Jatuh cinta ibarat memegang lilin. Awalnya ia menyinari dunia di sekitarmu, lalu mulai meleleh dan melukaimu. Pada akhirnya ia padam dan segalanya terlihat lebih gelap dari sebelumnya. Dan yang tersisa adalah dirimu, yang terbakar.
* *
Letnan Satu Riki Ardiansyah, setelah menyelesaikan pendidikannya dia lanjut melaksanakan tugasnya di Surabaya. Dan hari ini, dia kembali ke Kota kelahirannya. Kota Bandung, Kota yang menyimpan seribu kenangan bersama keluarga, sahabat dan terutama seseorang yang dia cintai, Nabila Shafiya Putri. Perempuan yang selalu dia sebut dalam setiap do'anya, seseorang yang mampu merubah dirinya menjadi jauh lebih baik.
Kisah cinta yang hendak dimulai, layu sebelum berkembang. Perempuan yang 3 tahun lebih muda darinya itu, dia kenal dalam grup reuni sekolah. Lebih tepatnya, Nabila adalah adik kelas Riki saat SMA. Sejak berkenalan dalam grup itu mereka dekat, bahkan sangat dekat. Sayangnya hingga Riki berangkat untuk melaksanakan Pendidikan Militernya di Magelang, keduanya tak pernah bertemu. Dan Nabila menganggap, Riki pergi begitu saja dari hidupnya tanpa menghiraukan dalamnya kerinduan dan luka hati yang ia torehkan.
"Maafin Abang, Ila.. Abang tau, pasti kamu kecewa.."
Pikirannya kembali ke malam itu, setibanya di Kota Bandung, ia langsung mendatangi tempat pertama kali dirinya bertemu dengan Nabila, yaitu Transtudio Bandung. Walaupun tak mungkin bertemu, harapannya sangatlah besar. Dan ternyata Tuhan mengabulkan segala do'a baiknya. Mereka dipertemukan kembali dengan tidak sengaja. Bahkan saat Nabila pergi, Riki tau kemana dia harus mencarinya.
"Siap! Bang dipanggil Komandan segera!" ucap sang junior bernama J. Arya Wicaksana.
"Astagfirullah! Baiklah, tunggu saya bersiap dulu!"
Hari ini, Riki akan melaksanakan Upacara Lepas Sambut Anggota Pindah Satuan. Sebagai perwira yang baru saja dipindah tugaskan, Riki tidak ingin melakukan kesalahan. Dia beserta dua adik juniornya Letda J. Arya Wicaksana dan Letda Muhammad Defri Rizky adalah tiga perwira yang cukup berkompeten dan memiliki tujuan yang sama, yaitu mengejar cinta.
"Izin Bang! Apa kita jadi pergi jalan-jalan sebelum bertugas?" tanya Defri saat mereka usai melaksanakan upacara.
"Jadi, nanti sore kalian bersiaplah," jawab Riki.
"Siap Bang!" ucap keduanya serempak.
"Izin Bang! Saya harus menemui kekasih saya, karena selama ini kita hanya berkomunikasi lewat ponsel," ujar Arya dengan sedikit gugup.
"Jadi kamu selama ini cuman pacaran online? Ckckckck," Defri berdecak sebal.
"Daripada kamu, tak punya sama sekali! Lagi pula, aku dan kekasihku itu dulu Adik dan Kakak kelas. Setelah hari itu, aku dan dia tidak pernah bertemu lagi. Sampai akhirnya tahun lalu, kami bertemu di acara reuni. Dan aku memutuskan untuk mengungkapkan perasaanku. Sulit untuk melupakan seseorang di masalalu, Def! Apalagi kita memiliki banyak kenangan yang indah," ucap Arya membuat Riki menoleh.
"Arya benar, sulit melupakan seseorang dari masalalu, apalagi kenangan itu sangatlah indah." Arya menatap Riki, dia yakin seniornya ini memiliki banyak sekali beban di dalam hatinya. Sejak mengenal dulu, Arya tau jika Riki tak pernah dekat dengan perempuan manapun. Kecuali, anak komandannya dulu.
Riki beranjak, dia menatap rimbun nya pepohonan dibelakang Rumah Dinas Perwira. Bayangan Nabila tak pernah sedikitpun lepas dari ingatannya.
"Di Kota ini, banyak hal yang tidak bisa saya lupakan. Saya besar di Kota ini, banyak sekali kenangan yang saya lalui disini. Bersama keluarga, sahabat dan.... dia."
"Siap! Apa dia kekasih Abang? Yang fotonya selalu Abang simpan?" tanya Defri dengan hati-hati.
Riki menganggukkan kepalanya, "Dia adalah seseorang yang bisa merubah saya seperti sekarang ini. Salahnya, saya pergi tanpa pamit dan bodohnya saya masih berharap bahwa dia akan selalu menanti saya kembali."
"Bagaimana kalo sekarang dia sudah memiliki kekasih, Bang? Karena menurut saya, ketika Abang meninggalkannya tanpa pamit dan sebuah kepastian itu sudah menjadi bukti bahwa tidak ada alasan dia untuk menunggu Abang," ucap Arya membuat Riki menoleh padanya.
"Siap salah!" spontan Arya berucap.
"Tak apa.. Bagi saya, tahap ini adalah puncak tertinggi saya dalam mencintai dia. Saya akan tetap mencintai dia, sekalipun dia tidak pernah mencintai saya. Saya akan tetap merindukan dia, sekalipun dia tidak pernah merindukan saya. Dan yang paling penting, saya akan tetap selalu mendo'akan kebahagiaannya, walaupun dia tak pernah mengingat saya dalam do'anya."
Hening..
Riki terdiam beberapa saat, terdengar helaan nafasnya. "Saya ingin bertemu dengannya, hanya sekedar untuk menjelaskan kepergian saya yang tanpa pamit. Mengungkapkan rasa yang selama ini terpendam dalam dada. Walaupun nantinya, semesta tak akan mengizinkan kami bersama. Setidaknya untuk saat ini, saya harus berjuang untuk menebus waktu-waktu yang terlewatkan."
"Semangat, Bang! Semoga saja dia pun melakukan apa yang Abang selalu lakukan untuknya. Karena jodoh itu tak akan kemana, Bang! Selalu ada jalan menuju Roma... Irama." canda Defri membuat Arya dan Riki tertawa.
"Kamu ini! Kebanyakan oleng, jadi perempuan itu pada ngibrit!" ejek Riki, karena juniornya yang satu ini memang agak absurd.
"Etdah! Jangan salah, Bang! Gini-gini juga banyak yang ngantri! Tapi... Cuman buat pengisi kekosongan para buaya betina," Defri berucap dengan lesu.
"Tenang Def! Buaya jantan dan buaya betina akan dipertemukan pada waktunya!" Arya merangkul bahu sahabat baiknya itu.
"Ckckck! Dahlah, ayo Bang! Kita sholat dulu! Udah adzan dzuhur ini," ajak Defri.
Sore hari, ketiganya pergi menuju kediaman keluarga Riki yang memang berada di Bandung. Rencananya, Riki akan membawa mobil yang menjadi hadiah dari sang Ibu saat ia lulus Akademi Militer.
"Wah! Rumah Abang gede juga ya!" Defri berdecak kagum.
"Jangan norak dong, Def! Malu-maluin aja sih kamu," omel Arya.
"Ini rumah orang tua saya, bukan rumah saya! Kamu ini..." Riki terkekeh.
Keluarga Riki menyambut baik sang anak lelaki yang baru saja kembali dan akan mulai tinggal di Kota ini lagi. Hanya Ibu dan Paman Riki yang tinggal disana, sebab sang Kakak sudah di boyong suaminya ke Medan.
"Ibu kangen, Abang! Alhamdulillah, do'a Ibu sepanjang malam akhirnya dikabulkan juga sama Allah. Abang bisa pindah ke Bandung, ibu lega sekali," ucap Bu Maryam, Ibunda Riki.
"Alhamdulillah, Bu. Abang juga bahagia, bisa kembali ke Bandung. Bisa dekat sama keluarga, selama di Surabaya kan Abang emang sendirian," Riki terkekeh memeluk sang Ibu.
"Makanya cepetan nikah atuh, Bang! Umur udah 30 tahun juga, masih aja jadi bujangam lapuk! Cepet cari Neng Ila, Ibu meni kangen pisan sama si cantik."
Deg!
Riki terdiam dalam pelukan Ibunya, dia pun sangat merindukan gadis itu.
"Astagfirullah! Itu temen-temen Abang, hayu atuh masuk kedalam! Ibu teh udah masak banyak pisan! Insya Allah mah enak-enak semua makanannya!"
"Izin, siap Bu!" ucap keduanya serempak.
Usai makan bersama, Riki mengajak kedua juniornya untuk beristirahat sejenak di kamarnya. Semuanya masih tertata rapi, karena setiap hari sang Ibu selalu membersihkannya walaupun tak pernah di tempati.
"Wah! Kamar Abang rapi amat, beda sama kamar aku di kampung!" Defri menatap kagum sekeliling kamar seniornya itu.
"Izin, Bang! Apa ini foto perempuan yang Abang cintai itu?" tanya Arya menunjuk satu foto Riki bersama Nabila dikala itu.
"Benar, Nabila Shafiya Putri. Dia adalah cinta pertama bagi saya. Masa lalu yang indah, bahkan terlalu indah untuk saya lupakan."
* * * * *
Semoga suka dengan ceritanya...
Jangan lupa loh buat Like, Komen, Vote dan Favorite 🥰🙏🥰
Dukung Author terus ya!
Salam Rindu, Author ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Tha Ardiansyah
Di awal udah melow...
2023-01-24
0
Naswa Al rasyid
suka bgt kak rindu... cpet up lagi ya kak... ditunggu lo☺☺...
2023-01-23
1