Bab 15: Karma polisi

Zian melayangkan tamparan tambahan pada wakil kepala tingkat daerah, terus berturut-turut. Ia tidak akan puas jika cuma sekali.

"Yang ini untuk Bibi dan Rara. Entah apa yang kalian rencanakan, tapi aku akan membuatmu hidupmu menderita jika berani mengusik mereka!" Zian menatap Agil dan wakil kepala polisi tingkat daerah.

*Plak!

Itu sebuah tamparan yang teramat keras, pipi polisi itu lebam membiru.

"Mereka keluarga mortir! Mereka menolak ajaran yang ada. Itu resiko karena sudah menolak keyakinan absolute yang ada!" Wakil kepala polisi tingkat daerah tersenyum. Zian melayangkan tamparan yang lebih keras.

"Maka dari itu! Kalian mengusik mereka, sama saja berurusan denganku. Aku punya backingan yang cukup banyak!"

Itu sudah membuatnya diam tak berkutik selain meratapi dirinya yang kesakitan sebab ditampar.

"Mungkin kau harus diturunkan dari jabatanmu. Benar-benar tidak pantas sebagai pengayom masyarakat. Apakah polisi harus bersikap rasis?" ucap kepala polisi tingkat daerah.

Ia bergeming, bisa diartikan sebagai persetujuan.

Di sisi lain, Letnan Kolonel berjalan menghampiri Bibi dan Rani. Ia melakukan hormat kepada mereka.

"Apa kabar kalian baik-baik saja?" tanyanya.

Bibi cuma mengangguk dengan ragu. "Y-ya, terima kasih sudah bertanya."

"Letnan, bagaimana kabar kakak saya? Dia sangat susah dihubungi!" tanya Rani, tapi seperti membentak. Ibunya sudah memberikan isyarat agar sopan, tapi gadis itu terlanjur keceplosan.

"Oh, itu, Raden baik-baik saja. Dia sedang dalam misi ke tempat yang tidak dijangkau sinyal. Maaf, ya."

"Jika itu untuk kepentingan negara, maka tidak masalah!" balas Bibi.

"Apakah Anda baik-baik saja? Saya dengar dari Raden bahwa Anda punya penyakit langka. Apakah ...."

"Ini semua berkat Zian!"

Letnan kolonel langsung melihat ke arah Zian. "Benarkah? Bagaimana? Itu penyakit langka yang belum ditemukan obatnya!"

"Agak susah dijelaskan, tapi itu berkat sebuah tanaman. Lain kali bakal saya jelaskan."

Letnan mengangguk, Zian seketika lega. Ia tidak perlu repot-repot menjelaskan detailnya. Namun, ia tidak tahu bila ada orang yang tahu tentang jus misterius yang mampu menyembuhkan penyakit.

"Lalu, Zian. Siapa lagi yang sudah mengganggu kelurga Raden?" tanya letnan.

"Ah, dia!" Zian otomatis menunjuk Agil dan pamannya. Mereka lantas kelabakan.

Si letnan langsung bergerak untuk memberikan beberapa pukulan ringan yang membuat wajah bonyok. Itu adalah peringatan agar tidak main-main dengannya.

Mereka berdua tentu memohon ampun. Letnan kolonel tidak akan berhenti andai Zian masih punya hati dengan mereka.

"Kalian harusnya berterima kasih. Huh, tidak ada kompromi. Wakil kepala polisi di kantor ini harus dilengserkan!"

Pamannya Agil itu cuma pasrah.

Di saat yang sama, walikota Anis menyuruh asistennya untuk memberitahu Zian sesuatu.

"Setelah ini, walikota ingin berbicara dengan Anda," bisik si asisten saat orang-orang fokus pada hal lain.

"Aku? Kenapa?" bingung Zian mengernyitkan kening.

"Zian Zaidan. Sepertinya kau harus mengatakan semua ceritanya dengan benar. Tunjukkan semua keadilan dan kebenaran!" titah walikota. Zian mengiyakan meskipun sedikit bingung dengan permintaan asistennya.

Zian bercerita tentang kebobrokan lembaga kepolisian di kantor ini, sepengetahuannya saat dibawa dan diperlakukan.

Saat ceritanya selesai, raut wajah walikota Anis langsung bermasalah. Ia menggertakan gigi dengan kesal.

"Bisa-bisanya lembaga pemerintah sepenting ini penuh dengan orang yang tidak kompeten, tikus-tikus yang harus dibasmi. Saya akan merevolusi polisi di kota ini, dan menyarankan ke pusat agar menyelidiki semua polisi. Itu bisa menjadi penyakit mematikan bagi negara ini."

Agil mencoba memanfaatkan kesempatan saat orang-orang lupa akan keberadaan dirinya, yang sama-sama bonyok dengan pamannya. Ia tidak tahu bahwa Zian selalu memerhatikannya, jadi saat ia berusaha menyelinap bisa langsung dihentikan.

Semua urusan di ruang interogasi selesai, semua orang memutuskan keluar dan mencari ruangan yang lebih layak untuk diskusi.

"Maaf, atas kelalaian saya sebagai walikota. Kalian pasti hidup susah! Namun, jangan cemas. Aku tidak akan membiarkan kejadian seperti ini terulang!" ucap tegas walikota Anis.

"Ini bukan salah ibu walikota. Tidak perlu meminta maaf sebegitunya. Kami hargai keputusan Anda," balas Bibi terdengar segan.

"Selain itu, saya akan memberikan dana bantuan pada kalian, pada orang-orang yang bernasib sama!"

Siapa sangka, respon dari Bibi sedikit dan luar dugaan walikota Anis.

"Saya tidak bisa menerima itu. Mungkin Bu walikota bisa memberikannya pada orang lain!" Bibi menolaknya.

"Saya hargai keputusan itu." Walikota Anis sedikit kecewa sebetulnya, ia memegangi kepalanya. "Huh, tugas untuk membereskan para tikus di pemerintahan itu berat!"

Setelah itu, mereka berpisah. Zian mengantar Bibi dan Rani pulang ke rumahnya. Namun, ia sendiri tidak pulang sebab memiliki hutang janji dengan walikota Anis.

Mobil hitam telah menunggu di pinggir jalan, itu bukan mobil dinas yang sering digunakan walikota Anis. Jadi, tak bakal ada yang ngeh bila walikota sedang jalan-jalan.

Zian menghampirinya dan disambut dengan ajakan untuk masuk ke mobil. Ia mengiyakan dan duduk di kursi belakang bersama walikota, sedang si asisten yang menyetir.

Terjadi keheningan beberapa saat antara Zian dan walikota Anis. Si mantan tentara bingung ingin membicarakan apa, sementara si walikota menunggu momen yang pas. Dan saat menjumpai lampu merah, walikota Anis akhirnya buka mulut.

"Aku sangat berterima kasih padamu, Zian!" ucapnya tiba-tiba.

Zian bingung dengan maksud dari ucapan terima kasih itu.

"Untuk?"

"Kau mengingat kakek-kakek yang kau tolong di jalan?"

Zian mengangguk dengan agak ragu. "I-iya, memangnya kenapa?"

"Itu ayahku. Beliau sangat berterima kasih sudah menyelamatkannya, sekaligus menyembuhkan penyakit jantung akut yang diderita."

Zian membelalak, ia tidak pernah menyangka pria tua yang telah ditolongnya memiliki latar belakang yang hebat.

"Tidak masalah. Aku cuma melakukannya sebagai sesama manusia yang tolong-menolong." Zian tersenyum sebelum melanjutkan, " apa beliau baik-baik saja?"

"Tentu, itu semua berkatmu. Hahaha, oh ya. Tunggu sampai ayahku keluar dari rumah sakit. Aku akan mentraktirmu, kita makan malam bertiga."

Zian tidak punya kesempatan untuk menolak, jadi ia asal mengangguk.

"Selain itu, apa kau memiliki semacam kesulitan? Aku mungkin bisa membantumu."

Zian masih tidak menyangka bisa terlibat urusan dengan seorang walikota karena membantu seorang kakek-kakek. Namun, ia juga bersyukur.

Zian tidak melewatkan kesempatan bantuan dari walikota Anis. Ia berniat membantu keluarga Raden, yah pasti ditolak. Setidaknya mencoba dulu.

"Tolong gratiskan biaya pendidikan Rani!" pinta Zian.

"Kau ternyata sangat baik. Apa tidak punya kesulitan pada diri sendiri? Yah, apa pun itu. Apakah cuma itu permintaanmu!" walikota Anis mengonfirmasi.

"Tolong!" Zian mengangguk.

"Aku mungkin ada bonus. Selain pendidikan, aku mungkin bisa memperdayakan rumah untuk keluarga itu? Bagaimana?"

"Itu sangat membantu. Terima kasih."

Setelah menyelesaikan urusannya dengan walikota, Zian pulang. Ia langsung masuk ke dalam lukisan untuk mempersiapkan bisnis yang sempat tertunda.

"Ok, saatnya memposting anggrek-anggrek ini!"

Terpopuler

Comments

car_ les

car_ les

lanjutkan

2023-10-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!