"Jova, kamu ingat nanti sore keluarga calon suami kamu akan datang, kamu jangan lembur, jangan pura-pura menghindar," pesan Lasmi sebelum Jova berangkat kerja.
"Baik Bu, Jova tidak akan membuat Ibu, dan Bapak malu," balas Jova dengan sisa menguapnya. Yah, gimana tidak mengantuk dia tidur hanya dua jam, itu semua gara-gara dirinya membayangkan laki-laki tua yang akan menjadi suaminya.
Huaaa... Huaaa... Entah berapa kali Jova menguap karena jam tidur yang hanya dua jam itu.
"Jo, kamu nguap mulu, awas nanti salah masukin barang, bisa dikomplein oleh customer. Mending customer pengertian, kalau yang bawel minta tukar barang, kembalikan uang, kasih ulasan bintang satu, kamu potong gajih lagi." Sumi menyikut Jova yang matanya merah dan berair karena nahan ngantuk.
"Ih amit-amit Sum, udah gajih kecil masa di potong," balas Jova, ia bahkan sudah jingkrak-jingkrak agar rasa ngantuknya hilang, tapi paling beberapa menit ajah setelah itu ia kembali ngantuk lagi.
"Makanya kerjanya yang benar, jangan ngantuk, mana yang salah satu orang yang di marahin semua, kan gak asik banget," balas Sumi, rekan kerja satu bagian denganya. Sumi memang bawel dan berisik, tetapi dia adalah teman terbaik Jova.
Jova sendiri bekerja disalah satu toko online terbesar di kotanya, di bagian paking barang untuk dikirimkan ke customer, resikonya besar. Salah masukin warna, tipe dan lain sebagainya maka akibat yang ditanggung adalah potong gajih dengan harga barang yang salah itu. Maka dari itu Jova dan teman-temanya harus super teliti.
"Sum, sebentar lagi aku kayaknya mau nikah deh," lirih Jova, sekalian biar ngak ngantuk dia coba membahas si perjaka tua yang akan menjadi suaminya.
"Hah, serius? Mau nikah sama siapa kamu?" tanya Sumi kaget, bahkan saking kagetnya dua biji matanya hampir loncat.
Wajar Sumi bertanya seperti itu, pasalnya dari sekian temanya yang paling setia menjomblo adalah Jova. Gadis usia 23 tahun itu tidak pernah pacaran, alasanya dosa. Padahal memang tidak ada yang mau, mungkin karena keluarga Jova miskin. Dan Jova sendiri keseharianya keluar hanya kerja selepas kerja akan sibuk dengan dunia listernasi-nya yang belakangan dia gelutinya. Sekedar menyalurkan hobby-nya dan syukur-syukur bisa terkenal seperti yang lainya, dan menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk membantu perekonomian keluarganya.
"Tapi kamu jangan bilang kesiapa-siapa yah," lirih Jova dengan mengacungkan cutter di tanganya.
"Iya, bawel banget sih, lagian kapan aku bocor," dengus Sumi dengan menahan tangan Jova yang tengah memegang cutter agar turun ke bawah. Ngeri juga main ngacungin benda tajem, setan lewat wasallam.
"Sama anaknya Juragan Guntoro."
“Apah!!! Kamu mau nikah sama anak Juragan Guntoro." Suara Sumi justru menggelegar, sehingga rekan satu bagian yang sedang peking pesanan customer menatap Jova dan Sumi dengan heran.
Buru-buru Jova membekap mulut Sumi yang lancang itu.
"Histtt... dibilang jangan bilang-bilang malah bikin pengumuman. Dasar Sumi ini memang menyebalkan sekali," umpat Jova pada temanya, tentu di dalam hatinya.
"Maaf teman-teman, Sumi ini memang tukang halu. Lanjut kerja saja," ucap Jova tanganya masih membekap mulut Sumi yang lancang itu. Sumi sendiri malah terkekeh seolah ia senang dengan kemarahan Jova.
Entah berapa kali Jova melirik jam di ponselnya. Bukan karena gadis itu ingin buru-buru pulang, tapi ia berharap jamnya berhenti sehingga ia tidak akan bertemu dengan keluarga calon suaminya.
"Kenapa waktu serasa cepat sekali sih, udah jam empat ajah. Itu tandanya aku harus pulang bertemu dengan calon suami, perjaka tua itu," gerundel Jova. Dalam ingatanya sudah membayangkan wajah anak dari juragan Guntoro.
Jova pun sudah tebak, bahwa wajahnya pasti sangat jelek, dan tua itu sebabnya laki-laki itu tidak laku, dan itu juga penyebab tetangga sebelumnya yang dijodohkan dengan laki-laki yang bernama Felix lebih memilih mundur.
"Jov, kamu nggak lembur?" tanya Sumi. Biasanya gadis itu nomor satu rajin kalau ada lemburan.
Senyum masam tersungging dari bibir Jova. "Aku izin tidak ikut lembur dulu Sum. Sayang sih lumayan buat beli cilok, tapi badan aku lemes banget, pengin tidur," lirih jova sembari merapihkan meja kerjanya.
"Ya udah kalau gitu kamu hati-hati. Istirahat yang banyak, jangan mikirin anak juragan kaya itu. Terus kalau mau nikah aku undang-undang yah," kelakar Sumi, dia memang teman yang sangat iseng. Jova pun lebih baik buru-buru pergi, dari pada Sumi terus-terusan meledeknya.
Dengan tubuh yang lemas, sejak tadi pagi Lasmi mengatkan kalau keluarga calon suaminya akan datang, Jova jadi tidak bernafsu makan. Dalam otaknya hanya ada laki-laki tua yang akan jadi suaminya, tua, jelek, nyebelin, dan pelit seolah menjadi momok paling menakutkan untuk Jova.
Lagi, perjalanan pulang pun terasa cepat sekali. Padahal Jova ingin lebih lama untuk menyiapkan mentalnya. Namun, semesta tidak mendukungnya, justru gadis itu merasa hari ini terasa sangat singkat.
Dengan kaki yang berat Jova mengayunkan kakinya menuju rumah. Jantungnya sudah tidak bisa diajak bekerja sama. Ingin dia tetap tenang dan biasa saja, tetap jantungnya berhianat, justru berdetak lebih cepat dan tubuhnya memanas seketika, hingga dia merasakan tubuhnya gemetar. Padahal ia baru melihat barisan mobil di halaman rumahnya. Belum bertemu calon suaminya.
'Tenang Jova tenang, belum tentu perjaka tua ada di dalam sana,' batin Jova menenangkan hatinya yang bergemuruh.
"Assalamualakum," ucap Jova dengan sopan. Beberapa tamu langsung menghentikan obrolan mereka, dan semuanya menatap pada Jova yang tengah berdiri di ambang pintu.
"Wallaikumsallam. Akhirnya kamu datang juga Jo, kenalin ini calon keluarga suami kamu." Janu beranjak dari duduknya dan mengampiri Jova, gadis itu pun bersalaman dengan tamu yang di sebut-sebut keluarga calon suaminya.
Kedua mata Jova awas melihat setiap tamu yang hadir, tetapi ia tidak melihat ada laki-laki tua, dan jelek seperti yang ada dalam bayanganya. hanya ada tiga laki-laki yang satu sudah setengah sepuh dia adalah juragan Guntoro, dan satu lagi laki-laki tua juga, tetapi tidak setua juragan Guntoro. Sementara satu lagi, laki-laki tampan, tapi jangan ditanya sudah pasti dia bukan calon suaminya. Itu yang ada dalam bayangan Jova. Laki-laki itu terlalu muda untuk umur 38 tahun.
Gadis itu menghirup nafas lega karena pasti calon suaminya tidak ikut datang ke rumah. Jova sendiri memilih duduk di samping Lasmi. Tanpa terlibat obrolan apapun. Ia akan berbicara apabila ditanya selebihnya ia serahkan pada orang tuanya dan calon keluarga suaminya sebagai keputusan akhirnya.
"Om, Pah. Apa kita boleh mengobrol berdua dulu, untuk pengenalan. Rasanya terlalu lucu kalau kita akan menikah, tetapi tidak saling kenal." Suara berat dan tegas berhasil menarik perhatian Jova. Gadis itu yang sedari tadi lebih banyak menunduk pun seketika mengangkat wajahnya.
'Astaga, apa dia calon suami aku kenapa bisa tampan. Bukannya seharusnya jelek, dan tua?' batin Jova, otaknya seketika tidak bisa berpikir dengan jernih.
Lasmi pun berbisik pada Jova agar putri sulungnya mengikuti laki-laki tampan itu. Bak kerbau dicocok hidungnya, Jova pun tidak bisa protes, ia mengikuti calon suaminya yang sudah lebih dulu duduk di bawah pohon jambu. Memang di sana ada bale, biasa dipakai buat santai.
Dengan langkah berat, dan perasaan yang berkecamuk. Jova pun mengikuti laki-laki itu untuk duduk di bawah pohon jambu. Gadis itu beberapa kali menghela nafas panjang berharap mengurangi rasa gugupnya.
"Apa Anda adalah anak Juragan Guntoro yang bernama Felix?" tanya Jova, memulai obrolan.
"Apa aku harus menunjukan kartu identitasku?" tanya balik laki-laki yang duduk di samping Jova. Nada bicaranya kurang enak didengar membuat Jova bisa menyimpulkan kalau laki-laki itu memang galak dan sangat menyebalkan.
"Ah, tidak usah. Aku hanya kaget, kirain yang bernama Felix itu sudah tua dan juga..."Jova tidak melanjutkan ucapanya, karena Felix sendiri sudah menatapnya dengan tajam seolah ia sedang meguliti tubuh Jova.
“Maaf.” Jova menundukan pandangan. Mengalah adalah cara paling baik menghadapi calon suami yang galak.
"Aku juga tidak menyangka, ternyata cewek yang jadi pilihan Papah, pendek, dekil dan bawel. Aku pikir setara dengan Chelsea Islan, taunya lebih mirip pembantu di rumah. Cewek kayak gini juga di Jakarta banyak, tidak harus jauh-jauh untuk nemuinya," jawab Felix, pandanganya masih menatap Jova yang sedang menunduk.
Sedetik kemudian Jova mengangkat wajahnya. Ia akui mulut Felix memang keterlaluan. Pantas saja tidak laku.
"Memang yah, uang tidak bisa membeli attitude. Anda kaya dan berpendidikan, tapi sayang mulutnya suka menyakiti perasaan orang lain." Jova sebenarnya tidak kaget dengan ucapan calon suaminya. Orang-orang tidak salah menilainya, dan Jova bisa menilai gimana watak calon suaminya. Meskipun baru bertemu, sekilas saja sudah bisa menyimpulkan bahwa calon suaminya memiliki sifat yang buruk.
Belum menikah saja kesabaranya langsung dikuras, gimana kalau sudah nikah. Mungkin ia akan menjadi manusia hanya berbalut tulang dan kulit karena tekanan batin.
"Tapi itu kenyataan kamu memang seperti itu kan. Tinggi satu meter kotor, kulit juga... kamu bisa lihat sendiri gimana kulit kamu. Bawel, aku rasa kamu bisa ukur kamu bawel atau tidak, tapi menurut aku kamu bawel, dan itu bukan kriteria cewek buat jadi pendamping hidupku."
Jova pun akui memang yang dikatakan laki-laki itu benar, ia hitam, pendek dan bawel. "Terus mau kamu apa? Apa mau batalin pernikahan ini? Caranya gimana? Aku akan sangat senang kalau kamu dan orang tua kamu mau membatalkan pernikahan ini," cecar Jova, kalau dibatalin sih ini kemauan Jova banget.
“Enak saja, enggak lah lagian aku gak bakal sia-siakan kesempatan emas ini. Harta dapat, pembantu gratis juga dapat.” Felix membalas pertanyaan Jova, dengan bibir tersenyum sinis.
“Sudah aku duga laki-laki ini emang licik.”
#Sabar Jova, ini ujian....
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Indri_Iin
Jova tenang saja biasanya yg benci di awl itu bucin di belakng, jd semangat trs untuk kamu jova...
2023-01-19
13