Bab 12: Berandalan kelas teri

'Cih, ternyata firasat Rara benar?! Bisa-bisanya para berandalan itu datang ke sini, apalagi membawa orang sekampung!' Hati Zian bersuara ketika melihat segerombolan pria mengepung rumahnya Raden.

'Mereka membawa senjata juga?'

Di tiap tangan mereka tersemat senjata, entah itu pentungan, gir, celurit, atau senjata buatan sendiri yang bentuknya aneh.

'Mereka ingin tawuran!'

Lawan Zian nampak lebih banyak dan menakutkan. Mereka berhasil membuat semua orang di lingkungan itu untuk menutup rapat semua pintu. Namun, pria yang diketahui pernah menjadi bagian dari militer tidak kenal takut.

Zian maju untuk meladeni mereka.

"Apa mau kalian?" ucap Zian seolah menantang. Tadi hanya pertanyaan basa-basi. Ia jelas paham tujuan dari pria yang tidak lebih dari kumpulan reog.

"Hei, jangan banyak omong! Berlutut lah sekarang!" titah pria yang sepertinya adalah ketua dari berandalan itu.

"Hah? Untuk apa aku melakukannya? Kau penguasaku? Seorang Raja. Yah, meskipun kau seorang Raja, aku juga tidak sudi." Zian meludah.

Pria dengan jaket kulit berwarna cokelat itu terkekeh terhadap pernyataan Zian.

"Ternyata orang ini sama saja dengan Raden. Kuharap kau tidak menjadi pecundang sepertinya. Buat kami senang!"

Zian tersulut, ia mengepalkan telapak tangannya, serta muncul urat syaraf di pelipisnya.

"Heh! Jika dia di sini, kau pasti sudah babak belur." si mantan tentara menyeringai.

"Kak Zian?" Rani memanggil dari dalam. Ia terkejut melihat belasan orang telah berada di halaman depan rumahnya.

"Oh, hai, Rani?" Si ketua geng menyapa adiknya Raden itu dengan senyum genit, sontak membuatnya risih dan reflek berlindung di balik badan Zian.

"Gimana nih, kak? Mereka benar-benar ke sini. Apakah aku harus melapor polisi?" bisik Rani.

"Kau tenang saja. Tidak akan terjadi apa-apa. Kau masuk saja ke rumah!"

"Serius? Kak Zian bisa menghadapi mereka?" Rani belum yakin pada perintah teman kakaknya itu. Sekuat-kuatnya Zian, pihak musuh unggul dalam jumlah yang telak, apalagi dengan berbagai senjata di tangan.

"Huh, percaya lah! Tidak akan terjadi sesuatu yang serius. Semua ini akan berkahir dengan cepat ... kurasa?"

"Tuh kan? Kak Zian saja pesimis!"

"Hei, itu bukan pesimistis——"

"Sudah selesai diskusinya?" Si ketua geng terkekeh, matanya tidak berhenti menatap Rani.

Gadis itu jadi kesal dan keluar dari balik badan Zian dan berseru. "Hei, tolong pergi dari sini! Urusan kalian hanya denganku, jangan libatkan pria ini! Jangan——"

"Banyak bacot kau, Rani!"

Sebuah gir melesat dan hampir mengenai Rani jika tidak ditahan oleh Zian. Namun, karenanya, telapak tangan Zian menjadi berdarah. Putaran gir yang dilemparkan terlalu cepat.

"K-kak Zian?" Rani sontak menutup mulutnya, ia ngilu melihat luka sobekan di telapak tangan sahabat kakaknya itu.

"Ini bukan apa-apa! Kau ke dalam dan cari tempat aman, aku akan mengurus mereka. Percayalah padaku!" Senyuman merekah di wajah pria itu. Ia menikmati rasa perih di telapak tangannya.

'Apakah ini benar-benar kak Zian? Dia sangat berbeda dengan yang kukenal dulu!' pikir Rani sesaat sebelum kembali ke dalam rumah. Ia harus menjaga ibunya yang masih lemah.

"Huh, bisa kita mulai?"

*Krek!

Zian mencengkeram gir di tangannya hingga hancur. Semua orang di sana reflek menelan ludah.

"Hmm, kau kuat juga?!" Si ketua geng bersikap remeh. "Kalian semua, habisi dia!"

Tidak ada anak buahnya yang menggerakkan kaki.

"Apa yang kalian tunggu, ban9sat? Cepat habisi dia!" Ia berteriak.

Anak buahnya pun satu per satu mulai berlari menerjang Zian. Mereka berteriak keras untuk meredakan rasa takut yang telah tertanam di diri mereka pada sosok bernama Zian.

"Huh, dasar berisik!"

*Buaghh!

Zian mengelak dan menghantam perut orang yang berlari paling depan. Ia membawa pentungan dan langsung direbut. Orang-orang yang hendak menyerbu Zian berhenti seketika.

"Kenapa ragu-ragu? Di medan perang, kalian akan mati jika bersikap ragu!" Zian tidak menunggu mereka, tapi ia yang menghampiri.

"Haaaaa!"

Para cecunguk itu mendapatkan kembali keberaniannya dan menyerang Zian secara keroyokan. Namun, pemenangnya sudah ditentukan.

*Buagh! X 19

Mereka semua k.o, sedangkan Zian hanya mengerahkan setengah dari tenaganya.

'Huh, tubuhku benar-benar berubah. Reflek, kekuatan, kecepatan, dan daya tahan ... semuanya meningkat!' pikir Zian menatap kumpulan orang menyedihkan yang tergelatak di tanah.

"Dan sisanya adalah ....." Zian menyeringai saat menatap si ketua. "Kau sudah siap?"

'Apa-apaan ini? Dia benar-benar gila?' si ketua ketakutan, ia perlahan mudur hendak berlari ketika Zian berjalan ke arahnya.

"Hei, j-j-jangan berani-beraninya mendekat! Kau akan mendapat masalah jika——"

"Oh, jangan sampai mengompol, ya? Aku akan merekam ini dan meng-upload di internet, hahaha." Zian mengeluarkan ponselnya.

"Kau akan mendapat batunya! Aku ini orang penting, kau pasti akan——" ia tersandung oleh batu dan Zian telah berada di hadapannya.

"Akan apa?" tanya Zian, ia berjongkok untuk menyamakan tinggi badan. "Hei, senyum!"

*Cekrek!

Si ketua geng itu langsung lari tunggang langgang.

"Heh! Dasar pecundang!"

Zian kemudian menatap belasan orang yang tergeletak di tanah.

"Sebaiknya kalian hentikan pura-puranya! Jika dalam hitungan ke-10 kalian tetap di sini, aku jamin kalian tidak akan bisa kembali. 1 sampai 10——"

Kurang dari semenit, halaman rumah Raden langsung bersih dari manusia.

Setelah keadaan aman, Rani keluar bersama ibunya untuk memastikan keadaan Zian.

"Kak Zian?"

Zian terkejut karena Rani juga mengajak ibunya. "Hei, tidak usah keluar! Apa Bibi sudah bisa berjalan dengan normal?"

"Aku baik-baik saja, Zian!" Bibi mengangguk seraya tersenyum.

"Kak Zian luar biasa! Kakak bisa mengalahkan mereka dengan tangan kosong?" kagum Rani.

"Itu bukan apa-apa. Mereka cuma kelas teri."

"Tapi, Zian. Ini tidak berakhir. Dia memiliki orang-orang penting di belakang. Berandalan itu bisa saja memanfaatkannya untuk membalas!" cemas Bibi, ia jelas tahu siapa yang dihadapi Zian.

"Huh, dia benar-benar pecundang! Tapi, Bibi tenang saja. Aku akan selalu siap menghadapinya!" ucap Zian tanpa gentar.

"Jadi, gimana? Kita harus bersiap jika mereka kembali! Lapor poli, oh, ya ... si berandalan itu punya keluarga seorang polisi!?"

Mereka buntu, tapi Zian akhirnya menemukan ide.

"Sebaiknya Rara dan Bibi pindah dari sini! Oh, mungkin kalian bisa pindah ke rumahku?!"

Rani dan Bibi tidak memberikan sanggahan, mereka asal setuju saja karena memang itu jalan keluar satu-satunya. Mereka berdua kemudian bergegas mengemasi barang bawaan, seperti baju dan benda-benda penting yang ringan. Zian membantu acara pindahan mereka.

Namun, kekhawatiran Bibi datang lebih cepat. Dari luar terdengar suara sirine dari mobil polisi. Para polisi keluar dari mobil dan langsung memblokir semua pintu keluar rumahnya Raden.

'Huh, bagaimana ini?'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!