Langit hampir gelap di tinggalkan oleh matahari. Senja menyapa memberi warna jingga, tugas surya siap di gantikan oleh rembulan. Anak-anak manusia kembali ke penginapan dengan perasaan puas dengan kegiatan masing-masing.
Pelayan sudah menyiapkan hidangan barbeque di halaman samping rumah yang menghadap ke pantai. Bahkan ada api unggun di tengah-tengah area makan malam.
"Wah enak nih... " Jeni dan Justin datang paling akhir ke tempat bakaran, dia ngiler melihat banyaknya daging slice dan sosis berukuran besar di meja.
"Ayo, kita panggang sekarang. Laper tahu." Gerutu Justin mulai menaruh beberapa daging dan sosis di atas pemanggang.
"Ada yang ingin makan mie instan?" Alya bertanya pada teman-teman nya, dia tiba-tiba mengambil satu cup mie instan dan membukanya untuk di seduh.
"Aku mau nona. " Daniar menyusul dan mengikuti langkah Alya.
"Daging dan mie, wow aku baru tahu perpaduan itu." Christian menggelengkan kepalanya tak mengerti, selera makan Alya sulit di tebak semenjak hamil.
"Ini enak honey, aku sering melihat mukbang Orang-orang Korea." Jawab Alya mengedikkan bahunya.
"Theo kemarilah, gantikan posisi Jeni." Perintah Justin, dia tidak tega melihat mata kekasihnya berair karena asap.
"Ok." Theo pun bangun dari duduknya, berdiri di samping Justin.
"Niar, apa pendapat Theo tentang tugasmu di London? " Bisik Alya, mereka masih sibuk meracik bumbu mie milik masing-masing.
"Aku tidak memberitahu nya nona." Kata Daniar polos, Alya menatapnya tak percaya.
"Kenapa? " Tanyanya heran.
"Kami tidak terikat hubungan apapun. Dia bukan siapa-siapa ku, jadi bukan kewajibanku mengatakan semua kegiatanku padanya. " Daniar menampilkan senyum getir, dan Alya bisa merasakan itu.
Sebenarnya Daniar senang saat Theo menyuruhnya untuk terbuka tentang hal apapun padanya. Hanya saja Daniar terlalu sadar diri, mereka sekedar menjalin kerja sama tertulis yang menegaskan untuk tidak mencampuri urusan pribadi.
"Kau tahu Niar, Theo overdosis ketika aku menolak lamarannya. Dia juga pernah di rehabilitasi. Tapi ajaibnya, saat aku memutuskan untuk menikah dengan Christian, Theo tidak pernah menggila. " Jelas Alya, mungkin benar kehadiran Daniar di sisi Theo bisa meredam kan amarahnya. Syukurlah Theo tidak bertindak jauh lagi.
"Nona, sebenarnya... " Tadinya Daniar ingin berkata jujur pada Alya mengenai perjanjiannya dengan Theo. Namun menggantung karena Christian datang menghampiri.
"Honey duduklah, jangan terlalu lama berdiri." Ajak Christian, dia mengecup ujung kepala Alya.
"Iya. Tadi kau ingin bilang apa Niar?" Alya bertanya menagih ucapan Daniar.
"Tidak ada nona, aku jadi lupa." Daniar terkekeh menyamarkan kebohongannya.
"Baiklah, ayo. " Alya mengapit lengan Christian dan kembali ke kursi mereka.
Daniar tak menyangka Theo pernah senekad itu ketika patah hati. Mungkin ini memang sulit, jadi Daniar memantapkan hati saat berada di London nanti Daniar akan melupakan Theo. Belajar membuka hati untuk laki-laki lain. Atau fokus mengembangkan karirnya di sana. Daniar ingin pergi ke Universitas.
"Hey, malah melamun. Apa kau sakit?" Jeni menyenggol Daniar menyadarkannya.
"Ah tidak, aku hanya sedang berpikir." Jawab Daniar tersenyum simpul.
"Ouh, kau pasti sibuk menyiapkan keberangkatan mu ke London. Tenang aku akan membantu mu." Suasana malam yang hening dan tenang, menyebabkan suara Jeni terdengar nyaring hingga ke telinga Theo.
Theo yang merasa tidak tahu apa-apa soal kepergian Daniar jadi kesal dan marah. Daniar bahkan tidak memberitahu nya sama sekali. Theo membanting food toung dengan sangat keras lalu bergegas masuk ke dalam.
Semua menjadi bingung melihat Theo pergi. Acara makan malam mendadak jadi canggung.
"Dia marah, beri Theo pengertian. " Pinta Christian pada Daniar, jelas karena tugas Daniar ke London membuatnya tak karuan.
"Aku permisi." Daniar pun pamit, dia menyusul Theo. Sementara sisanya lebih memilih menyantap makanan mereka.
Daniar mencari Theo di ruang televisi maupun kamar mereka semalam, namun tidak ada. Lalu Daniar ke luar dan melihat Theo yang sedang terduduk menghisap rokok di beranda depan.
Daniar pun memposisikan tubuhnya di samping Theo. Menatapnya lekat, mencari tahu apa yang sedang laki-laki itu pikirkan. Theo selalu membuatnya tidak mengerti dengan sikapnya. Kadang Theo begitu baik dan perhatian, tak jarang juga melampiaskan amarahnya pada Daniar.
"Ayo kita menikah! " Tanpa basa-basi, Theo tiba-tiba mengutarakan keinginannya. Daniar menyipitkan matanya , kaget bukan main.
"Kau menyukai ku bukan? Aku bisa menjadi suamimu, agar kau tidak perlu pergi kemanapun. " Lanjutnya lagi. Theo masih menatap lurus ke depan.
"Pernikahan bukan hal untuk main-mainmain-main Theo. Aku tidak mau. " Tolak Daniar dengan keras.
"Why? Apa kau rela aku di jodohkan dengan Nola? " Tanya Theo, dia sendiri bingung kenapa bisa sampai berpikir tak masuk akal.
"Tidak." Jawab Daniar tegas.
Dia menatap Theo lekat. "Aku benci kau masih menyimpan perasaan untuk nona Alya. Aku tidak suka kau mencium Nola di hadapanku. Dan aku ingin berhenti mencintaimu saat ini juga." Tanpa bisa ia tahan, air mata Daniar terjatuh begitu saja.
Theo langsung menyambar bibir Daniar yang bergetar menahan isak tangisnya. Tangannya meraih tengkuk Daniar untuk memperdalam ciuman. Cukup lama, membuat keduanya sama-sama terbuai. Dan ketika Daniar mulai kehabisan nafas barulah pagutan itu terlepas.
"Kau belum bisa membalas perasaan ku Theo. Aku harap kau mau mengakhiri perjanjian kita. Ayo habiskan sisa waktu bersama-sama sebelum aku pergi." Kata Daniar, Theo masih bungkam. Dia malah sibuk membelai lembut pipi Daniar.
"Baiklah, karena aku sangat menghargai mu Mari kita selesaikan semuanya. " Theo menyetujui, dari pada Daniar sakit hati menunggunya lebih baik Theo membiarkan Daniar pergi.
Sebagai penerus bisnis keluarga Theo mengemban tugas dan tanggung jawab yang berat. Berbeda dengan kakaknya Christian, dia membangun bisnis dengan usahanya sendiri. Dia memiliki kebebasan yang tidak akan pernah bisa Theo dapatkan. Dunianya bahkan baru saja di mulai.
"Ayo, kita makan. Mie ku pasti sudah melar sekarang." Theo dan Daniar sama-sama terkekeh membayangkannya.
Kedua pasang sejoli beda status itu menatap tak percaya Daniar mampu menenangkan Theo. Mereka bergandengan tangan kembali ke area barbeque. Penuh perhatian, Theo mengambilkan satu piring berisi daging dan sosis.
"Wih, it was a magic Daniar. Aku yakin kau bisa menaklukkan Theo." Justin mengagungkan kedua ibu jarinya memuji Daniar. Jeni menyikut pinggangnya memberi isyarat untuk tidak merusak suasana.
"Be quite ! " Theo menepuk pundak Justin agar berhenti menggodanya.
"Makanlah Niar, kau butuh tenaga ekstra menghadapinya." Ujar Christian, mereka semua tersenyum hangat melihat hubungan Theo dan Daniar ada kemajuan.
Daniar sendiri merasa hatinya perih, bukan. Bukan karena Daniar berhasil meyakinkan Theo, dia malah menyerah sebelum memulai perjuangannya.
"Kau mau minum apa? Biar aku ambilkan." Theo menawarkan Daniar, tampak ia berpikir memilih apa yang di inginkan olehnya.
"Bisakah kau membuatkan ku air lemon yang dingin, aku butuh minuman segar." Daniar menampilkan barisan giginya yang rapi, Theo mengernyitkan keningnya.
"Malam ini udara dingin, yang hangat saja ok? " Bujuk Theo.
"No, please... " Baru kali ini Theo melihat sisi Daniar yang manja, dia tebak karena Daniar sedang memanfaatkan sisa waktu yang mereka miliki.
"Baiklah." Terpaksa Theo menuruti keinginan Daniar. Lalu ia masuk ke dalam menuju dapur.
Pelayan sudah menawarkan diri untuk membuatnya, namun Theo akan melakukannya sendiri.
esok paginya mereka kembali ke kota Paris karena harus melakukan rutinitas bekerja seperti biasanya. Theo memaksa Daniar tinggal di apartemennya sementara waktu.
"istirahat lah, aku ada pekerjaan sebentar di kantor." mereka tiba di apartemen sekitar pukul sebelas siang, Theo sudah di tunggu pak Ben di perusahaan.
"hem,,, " Theo mengecup kening Daniar yang tiduran di sofa. ketika melangkah tangan Theo di tahan oleh Daniar.
"bisakah belikan aku cake coklat saat pulang nanti? " Mulut Daniar yang terasa asam mendadak ingin memakan yang manis-manis.
"aku akan membelinya. "
"Terima kasih. " kali ini Daniar melepaskan Theo pergi.
Di perusahaan, Theo di desak oleh pihak konsumen untuk mendistribusikan produk air mineral kemasan. tentu saja ia kelabakan, karena Theo tidak memilikinya. Christian tiba di ruang kerja Theo yang masih berpikir keras mencari jalan keluar.
"Ini ulah nyonya Aline. " sebuah map di lemparkan Christian ke meja kerja Theo. sang adik langsung membuka isi dari laporan tersebut.
"Sial." umpat Theo menggebrak meja menggunakan tinjunya. ia beranjak lalu menyugar rambutnya kasar.
"Aku bisa membantumu, mencarikan produsen lain yang memiliki kualitas sama baiknya. " Tawaran Christian memang bisa menyelesaikan semua masalah Theo. tapi ia menolak keras, kredibilitas dirinya sebagai calon penerus di perhitungkan. orang tuanya sengaja melakukan hal licik ini agar Theo bisa mengambil keputusan.
"Christian, aku memang harus melakukannya bukan? baiklah, aku akan menuruti semua kemauan mereka." Theo menyambar map tadi, kemudian keluar di susul pak Ben di belakangnya.
Theo dan pak Ben dalam perjalanan menuju perusahaan ayahnya Nola. Demi melancarkan tujuannya, Aline memohon pada Oliver agar mengambil tender pemasok Air mineral. hanya saja mereka membutuhkan pihak kedua yaitu perusahaan ayahnya Nola. tentu saja ini merupakan bentuk hubungan politik.
"Oh Hai Theo,,, " seolah mengetahui kedatangan Theo, Nola sudah menyambutnya di lobby perusahaan. Theo sendiri hanya diam tak menanggapi, kakinya melangkah tegap untuk menemui pimpinan perusahaan.
"selamat datang tuan Theodor." ayah Nola yang bernama Alan bangun dari duduknya, menyapa Theo yang berwajah datar.
"Aku sudah menandatangani nya, jadi cepat turunkan surat perintah untuk mengirim barang ke tempat tujuan. jangan mencoba menguji kesabaran ku tuan Alan." Katanya dingin, penuh penekanan.
"calm down Theo, aku masih belum bisa mempercayai mu sebelum kau bertunangan dengan anak ku Nola. " kalau bukan karena permintaan Nola, Alan sendiri enggan melakukan kerja sama ini. sayangnya Nola sudah jatuh cinta padanya.
"Malam ini juga aku akan mengadakan pesta pertunangan dengan putrimu. kau bisa memegang janjiku." setelah yakin dengan perkataan Theo, Alan langsung menelepon asistennya menurunkan perintah. masalah terselesaikan dengan pengorbanan mahal seorang Theodor.
pak Ben hanya bisa mengiba melihat anak muda di kursi penumpang melakukan hal yang tidak pernah ia inginkan. Tapi apa mau di kata, dunia seolah menuntutnya untuk menjadi sempurna.
"pak Ben, kita mampir ke toko kue sebentar." sebelum lupa, Theo meminta asistennya membeli pesanan Daniar.
"Ah daddy, Terima kasih sudah mau mengabulkan keinginan ku." Nola memeluk manja ayahnya Alan.
"Ingat, daddy tidak akan melanjutkan semua ini jika sekali saja Theo membuat scandal." Alan memang belum bisa menerima Theo, dia pemimpin yang terbilang baru dan meragukan.
"daddy tenang saja, Theo itu laki-laki hebat yang pekerja keras. aku bisa melihatnya." Nola berusaha meyakinkan ayahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments