Hidup adalah siklus pasang surut, berkembang dan bertumbuh hingga akhirnya tiada. Maka isilah hidup sebaik yang kamu bisa, sebermanfaat yang kamu mampu. Sebelum kehidupan itu pergi dan terlepas.
"Ekhem!" dokter Andra berdehem, membuat Riki tersentak kaget.
"Ada apa ya, dok? Ibu saya baik-baik aja kan?" tanya Riki membuat dokter Andra tersenyum.
"Aman kok! Ibu kamu hanya kaget saja, hasil EKG nya juga bagus. Tinggal nunggu obat, setelah itu boleh pulang," jawab dokter Andra membuat perasaan Riki sangat lega. Untungnya, selama beberapa hari kedepan Riki belum mendapatkan tugas yang berarti sehingga dengan tepat waktu membawa Ibunya ke Rumah Sakit.
"Lalu ada apa, dok?" tanya Riki lagi, sebab dia merasa aneh saat melihat dokter Andra yang senyum-senyum sendiri.
"Tadi kamu minta nomornya Bu Halimah?" tanya dokter Andra dan Riki menganggukkan kepalanya.
"Boleh saya minta?" tanya dokter Andra lagi.
Riki menggelengkan kepalanya, "Maaf dok! Saya tidak bisa memberikan nomor ponsel orang lain tanpa seizin yang bersangkutan karena itu melanggar hak privasi beliau!" jawab Riki dengan tegas, membuat dokter Andra susah payah menelan ludahnya.
"Baiklah kalau begitu! Tapi... Saya rasa, saya punya banyak informasi mengenai Bila!" ucap dokter Andra yang kali ini membuat rasa penasaran dalam diri Riki membludak.
"Gini ya, dok! Saya benar-benar tidak bisa memberikan nomor ponsel Bu Halimah tanpa seizin beliau. Tapi kalau dokter mau, besok saya akan ke tempat kost Nabila. Barangkali dokter mau ikut menemani, sambil memeriksa kondisi Nabila!" ucap Riki.
"Oke! Saya ikut kamu besok! Sambil menunggu obat Ibu kamu selesai, mari kita ngobrol di ruangan saya!" dengan semangat dokter Andra menarik lengan Riki menuju ruangannya.
'Sambil menyelam minum air,' batin dokter Andra.
Kini keduanya sudah duduk saling berhadapan, keduanya berwajah sangat tegang seolah akan membahas sesuatu yang sangat amat penting.
"Jadi... Kamu ini siapanya Bila?" tanya dokter Andra. "Karena sebelum saya memberikan semua informasi ini, saya harus tau dulu siapa kamu sebenarnya. Karena selama 5 tahun Bila bekerja dengan saya, sekalipun saya belum pernah melihat kamu."
Riki menghela nafasnya dengan berat, "Dulu saya dan Ila sangat dekat. Dia adik kelas saya, saat itu Ila kelas 1 dan saya kelas 3. Saya bercita-cita untuk menjadi seorang TNI, selain itu adalah keinginan terakhir almarhum Ayah saya. Ila selalu menemani saya, latihan renang dan latihan fisik seperti berlari dan lainnya. Bodohnya saya, usai lulus sekolah dan diterima di Akmil, saya pergi begitu saja tanpa pamit. Kebahagiaan saya terlalu belebihan hingga tidak memiliki waktu untuk berpamitan. Karena saya sibuk mempersiapkan segala sesuatunya."
"Wah, tega sekali.. Ibaratkan semuanya layu sebelum berkembang. Bila pasti sangat kecewa dan itu bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilupakan," ucap dokter Andra membuat Riki menunduk lesu.
"Maka dari itu, dok! Saya ingin meluruskan semuanya, saya tidak ingin kesalahpahaman ini terus berlanjut. Dan saya tidak mau terus hidup dalam rasa bersalah dan dengan segala cinta yang terpendam ini. Selama Akmil, saat IB saya selalu memanfaatkan waktu untuk pulang. Tapi setiap kali saya ingin menemuinya, selalu saja ada halangan," Riki menjelaskan semuanya pada dokter Andra.
"Tapi menurut saya, semua itu percuma, Bro! Bila sudah tunangan.."
DEG!
Nyeri. Itulah yang dirasakan oleh hati Riki. Walaupun sejak lama dia sudah mempersiapkan diri jika mendengar hal ini, tapi tetap saja menyakitkan.
"Tak apa, dok! Kata orang, cinta bukan hanya memberi tapi juga menerima. Tapi cinta saya untuk Ila, hanya memberi tanpa menerima. Karena itulah cara saya mencintai Ila. Bagi saya, cukup mencintainya dan menyimpannya jauh di lubuk hati saya yang paling dalam. Karena yang saya utamakan hanyalah kebahagiaannya, bukan mempertahankan ego cinta saya," ucapan Riki membuat dokter Andra melongo tak percaya.
"Tapi, Bro!" dokter Andra hendak menyanggahnya tapi tak jadi karena mendengar ucapan Riki.
"Saya tidak peduli bagaimana pandangan dokter ataupun orang lain terhadap saya. Karena inilah cara saya mencintainya," ucap Riki.
"Hmm.. Saya paham! Tapi menurut saya, cara mencintai yang lebih baik adalah dengan memperjuangkan. Karena pada dasarnya wanita itu bersifat menunggu dan ingin dikejar. Bukankah sebelum janur kuning melengkung, semua hal bisa terjadi?" tanya dokter Andra.
Riki hanya terdiam dan berusaha mencerna segalanya. Karena hati dan pikirannya sedang tidak sejalan. Akhirnya obrolan itu diakhiri dengan bertukar nomor ponsel. Riki pun harus kembali bertugas dan mengantarkan sang Ibu pulang.
* * *
Ashila dan Aisyah baru pulang pukul 7 malam, karena jalanan cukup macet. Dan keduanya bergegas menuju kamar Nabila, karena mendapat pesan di grup jika Nabila sakit.
"Bil, lu kenapa?" tanya Aisyah khawatir.
"Ck! Oneng emang lu ye, Ais. Jelas-jelas si Mak haji bilang kalo ni anak GERD nya kumat! Kualat ama gue sih lu, Bil! Pake kaga sarapan segala," omel Ashila.
Sedangkan yang diomeli hanya diam dan melamun. Nabila hanya tersenyum sambil menahan airmata, hal itu membuat Ashila dan Aisyah saling pandang. Mereka tidak mengerti dengan situasi yang terjadi.
"Ini anak dua! Mandi sana! Pulang-pulang bukannya mandi, malah ngelayap ke kamar orang!" omel Bu Halimah sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Buset dah, kelilipan lu Mak haji?" tanya Ashila dengan polosnya.
Aisyah yang mengerti, segera menarik lengan Ashila untuk keluar. Dia tau jika Bu Halimah butuh waktu untuk bicara berdua dengan Nabila. Mereka hanya akan mendengarkan dari luar, karena Bu Halimah sengaja tidak menutup pintu dengan rapat.
"Kenapa sih si Bibil?" bisik Ashila.
"Diem dan dengerin aja!" omel Aisyah.
Bu Halimah mengusap pelan lengan Nabila dan gadis itu langsung berhambur memeluk Bu Halimah.
"Bibil harus gimana, Bu? Setiap abis ketemu dia, hati Bibil sakit, Bu. Entah apa penyebabnya," lirih Nabila.
"Bibil sayang.. Dengerin Ibu, Nak. Rasa sakit itu karena rasa cinta kamu sama dia terlalu dalam, mungkin saja ada hal yang belum kalian selesaikan. Maka dari itu, menurut Ibu sebaiknya kalian bertemu dan bicarakan semuanya baik-baik," ucap Bu Halimah menasehati.
"Gak ada yang harus diselesaikan, Bu. Karena sejak dulu, semuanya gak pernah dimulai. Lagi pula, Bibil harus menghargai perasaan A Farhan, bukan?" tanya Nabila dengan lirih.
"Setiap hubungan yang berkaitan dengan perasaan, harus diselesaikan, Bibil. Pernah memulai ataupun tidak, karena pada kenyataannya sejak dulu perasaan itu sudah kalian tanam terlalu dalam. Dan soal Nak Farhan, jangan pernah menjadikan dia sebagai pengobat lukamu, Bil. Karena mungkin, tanpa kamu tau, Nak Farhan juga baru pulih dari lukanya. Selesaikan dan bicarakan baik-baik dengan Nak Riki, baru kamu akan tau harus bersikap seperti apa dan bagaimana."
Nabila terdiam, "Ibu tau darimana namanya Riki?"
"Tadi dia minta izin sama Ibu untuk bicara sama kamu. Tapi Ibu gak izinkan, karena Ibu tau kalo kamu sedang tidak baik-baik saja, Bil. Jadi besok siang dia akan kesini. Bicaralah baik-baik, untuk memulai kehidupan yang baru, kamu harus menyelesaikan semua masalalu kamu, Bil. Jangan sampai, masalalu kamu menjadi penghalang langkah kamu dan Nak Farhan dimasa depan."
Nabila menganggukkan kepalanya, dia tau jika Bu Halimah tidak akan pernah memberikan saran yang salah. Sedangkan Aisyah dan Ashila saling menatap saat mendengarkan pembicaraan itu.
"Jadi bener, laki-laki itu yang diceritain si Bibil tempo hari!" ucap Ashila tak percaya.
"Itulah takdlir, Cil! Kita gak tau akan seperti apa kehidupan kita kedepannya, bahkan 2 menit kedepan pun kita gak pernah tau apa yang akan terjadi. Kita do'akan aja yang terbaik buat Bibil," Aisyah menarik nafas panjang.
Bagaimanakah pertemuan Nabila dan Riki esok hari?
* * * * *
Semoga suka dengan ceritanya...
Jangan lupa loh buat Like, Komen, Vote dan Favorite 🥰🙏🥰
Dukung Author terus ya!
Salam Rindu, Author ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Lili Suryani Yahya
Always tnggu Mba
2023-01-29
0
Ismi Aristianka
selalu dibuat penasaran deh sama kisah iniii
2023-01-28
0