan Nayla, "Persahabatan kita sudah selesai, aku tidak ingin lagi dikelilingi oleh orang-orang penghianat seperti kalian. Dan selamat telah mendapat bekas ku, perempuan murahan dengan laki-laki bejat! Pasangan serasi bukan?! dan ya... jangan bermain peran dengan topeng mu." Nayla menatap rendah, penuh cemoohan.
Maya mengepalkan tangannya, ia tidak terima dengan penghinaan ini. Dan heh, sejak kapan perempuan naif itu bisa berkata seperti itu.
"T-tuan Arsyad, kerja sama ki—"
"Dengan pengkhianatan ini saya juga membatalkan kerja sama kita." Arsyad dengan tegas mengucapkannya.
"T-tidak Om, jangan seperti ini."
Permohonan Barra tidak di dengar oleh Arsya, laki-laki itu melenggang pergi menghampiri anaknya, lalu menyuruh sang istri yang tampak schock membawa Nayla ke salah satu kamar hotel. Sedangkan dirinya pergi ke atas panggung mengucapkan permohonan maaf atas kekacauan yang terjadi.
Barra dan keluarganya sungguh merasa malu, bahkan wajahnya dengan sengaja di tutupi dengan satu tangan. Lalu berjalan keluar, meninggal hotel.
"Arrghhh... dasar ******, murahan, bajingan. Berani sekali dia mempermalukan ku di depan semua orang!!!" Maya mengamuk, melempar semua barang-barang di atas meja rias nya.
Matanya merah penuh kebencian, "Aku tidak akan diam saja, ya... tidak akan diam saja, hidupmu tidak akan tenang Nayla Arthama!!!"
*****
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Nurul Huda
serapat rapatnya orang menutup bangkai pasti tercium juga begitulah maya dan barra.kalian pikir perselingkuhan kalian gak akan terbongkar dannkalian pikir nayla itu irang lugu polos dan mudah kalian tipu gak akan lagi.dan selamat menikmati kehancuran kalian berdua.
2023-08-10
4
Erni Kusumawati
Ayo Nay.. buat mereka menderita krn sdh bermain-main dgmu
2023-04-30
1
ria aja
hati2 nay jgn sampai mereka menyewa org lagi
2023-04-17
1