Dengan terpaksa Jova pun pada akhirnya mengikuti kemauan Arzen masuk ke dalam mobilnya. Tidak ada obrolan di antara mereka berdua, karena Jova yang sudah membayangkan kemarahan suaminya, sementara Arzen diam saja karena dia juga bingung mau memulai obrolan dari mana. Sedangkan wajah Jova di tekuk terus.
"Apa bos kamu sangat parah kondisinya?" tanya Jova dengan pandangan mata yang masih di buang ke luar jendela mobil, memperhatikan jalanan ibu kota yang padat, barisan pedagang hampir memenuhi trotoar jalan, dan juga berbagai kendaraan yang seolah tengah berebut untuk jadi pemenangnya.
"Aku pun tidak tahu, baru saja aku mau menjenguknya dan memastikan kondisinya seperti apa. Aku bahkan tidak tahu sebenarnya yang terjadi di antara kalian." Arzen pun nampak terlihat tidak tahu apa-apa dan hanya menjalankan perintah dari atasannya.
"Arzen apa kamu tidak punya kenalan yang bisa memberikan pekerjaan lain untuk aku, kenapa aku merasa kerja dengan bos kamu itu seperti sedang bermain-main dengan seorang psikopat. Dia sangat mengerikan, aku tidak tahu dia kapan akan menguliti aku." Tidak ada salahkanya kan berusaha siapa tahu Arzen akan memberikan pekerjaan yang lebih baik lagi dengan bos yang lebih waras tentunya.
"Kalau aku ada peluang pekerjaan lain, pasti yang lebih duluan pindah aku Jo, tetapi cari kerja di Jakarta itu tidak gampang itu sebabnya aku tetap bertahan meskipun tidak jarang harus makan hati. Aku dan kamu sama saja tidak ada yang lebih baik, semuanya sama saja. Kerja memang seperti ini, tapi nanti bakal terbiasa juga kok."
Jova pun setelah mendengar jawaban dari Arzen sedikit diam dan pasrah, yah tidak aneh sih ketika orang-orang juga kerja di sini karena butuh dan harus patuh dengan peraturanya. Dia bisa lihat dari teman-teman gudang yang sangat takut baru mendengar nama Felix saja.
Setelah menempuh perjalanan yang tidak terlalu lama, kini Jova dan Arzen pun sudah sampai di depan rumah sakit. Sebelum masuk ke dalam rumah sakit yang besar itu, Jova lebih dulu melafalkan doa kebaikan.
"Ya Tuhan lidungilah aku dan semoga suami hamba tidak menghukum hamba, ataupun memecatnya. Berikan pertolongan Mu, Tuhan." Setelah cukup tenang Jova pun mengekor di belakang Arzen dengan langkah kaki yang cukup kencang.
Kedua mata Jova menatap kesibukan dokter dan perawat di rumah, tidak kalah sibuk Arzen juga bola-balik seperti setrikaan. Sementara Jova sendiri hanya diam saja. Dalam pikiranya sudah membayangkan hukuman apa yang sekiranya dia akan dapatkan. Cukup lama Jova bergeming dalam duduknya, menatap hilir mudik orang-orang di hadapanya.
"Jo, ikut aku!"
Jova pun tersentak dari lamunanya. Sedetik kemudian wanita itu mengekor kembali di belakang Arzen.
"Apa aku bakal dipecat?" lirih Jova, tidak ada ketakutan lain dalam kehidupan ini kecuali ia akan kehilangan pekerjaanya. Bagimana dia akan bertahan hidup di Ibukota ini, sedangkan dia tidak bekerja. Ibukota bukan tempat yang mudah untuk mencari pekerjaan, apalagi orang seperti Jova yang tidak ada pengalaman, dan tidak banyak kenalan serta pendidikan yang tidak tinggi, pasti akan sangat sulit mencari pekerjaan baru.
Arzen hanya membalas pertanyaan Jova tatapan yang penuh arti. Pandangan mata Jova menatap Felix, suaminya dengan kaki terperban dan terpasang gips. Kening Jova pun mengerut.
"Apakah lukanya separah itu?" batin Jova terus menatap kaki Felix. Rasanya seperti tidak mungkin dia hanya tertindih tapi sampai separah itu lukanya.
"Apa loe akan tetap berdiri di situ sampai besok? Apa loe tidak ingin meminta maaf atas semua yang terjadi pada gue?" Suara yang tegas dan menggelegar membuat Jova tersentak dari lamunanya. Untuk beberapa saat Jova mengerjapkan matanya, kembali menyadarkan lamun, dengan langkah tertatih wanita itu menghampiri Felix.
"Kenapa saya yang harus meminta maaf? Bukan aku yang membuat Anda seperti ini Tuan, tetapi kalau meminta maaf itu adalah syarat agar saya tidak di pecat, maka saya akan melakukanya. Maafkan saya, tetapi saya tidak tahu kesalahan saya di mana." Jova masih berat dan bingung memintamaaf pada Felix maksud itu yang mana, sedangkan dirinya saja korban. Tangan sedikit nyeri, ia juga syok dan
"Apa begitu cara kamu meminta maaf?" beo Felix. Bahkan Jova harus mengulang perminta maafannya hingga tiga kali. Keterlaluan memang orang kaya itu tidak ada hentinya menguji kesabaran Jova.
"Ok, karena loe udah mengakui kesalahnya, gue tidak akam pecat loe, tapi sebagai tanggung jawab atas perbuatan loe. Mulai saat ini loe harus jadi perawat gue. Tenang gajih loe tetap akan sama dengan pekerjaan sebelumnya."
Jeduueerrr... Tubuh Jova langsung lemas mendengar ucapan Felix.
"Tuhan ujian seperti apa lagi ini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Isnaeni
lanjut thor semangat🥰🥰🥰
2023-01-30
1