Kedua kelopak mata Jova sontak melebar sempurna, tersentak kaget mendengar penuturan Tiwi. "Kenapa aku jadi yang tanggung jawab Wi, kalian tahu kan aku diperintah, dan soal kejadian itu mana saya tahu kalau papan yang jadi pijakan oleh aku akan patah?" protes Jova, rasanya tidak adil banget hidupnya selalu disalahkan.
"Iya, aku tahu dengan apa yang kamu maksud Jo, tapi kalau aku boleh kasih masukan kamu ikuti saja apa kata Bu Dewi, ikut ke rumah sakit untuk mempertanggung jawabkan apa yang terjadi, dari pada nanti malah urusanya panjang, apalagi ini menyangkut Tuan Felix, pemilik supermarket ini, kita bisa apa. Kita semua hanya bawahan." Tiwi berbicara setengah berbisik di balik daun telinga Jova.
Jova sendiri pun semakin tersudut, ingin ia berkata seharusnya yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi bukan dirinya, tetapi bu Dewi, selaku supervisor di gudang, dan dia adalah penanggung jawab sekaligus orang yang memerintah Jova untuk naik ke papan itu. Tanpa bu Dewi perintah mana mungkin Jova tiba-tiba naik ke atas sana dan kejadian insiden ini.
"Udah Jo, lebih baik ikut saja. Tuh Pak Arzen nyariin agar kamu ikut, dan tanggung jawab." Marta tidak mau kalah, meminta Jova untuk tanggung jawab, Jova sendiri semakin terpojokan. Hidupnya terlalu lucu. Siapa yang luka dan apa sebabnya dia yang harus tanggung jawab.
Sama saja siapa yang memakan nangka dia yang kena getahnya. Mungkin itu yang saat ini terjadi pada Jova.
Seketika kembali awan kehidupanya menjadi gelap, baru juga satu minggu Jova bisa bebas tekanan dari suaminya, dan bisa tertawa dengan teman-teman barunya. Namun, justru dihari ini badai akan kembali menghantamnya.
Jova sendiri menatap ke arah barusan Marta menunjuk, dan benar saja asisten Arzen sedang berjalan menuju ke arah dirinya berdiri. Wanita itu masih bergeming, pura-pura tidak tahu dengan tujuan Arzen datang menemui dirinya. Meskipun Jova sudah menebak bahwa kedatangan Arzen tidak lain untuk membahas yang terjadi dengan bosnya.
"Jo, kamu dipanggil asisten Arzen." Bu Dewi yang justru menghampiri Jova, dan meminta wanita itu menghampiri Arzen yang justru berdiri tidak jauh dari dirinya berdiri juga. Apa salahnya coba datang menghampiri Jova, bukan malah meminta bu Dewi untuk menemui Jova untuk menemui dirinya. Ribet banget, itu yang ada dalam pikiran Jova saat ini.
"Bu, apa tidak sebaiknya Bu Dewi yang menemui asisten Arzen dan menjelaskan apa yang terjadi, bukanya saya naik ke papan itu juga karena diperintah oleh Bu Dewi, tapi kenapa saya yang dikejar-kejar untuk bertanggung jawab." Jova sebelum menemui Arzen lebih dulu bernegosiasi dengan atasanya. Siapa tahu mempan ucapanya.
Bukan Jova terlalu lancang ingin lari dari tanggung jawab dan juga membangkang, tetapi dia merasa bahwa ini semua bukan kesalahnya. Sehingga dia harus terus berusaha untuk sebuah keadilan. Andai itu memang murni kesalahanya Jova tidak akan pernah menolak untuk bertanggung jawab, tetapi yang satu ini terjadi justru terlalu tidak masuk akal.
"Udah kamu temui saja, aku sudah menjelaskan pada Tuan Felix apa yang terjadi, tetapi beliau ingin kamu yang bertanggung jawab. Kamu berdoa saja semoga bos kita sedang dalam mode baik," ujar Bu Dewi yang justru semakin membuat jantung Jova seolah hampir bergeser ke sebelah kanan.
Jova pun memejamkan matanya dengan kuat, sungguh dia tidak mengerti dengan apa yang terjadi dengan hidupnya. Wanita itu melirik pada teman-temanya yang mana mereka hanya menatap Jova dengan iba, tetapi tidak ada satu pun yang membela Jova, mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Dengan langkah kaki berat dan lemas Jova mendekat ke Arzen yang sedang berdiri dengan wajah yang terlihat cemas di samping kendaraan roda empatnya.
"Kamu tidak apa-apa?" cecar Arzen begitu tahu Jova sudah mendekatinya. Wanita itu menggeleng dengan tatapan yang mengiba.
"Kenapa harus aku yang tanggung jawab, bukan aku yang menginginkan semua ini terjadi, kenapa mesti aku," protes Jova dengan suara yang bergetar. Ia tahu yang saat ini bisa menolong dirinya hanya Arzen. Hanya dengan bantuan Arzen Jova bisa lepas dari tudingan Felix yang jahat itu, tetapi masalahnya apakah Arzen mau membantunya, mengingat laki-laki itu juga hanyalah tangan kanan Felix.
"Kamu jelaskan nanti. Sekarang kamu ikut aku." Tanpa menunggu persetujuan dari Jova. Arzen menarik wanita itu agar masuk ke dalam mobilnya.
Glekkk... Jova hanya bisa menelan salivanya kasar. Pasrah dan berdoa hanya itu yang bisa ia lakukan.
"Ya Tuhan, apa aku akan dipecat, Cemong do'akan mommy ya Nak, agar mommy tidak dipecat!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments