Waktu tidak akan pernah bisa menyembuhkan luka, waktu hanya akan membuat kita terbiasa dengan semua rasa sakit itu. Dan rasa sakit itu, membuat kita kuat dalam menjalani setiap hari yang terasa sulit. Bagi Nabila, semua hal yang telah dia lewati tidak bisa dilupakan begitu saja.
Dia masih bisa merasakan bagaimana sakitnya berada di fase itu. Selama bertahun-tahun dia menahan rasa sesak dalam dada, saat laki-laki yang dia cintai pergi begitu saja tanpa pamit. Dan dengan mudahnya, kini laki-laki itu kembali. Meminta waktu untuk sebuah penjelasan yang mungkin akan mengorek luka itu kembali.
Bu Halimah menghampiri Nabila yang masih termenung dimeja makan. "Bil, kamu baik-baik aja kan?" tanya Bu Halimah.
"Haruskah Bibil denger penjelasan dia, Bu? Semuanya sudah berlalu.. Sulit rasanya buat Bibil ketemu dia lagi. Karena buat Bibil, semua itu hanya akan mengorek luka lama di hati ini yang bahkan luka itu belum pulih seutuhnya," lirih Nabila.
"Maafin Ibu, ya Bil. Ibu sudah mengambil keputusan sepihak tanpa bertanya dulu sama kamu. Tapi... Semua itu harus diakhiri, Nak. Karena kamu akan melangkah ke masa depan sama Nak Farhan. Jangan sampai.. Itu menjadi penghalang kamu untuk melangkah."
"Rasanya memang berat, bahkan sangat berat. Percaya sama Ibu, Nak. Berdamailah dengan masalalu yang menyakiti kamu.. Akhiri semuanya saat ini," Bu Halimah mengelus bahu Nabila untuk menenangkannya.
Aisyah dan Ashila menatap sahabatnya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Mereka bisa memahami apa yang ada dalam hati Nabila. Karena sangat jelas, jika rasa itu sejak dulu tak pernah mati.
"Bil.. Gue bukan mau sok nasehatin elu, karena gue pun sama, masih belum bisa berdamai dengan masalalu.. Tapi kita berada di jalur yang berbeda, gue sama dia udah berakhir. Karena dunia kita pun gak lagi sama. Lu sama Bang Riki jelas-jelas masih ada di dunia dan beratapkan langit yang sama. Beresin semuanya, akhiri semuanya dan kita melangkah sama-sama ya, Bil!" Ashila menggenggam erat tangan Nabila.
"Acil sama Ibu bener, Bil.. Berdamailah dengan masalalu dan akhiri semua rasa sakit itu. Kita semua akan mendampingi lu menapaki masa depan yang indah nantinya. Jodoh itu perihal takdir, Bil. Kita gak akan bisa meminta akan dijodohkan dengan siapa, tapi kita harus berusaha bukan? Sekarang ada A Farhan disisi lu, jangan sampai seseorang dimasa lalu menutupi semua rasa sayang lu ke A Farhan," Aisyah pun menasehati sahabatnya itu.
Tak ada jawaban, Nabila hanya menganggukkan kepalanya dan menahan air matanya. Ashila dan Aisyah pun berpamitan, karena mereka berdua harus tetap bekerja. Walaupun rasa penasaran mendominasi keduanya. Sedangkan Nabila kembali ke kamarnya untuk beristirahat dan mempersiapkan hatinya untuk bertemu dengan Riki.
Pukul 1 siang, sebuah mobil Mini Cooper dan Camry masuk kedalam pekarangan Alunara Kost. Bu Halimah yang tengah membereskan tanaman pun mengerenyitkan dahinya, karena dia melihat dokter Andra turun dari mobil mini cooper.
'Lho, ngapain ni dokter kemari? Pan tau Bibil lagi sakit,' batin Bu Halimah.
"Assalamu'alaikum..." ucap dokter Andra.
"Walaikumsalam.. Ada apa ya, dok? Bukannya kemaren tau ya kalo Bibil sakit?" Bu Halimah bertanya tanpa basa-basi.
'Ampuuun dah, jutek amat si ukhti!' batin dokter Andra.
"Iyaaaaa Bu, betul sekali! Saya tau Nabila sedang sakit, tapi saya kesini bukan sekedar untuk menjenguk Bila. Tapi... Saya juga mengantar Riki untuk bicara dengan Nabila," jawab dokter Andra membuat Bu Halimah mengerenyitkan dahinya.
"Haruskah?" Bu Halimah menatap dokter Andra dengan tatapan bingung. Sedangkan Riki baru saja turun dari mobil camry nya. Dia membawa parsel buah dan juga bucket bunga mawar putih untuk Nabila.
"Assalamu'alaikum, Bu. Maaf saya telat.. Nabilanya ada kan, Bu?" tanya Riki setelah menyalami Bu Halimah.
'Giliran anak ini aja diterima salamnya!' omel dokter Andra dalam hatinya.
"Walaikumsalam, masuk dulu ya Nak Riki. Tadi Bibil di atas, dia kaya nya abis telpon Mama sama Papa nya. Silahkan duduk dulu!" pinta Bu Halimah.
Dia berlalu ke dapur dan membuatkan minuman, setelah itu dia ke kamar Nabila untuk mengatakan jika Riki dan dokter Andra sudah menunggunya di ruang tamu.
"Hah? Dokter Andra? Ngapain dia disini, Bu?" tanya Nabila dengan heran.
"Mana Ibu tau! Dia bilangnya mo nganter Nak Riki selesein urusannya sama kamu. Udah kaya mo seserahan aja pake dianter segala!" omel Bu Halimah membuat Nabila terkekeh.
"Jangan sebel-sebel, Bu! Nanti jatuh cinta lho!" goda Nabila, untuk mengalihkan detak jantung yang sudah berdegup kencang.
"Dasar anak ini! Coba sekarang kamu temui dia, ya. Selesaikan semuanya ya, Bil. Ungkapkan semua perasaan yang selama ini terpendam. Jangan disimpan lagi," ucap Bu Halimah.
"Mmm.. Boleh gak Bu, kalo Bibil ngobrol sama Abang diatas?" tanya Nabila dan Bu Halimah menganggukkan kepalanya.
Langit mendadak mendung, Riki berjalan dengan jantung yang berdegup kencang. Saat tiba di lantai 3, dia bisa melihat Nabila yang tengah menatap indahnya Kota Bandung dikala mendung.
"Apa kabar, Ila?" hanya mendengar suara itu, airmata Nabila tak bisa tertahan.
Rindu, dia sangat rindu. Bertahun-tahun lamanya, tapi rasa itu tetap sama, tidak ada yang berubah. Nabila berbalik, dia menatap Riki dengan senyuman sendu.
"Sejak saat itu, kabarku gak pernah baik-baik aja, Bang! Sejak saat itu, hatiku hancur lebur. Disaat rasa ini telah berada di puncak tertinggiku dalam mencintai, kenapa harus kembali? Kenapa Bang?"
Riki tak bisa menahan dirinya, dia menghampiri Nabila dan memeluknya erat. Walaupun Nabila terus meronta meminta dilepaskan.
"Lepas Bang! Lepas! Aku sudah menyingkirkan kamu dalam hati ini! Aku sudah menyingkirkannya sejak kamu pergi begitu saja tanpa jejak! Aku benci kamu, Bang! Aku benciiiii!"
Perlahan Nabila mulai mereda, Riki bisa merasakan jika pelukan Nabila semakin erat. Keduanya saling memeluk dalam tangis.
"Maafin Abang, Ila. Abang gak pernah sedikitpun punya niat buat ninggalin kamu. Abang sayang banget sama kamu. Bagi Abang, kamu satu-satunya perempuan yang menempati hati ini. Sejak dulu sampe sekarang, perasaan itu gak pernah berubah," Riki mengusap kepala Nabila dengan lembut.
"Abang pergi untuk pendidikan. Kamu tau sendiri kan? Cita-cita Abang adalah mewujudkan keinginan almarhum Ayah. Abang gak pernah berniat untuk menyakiti hati kamu, Ila. Hanya saja kebodohan Abang adalah... Abang terlalu bahagia waktu tau kalo Abang lulus test masuk Akmil dan Abang mengabaikan kamu yang menemani Abang dari nol.. Abang bodoh, Ila.. Maafin Abang..."
Nabila kembali menangis, tangisannya begitu membuat hati Riki teramat pedih. "Abang jahat, Abang pergi gitu aja tanpa pamit! Tiap hari, Bang! Tiap hari aku cari kamu, tiap hari aku rindu kamu, Bang! Tiap hari aku mikir, kesalahan aku apa? Sampe kamu tega-teganya ninggalin aku gitu aja!"
"Maaf, Ila.. Maaf atas semua kesalahan Abang.. Abang sayang sama kamu, Ila. Abang mau kita memulai semua dari awal. Hati Abang sepenuhnya milik kamu sejak awal..."
"Gak bisa, Bang! Semuanya terlambat..."
Deg!
Hujan turun dengan derasnya, Nabila melepaskan pelukannya dan menatap mata Riki dengan dalam. "Semuanya udah terlambat, Bang.. Aku sudah memiliki hubungan dengan yang lain. Aku calon istri orang.." Nabila memperlihatkan jari manisnya dengan airmata yang tak henti-hentinya.
"Maafin Abang, Ila. Abang tak bisa mengakhiri semuanya.. Abang akan terus berjuang untukmu.. Selagi janur kuning belum melengkung, kamu bukan milik siapa-siapa." Tiba-tiba saja, Riki mencium bibir Nabila.
Plaaaaaakkk!!
Sebuah tamparan mendarat dipipi Riki, "Jahat! Kenapa Abang terus membuat hatiku terluka?! Kenapa Bang?!"
"Semua itu cukup membuktikan, kalo hati kamu masih Abang pemiliknya. Abang pulang! Jangan pernah mengelak lagi untuk perasaan itu, Abang memahami semuanya. Abang kesini hanya untuk menjelaskan perihal kepergian Abang yang tanpa pamit. Mulai hari ini, Abang akan kembali memperjuangkan cinta Abang untukmu.."
Nabila tidak menjawab, dia pergi begitu saja meninggalkan Riki yang termenung. Bu Halimah tampak kaget saat melihat Nabila turun dengan pakaian yang basah.
"Allahuakbar! Kamu lagi sakit ngapain ujan-ujanan Bibil?!" panik Bu Halimah.
Dia menghampiri Bu Halimah dan memeluknya erat, Nabila menangis tersedu-sedu hingga... Pingsan.
"Nabila!" panik Bu Halimah dan dokter Andra. Mendengar teriakan itu, Riki pun turun dan melihat Nabila yang pingsan. Dia menggendong Nabila ke kamarnya, Bu Halimah menggantikan baju Nabila yang basah. Sedangkan Riki diminta mengganti baju nya di kamar mandi tamu, untung saja dokter Andra selalu membawa pakaian ganti dalam mobilnya.
Usai berganti baju, Riki menghampiri Bu Halimah dan dokter Andra yang kini sedang memeriksa kondisi Nabila. "Gimana dok?" tanya Riki.
"Hufffttt.. Dia kelelahan dan pikirannya terlalu terkuras. Sekarang dia juga demam," ucap dokter Andra menjelaskan.
"Kalian ini kenapa malah ujan-ujanan?! Diatas kan ada tempat berteduh!" omel Bu Halimah.
"Jangan diomelin dulu dong, Bu. Namanya juga bocah jatuh cinta ya begini," spontan dokter Andra berucap membuat Bu Halimah mendelik.
Riki menghampiri Nabila dan menggenggam tangannya dengan erat. "Jangan pergi lagi, Bang.. Jangan pergi.."
Nabila mengigau dalam mimpinya, "Abang gak akan pernah tinggalin kamu lagi, Ila."
Dua anak manusia itu menumpahkan cinta dihadapan para single parents. Mata Bu Halimah berkaca-kaca, apalagi saat melihat Riki tak sengaja tertidur dibawah sambil menggenggam erat tangan Nabila.
Krubuukk krubukkk
Suara perut dokter Andra membuat perhatian Bu Halimah buyar. Dia menyelimuti Riki yang terduduk dilantai.
"Dokter lapar? Mau makan?" tanya Bu Halimah dan dokter Andra menganggukkan kepalanya.
Keduanya menuju dapur, mereka membiarkan dua anak manusia itu tertidur dengan pintu kamar yang terbuka. Namun saat Bu Halimah akan memberikan makanan, dia lupa jika makanan tadi pagi sudah habis. Sedangkan untuk makan siang dia berniat untuk membeli, karena sore hari rencananya Aisyah dan Ashila yang akan berbelanja sepulang bekerja. Karena stock bahan masakan di kulkas sudah habis.
"Dok, kalo makan mie aja ga apa-apa? Kebetulan saya belum masak hari ini," tanya Bu Halimah sedikit tak enak hati.
"Gak apa-apa Dek Halimah," jawab dokter Andra membuat mata Bu Halimah membulat. "Bu Halimah maksudnya."
Akhirnya Bu Halimah membuatkan semangkuk mie instan dengan telur diatasnya. Perut Bu Halimah ikut berbunyi, hanya saja sisa mie instan tinggal satu bungkus.
"Makan berdua aja, Bu! Saya juga gak banyak-banyak makan mie kok!" ucap dokter Andra membuat pipi Bu Halimah memerah karena malu.
'Gemes banget sih! Jadi pengen halalin....' batin dokter Andra.
Akhirnya dokter Andra dan Bu Halimah makan mie instant semangkok berdua, ditengah guyuran hujan yang sangat deras. Dan hal itu membuat dokter Andra berbunga-bunga...
* * * * *
Semoga suka dengan ceritanya...
Jangan lupa loh buat Like, Komen, Vote dan Favorite 🥰🙏🥰
Dukung Author terus ya!
Salam Rindu, Author ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Mika Saja
hahah😀😀😀pak dokter gak mau kalah
2023-01-31
0
Kas Gpl
itu si dokter tuir apa. ..kok sama bu halimah keknya ada apaa gtu? 😆😆
2023-01-31
0
Ismi Aristianka
lagi sad baca kisah nabila malah jadi ketawa karna bu halimah dan dok andra wkwk
2023-01-30
0