Tak apa jika sesekali kamu merasa terluka, terbakar, dan lelah. Namun, saat itu semua selesai, kamu harus kembali lagi pada peraduanmu, jangan biarkan kesempatan itu melewatimu begitu saja. Lupakan apa yang ada di masa lalumu, cukup jadikan pelajaran dan jangan berlarut di dalamnya. Ada masa depan yang menantimu di depan mata.
"Bil.. Bangun dong! Udah mau subuh nih!" Ashila bangun lebih dulu, dia membangunkan Nabila untuk melancarkan aksinya.
"Hmm.. Apa sih, Cil! Gue baru merem ini, udah lu bangunin aja!" kesal Nabila.
"Ehhh..! Udah cepet bangun! Gue pengen bikin sarapan buat kita semua," ucap Ashila membuat Nabila membuka matanya dengan paksa.
"Gilak lu ye! Udah balik tengah malem, sekarang gangguin gue cuman mau bikin sarapan! Liat dong jam di dinding, jam 3 pagi mah sahur bukan sarapan!" omel Nabila, membuat Ashila cemberut dan menghela nafas berat.
"Udah sana! Gue masih ngantuk Ashila binti Solihiiiinnn..!"
Nabila kembali memejamkan matanya, namun sikap Ashila yang seperti itu membuat Nabila tak tega. Dia kembali membuka selimutnya dan menoleh pada Ashila.
"Jadi apa mau lu?!" tanya Nabila membuat Ashila lompat kegirangan.
"Gue mau bikin sarapan special! Mmm.. Gue mau nyoba sedikit buat buka hati gue perlahan," lirih Ashila.
"Alhamdulilah.. Bismillah aja, Cil. Insya Allah kalo jodoh gak akan kemana, pasrahkan aja semuanya sama Allah ya!"
Nabila memeluk Ashila, lalu mereka bersiap ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Posisi dapur memang terhalang oleh ruang tengah, disanalah Riki dan Defri tertidur. Karena Arya dan dokter Andra di sofa ruang tamu.
'Yaa Allah, ampunilah dosaku. Karena terlalu mencintainya, hamba lupa untuk mencintai-Mu lebih dari cintanya. Mungkin ini adalah teguran darimu, hamba janya berharap agar dia selalu bahagia dalam hidupnya. Karena bagi hamba, kebahagiaannya sudah cukup,' lirih Riki dalam do'anya.
Deg!
Nabila dan Ashila terdiam, mereka bisa melihat dan mendengar dengan jelas do'a yang dipanjatkan oleh Riki. Cukup lama mereka terdiam dengan pikirannya masing-masing.
"Bil, kita kan mo ke dapur! Bukan ngintip si Abang!" Ashila menarik lengan Nabila.
Akhirnya mereka berdua berada di dapur. Ashila berniat akan membuatkan nasi goreng kuning kencur, menu sarapan yang selalu ada dirumah keluarga Ashila. Sedangkan Nabila membuatkan sambal tempe, makanan yang sejak dulu sangat di sukai oleh Riki.
"Ekhem!" Riki berdehem membuat keduanya terperanjat kaget.
"Astagfirullah!" pekik Nabila dan Ashila bersamaan.
"Hehehe, maaf! Tapi Abang boleh minta minum? Abang haus.." ucap Riki.
Nabila terdiam cukup lama, hingga Ashila menyenggol lengannya. "Itu minta minum! Malah di anggurin," omel Ashila.
Dengan sedikut gugup, Nabila menuangkan air putih kedalam gelas dan ditambahkan dengan sedikit air hangat.
"Kamu masih inget kebiasaan Abang," Riki menerima gelas dari Nabila dan ucapan Riki membuat Nabila kembali terdiam dan hanyut dalam pikirannya masing-masing.
Usai minum, Riki kembali ke ruang tengah dan memejamkan mata. Sedangkan Nabila dan Ashila kembali bergelut dengan masakan masing-masing. Pukul 4.30 pagi, adzan subuh berkumandang. Bu Halimah terbangun, dia mencium wangi masakan.
"Masya Allah, rajin bener! Mau ke sawah? Jam segini dah masak aja!" ledek Bu Halimah.
"Tau nih, Bu? Acil lagi kesambet jurig masak! Makanya dia semangat banget," Nabila menimpali ledekkan Bu Halimah.
"Katanya suruh cari jodoh! Pan ini bagian dari perjalanan mencari jodoh!" jawab Ashila dengan asal. Hingga membuat mereka terkekeh.
"Udah adzan ya? Sholat berjama'ah aja, soalnya kalo ke mesjid kesiangan!" ketiganya terdiam saat mendengar obrolan dokter Andra dan Riki.
Mereka pun bersiap untuk sholat berjama'ah, kecuali Aisyah yang belum juga keluar dari kamarnya. Padahal sudah berulang kali, Nabila dan Ashila membujuknya. Akhirnya mereka sholat subuh berjama'ah dan dokter Andra yang menjadi imamnya.
Bu Halimah menitikkan airmata saat mendengar lantunan merdu suara dokter Andra, ini adalah hal yang tidak pernah dia lakukan saat bersama mantan suaminya dulu. Rasa kagum dalam dirinya terhadap dokter Andra semakin dalam. Hanya saja, perempuan dengan trauma di masalalu ini memiliki ketakutan untuk menjalin hubungan baru.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Dokter Andra, Riki dan Defri melanjutkan dengan dzikir pagi. Begitupun ketiga perempuan yang menjadi imamnya.
Diruang tamu, Arya menatap pedih suasana itu. Begitu pun Aisyah yang baru saja keluar dari kamarnya. Tanpa sengaja, mata keduanya bertemu dan memancarkan kepedihan yang mendalam.
'Andai saja.. Kita tak berbeda..' batin Aisyah dan Arya.
Pagi itu, untuk pertama kalinya dalam hidup Bu Halimah merasakan kehangatan sebuah keluarga. Dimana meja makan ramai oleh anak-anak dan dokter Andra yang tengah bercanda tawa.
"Jadi Aluna sekarang TK ya?" tanya dokter Andra pada Aluna.
"Iya Om! Dede sekarang TK, sebentar lagi dede besar dan masuk SD kaya kakak. Tapi Dede gak mau sekolah, soalnya temen Dede nakal," gadis kecil itu mengungkapkan perasaannya.
"Lho kenapa gak mau sekolah? Memangnya Aluna gak punya cita-cita ya?" dokter Andra mengusap kepala gadis kecil itu dengan lembut. Sedangkan Bu Halimah hanya menyimak sambil menyiapkan piring.
"Punya dong! Dede mau jadi dokter, biar obatin Abah kalo sakit!"
"Hebat! Kaya Om dong, ya! Om kan dokter!" bangga dokter Andra. "Terus kenapa gak mau sekolah? Kalo jadi dokter itu harus sekolah dulu dong!"
Gadis kecil itu menunduk, dia terlihat seperti menahan airmatanya. "Dede malu, kata temen-temen, Dede gak punya Ayah. Soalnya temen-temen Dede dianter jemput sama Ayah, kalo Dede kan sama Pak Rahmat," akhirnya tangis gadis kecil itu pun pecah. Begitu pun dengan piring di tangan Bu Halimah yang terjatuh begitu saja ke lantai.
Ashila segera membersihkan pecahan piring itu, namun segera digantikan oleh Defri. "Biar Abang aja!"
"De Una! Bilang sama Kak Acil, siapa yang ngomong gitu?! Biar Kak Acil jewer telinganya sampe lepas!" kesal Ashila.
"Maafin Ibu ya, De. Ibu gak tau kalo Dede suka di ledekin temen-temen. Maaf ya, Nak!" Bu Halimah mencoba mengambil Aluna yang kini berada di gendongan dokter Andra. Namun gadis kecil itu menolak, dia semakin memeluk dokter Andra dengan erat.
"Om dokter, mau gak jadi Papa Una?" tanya gadis itu sambil menangis.
"Una! Udah dong! Kasian Ibu! Kok kamu gitu!" kesal Inara dengan mata yang berkaca-kaca.
"Ssttt.. Udah.. Udah ya! Kasian Ibu, lho.. Liat Ibu jadi sedih," dokter Andra mengusap airmata di pipi Aluna dan mengusap kepala Inara dengan lembut.
"Sarapan pagi dulu! Setelah ini Om dokter mau ngobrol sama Ibu boleh?" tanya dokter Andra pada Alunda dan Inara. Kedua gadis kecil itu menganggukkan kepalanya.
Mereka sarapan dalam diam, karena kondisi semakin canggung. Pukul 07.00 pagi, Riki, Arya dan Defri harus kembali ke Kodam. Sedangkan ketiga gadis itu bersiap-siap untuk bekerja. Usai mereka pergi, dokter Andra mengajak Bu Halimah untuk bicara empat mata. Sedangkan Aluna dan Inara sudah diantarkan oleh Pak Rahmat, sopir keluarga Bu Halimah.
"Gimana mobil kamu? Masih suka mogok?" tanya dokter Andra berbasa basi.
"Mm.. Kayaknya sekarang enggak, kan tempo hari dibantu dokter buat service ke bengkel. Lagian saya gak begitu paham permobilan. Makanya mobil lebih sering dipake Pak Rahmat buat anter jemput anak-anak dan Emak sama Abah," jawab Bu Halimah.
"Jangan kaku begitu dong! Kita santai aja, enjoy ya, Neng Halimah!" ucap dokter Andra membuat pipi Bu Halimah memerah karena malu.
Sejenak keduanya terdiam, "Aku duda beranak 3, Neng. Kehidupan rumah tanggaku hancur karena orang ketiga. Mantan istriku, diam-diam bermain dibelakangku. Lebih ngeri nya, dia berselingkuh dengan petugas kebersihan ditempatnya bekerja. Bukan aku merendahkan, hanya saja aku yang merasa di rendahkan," ucap dokter Andra membuat Bu Halimah menoleh.
"Kaget ya? Sudah aku bilang, kisah kita sama, Neng! Hehehe..."
"Aku tau bagaimana rasanya, Neng. Bahkan rasa sakit itu mungkin akam sulit disembuhkan. Tapi jika kita tidak mencobanya, bagaimana kita bisa menata masa depan, bukan? Sekarang aku tanya, apa prioritas kamu?" dokter Andra menatap Bu Halimah dengan dalam.
"Prioritasku saat ini, cuman anak-anak. Dan yang aku utamakan hanyalah anak-anak," jawab Bu Halimah lalu menunduk.
"Kalo gitu.. Wujudkan keinginan anakmu, Aluna.. Aku mau jadi Papa mereka, bukan karena hal itu yang utama.. Tapi.. Hatiku memilih kamu sejak pertemuan pertama kita," ucap dokter Andra sambil meraih tangan Bu Halimah.
Jantung Bu Halimah berdegup kencang, begitu pun dokter Andra. " Tapi dok.. Maksud aku mm.. Apa semua itu mungkin? Aku gak tau harus jawab apa," lirih Bu Halimah.
"Gak usah di jawab sekarang, Neng Halimah. Sholat istikharah saja dulu, Aa juga akan ikhtiar. Bagaimana kalo minggu ini, Aa ajak Neng dan anak-anak juga anak-anak Aa buat liburan. Kebetulan Aa akan ada acara seminar di Tegal. Anggap saja sebagai latihan untuk mendampingi Aa nantinya. Apa Neng Halimah bersedia?" tanya dokter Andra yang mulai mengubah nama panggilannya.
"Aku harus izin dulu sama Abah sama Emak.. Sama anak-anak juga..Insya Allah kalo diizinkan, aku bersedia dampingi A Andra," jawab Bu Halimah membuat dokter Andra melompat kegirangan.
"Alhamdulillah, Yaa Allah! Insya allah kita menata masa depan bersama ya Neng Halimah!"
* * * * * *
YANG RINDU PART NYA BU HALIMAH DAN DOKTER ANDRA, MONGGO KOMEN 😚😚
Semoga suka dengan ceritanya...
Jangan lupa loh buat Like, Komen, Vote dan Favorite 🥰🙏🥰
Dukung Author terus ya!
Salam Rindu, Author ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Mika Saja
🤭🤭🤭🤭🤭Bu Halimah SM pak dokter LG kasmaran
2023-02-10
0
Chelsea Aulia
Qta berjalan menatap masa depan jadikan masalalu sebuah pelajaran yg berharga,, simpan tutup dan kunci masalalu yg menyakitkan,,, kejar lewat jalur langit dokter andra,,, semangat 💪💪
Lanjuuuuutttttt terusssssz kk author Rindu,,, yg semangat 💪💪💪💪 jga up nya
2023-02-10
0
Tha Ardiansyah
Diiihhh ...neng Halimah malu-malu meong
2023-02-10
0