eps. 19

Setelah menempuh perjalanan darat yang cukup melelahkan, mereka berenam tiba di rumah yang Alya tempati sejak ia di lahirkan hingga berusia tiga belas. Semua langsung di minta beristirahat karena sudah tengah malam. Alya dan Christian menempati kamar miliknya dulu. Lalu Jeni dan Justin tidur bersama di kamar bekas nyonya Patricia di lantai atas. Sementara Daniar memilih kamar milik Grace kakaknya Alya.

Karena kamar Jack di depan kamar nyonya Patricia sudah dijadikan walk in closet pakaian keluarganya, artinya Theo tidak kebagian kamar. Dia tidak mungkin memaksa Daniar untuk tidur bersama. Akhirnya Theo memilih tidur di ruang televisi tanpa mengeluh sedikitpun.

Di kamar, Daniar membaca pesan dari dokter pribadi Theo. Dokter Eva mengingatkan Daniar bahwa dirinya belum menerima tindakan.

"Lupakan saja, mungkin semua ini sudah berakhir. " Daniar bermonolog, berpikir kalau Theo sudah tidak membutuhkannya lagi.

Ketika ingin berbaring, seseorang mengetuk pintu kamar Daniar. Wanita itu beranjak dari duduknya lalu berjalan membukakan pintu. Terlihat Theo berdiri di hadapannya.

"Aku membutuhkan bantal dan selimut." Katanya pelan, Theo tak enak jika harus membangunkan yang lain. Jadilah dia memintanya pada Daniar.

"Tunggu sebentar,,," Pinta Daniar, ia mencari barang yang di perlukan Theo di dalam lemari. Namun tak ada bantal maupun selimut cadangan di sana.

"Tidak ada ya? Kalau begitu biar aku tidur di sini. "Tanpa menunggu persetujuan Daniar, Theo melangkah masuk setelah mengunci pintu kamar. Dia bahkan menyimpan kuncinya di saku celana pendek berbahan kain.

Daniar yang sangat lelah memilih pasrah membiarkannya. Kasihan juga jika Theo harus tidur di sofa. Setelah mematikan lampu, Daniar menyusul Theo yang sudah lebih dulu memejamkan matanya. Daniar tidur miring membelakangi Theo. Sekarang debar jantungnya membuat Daniar susah untuk terlelap.

Theo yang merasakan pergerakan gelisah Daniar, lantas ia memeluknya dari belakang. "Tidurlah, biarkan seperti ini. " Bisik Theo, nafas hangatnya membuat tengkuk leher Daniar meremang.

"Bagaimana kondisi papamu? " Keduanya kini benar-benar terjaga, Theo menanyakan kabar pak Han pada Daniar.

"Sudah membaik, Terima kasih sudah membiayai operasinya. " Jawab Daniar, ia menggigit bibirnya menahan rasa gugup.

"Hem,,, " Theo hanya bergumam.

"Kau orangnya." Kata Daniar pelan, suaranya nyaris tak terdengar andai saja keheningan tidak menemani mereka.

"Bukan tuan Christian, tapi kau laki-laki yang sudah mencuri hatiku." Lanjut Daniar lagi, pengakuannya membuat Theo membuka mata lebar-lebar.

Ia bahkan menarik pundak Daniar untuk menatap ke arahnya.

"Aku ingin membuka hatimu yang terkunci." Kata Daniar lirih.

Mata mereka saling bertemu, setelahnya Daniar merasa menyesal berkata jujur pada Theo. Theo perlahan mengecup bibir Daniar dengan lembut. Sekian lama Daniar menahan perasaannya, dari pada Theo terus salah paham padanya lebih baik Daniar memberitahunya.

Kali ini Theo melakukannya bersama Daniar atas dasar keinginan hatinya. Sebelumnya mungkin Theo hanya menganggap Daniar sebagai pemuas semata.

Mungkin beberapa kali merasakan puncak kenikmatan tidak akan cukup untuk Theo maupun Daniar. Seolah tak mau kemesraan ini berakhir. Karena begitu lelah dan mengantuk merekapun menghentikan aktifitas panas itu di saat pagi mulai menyapa.

"Jangan mencintaiku, kau hanya akan terluka. Aku sudah tidak bisa mencintai wanita lain lagi. " Bisik Theo di telinga Daniar ketika ia terbangun menjelang siang harinya.

Lalu Theo memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai, keluar kamar membiarkan Daniar tidur lebih lama. Theo memilih duduk di kursi yang berada di balkon ruang televisi. Menyalakan korek, Theo mulai menghisap rokoknya. Meniupkan asap ber nikotin ke udara.

Dari tempatnya, terlihat Alya dan Christian berjalan-jalan di bibir pantai. Jeni dan Justin sendiri sudah memulai petualangannya ke pusat kota sejak selesai sarapan.

*** Theo's Pov ***

"Hatiku sudah tidak sakit lagi melihat kemesraan Alya dan Christian. Mungkin sudah mati rasa hingga aku belum bisa merasakan apa itu cinta setelah kegagalanku mempertahankan nya. " Batinku memandangi keceriaan wanita yang pernah ku cintai sejak kami duduk di bangku senior high School.

Tidak adil bukan, aku yang pertama kali mengenalnya. Yang selalu ada untuknya bahkan di saat masa-masa sulit dan terpuruk nya. Lalu Christian hadir dan merebut hati Alya. Aku bahkan hampir kehilangan akal karenanya.

Di sisiku, semalam, ada wanita baik yang menyatakan perasaannya. Daniar Han, dia rela menjual tubuhnya padaku agar mendapatkan uang untuk pengobatan adiknya. Sedikitpun aku tidak bisa membiarkannya bersedih. Aku telah banyak menyakitinya di awal pertemuan kami.

Berulang kali aku mengingatkan, bahwa aku tidak akan pernah bisa jatuh cinta lagi pada wanita manapun. Keluargaku tahu, Alya dan Christian bahkan paham itu. Tapi kenapa Daniar malah membiarkan dirinya jatuh kedalam hidupku?

Sial...

Ini gila, aku tidak tahan berada di situasi ini. Tapi ketika melihatnya dekat dengan laki-laki lain aku malah membenci itu. Apa aku juga sudah mulai memiliki perasaan padanya?

"Theo, kau tidur dimana semalam? " Suara wanita itu masih sama, ramah padaku. Lupakah Alya kalau hanya aku temannya sebelum dia bisa membuka diri.

Asik melamun, aku baru sadar Alya dan Christian sudah berada di hadapanku.

Pov End

"Aku kedinginan di ruang televisi, lalu pindah ke kamar Daniar." Jawabnya santai seakan tidak merasa bersalah.

Alya pikir Theo tidur bersama Justin dan Jeni menemani Daniar. Rupanya Theo tidak pernah memikirkan perasaan Daniar sedikitpun.

"Theo, jangan permainkan Daniar! " Teriak Alya tak tahan melihat tingkah Theo yang selalu membuatnya merasa bersalah.

"Honey tenanglah. Kita datang kemari untuk bersenang-senang." Christian merangkul pundak Alya, menangkan istrinya yang tampak kesal pada sang adik.

"Christian, adikmu membuatku muak. Dia pikir dunia berakhir saat apa yang ia inginkan tidak tercapai." Sinis Alya menyinggung patah hati Theo yang tak berujung.

"Enough! " Potong Theo penuh penekanan namun bernada dingin. Dia berdiri menatap kedua orang yang sudah mengkhianatinya.

"Kau tidak berhak mengatur ku. Ini hidupku dan aku yang akan memutuskan semuanya."

"Theo, tinggalkan nona Daniar jika kau hanya ingin menyakitinya. " Christian buka suara menasehati sang adik.

"Christian, ingatkan istrimu yang tak lain kakak iparku ini. Berkat dirinya aku tidak bisa lagi merasakan apa itu cinta."

Bugh,,,

Christian memukul wajah Theo tanpa berpikir panjang. Ketika Theo tersungkur Christian melanjutkan dengan menendang perutnya cukup kencang. Theo tidak membalasnya, kalau saja mereka hanya berdua mungkin sudah terjadi perkelahian sengit antara kakak dan adik.

"Stop it! " Teriak Alya menghentikan aksi kasar suaminya.

Daniar yang baru saja selesai mandi mendengar keributan segera keluar. Dia melihat Theo menyeka darah di sudut bibirnya. Secara naluriah Daniar membantu Theo berdiri.

"Niar, tolong obati luka Theo. Kami akan pergi sebentar. " Pinta Alya, dia menarik lengan Christian meninggalkan mereka berdua.

"Apa karena nona Alya kalian bertengkar? Bisakah kau melupakannya Theo? Dia sudah bahagia bersama suami dan calon anak mereka." Tanya Daniar frustasi melihat Theo babak belur, tidak tahu saja Daniar bahwa mereka sedang mencoba menyadarkan Theo.

"Kau mau jalan-jalan? " Tak ingin membahas masalah tadi, Theo mengalihkan suasana. Daniar mengangguk samar mengerti.

"Bersiaplah, aku akan mandi lalu kita sarapan di luar." Perintah Theo, dia masuk ke dalam.

Daniar menunggu dengan memandangi lautan lepas. Perasaannya semakin tidak bisa ia kendalikan. Tak suka, Daniar benci mengetahui Theo masih memikirkan Alya.

"kapan kau bangkit Theo? kau begitu keras kepala, aku membencimu." gumam Daniar memeluk dirinya sendiri mencari kehangatan di tengah kencangnya semilir angin.

Ketiga pasangan itu memiliki tujuan masing-masing. Theo tak tahu harus membawa Daniar kemana, akhirnya mereka memutuskan untuk brunch terlebih dulu sebelum berkeliling.

keduanya tak banyak bicara, namun saling menjawab ketika salah satunya bertanya. "setelah ini kau ingin melakukan apa? " Daniar tampak menerawang, lalu sebuah ide tercetus di benaknya.

"kalau ada, aku ingin pergi ke gereja. bisakah kau mengecek lokasinya? " Sudah lama Daniar tidak beribadah dan berdoa. kebetulan hari itu minggu, kesempatan baik untuknya.

"baiklah, habiskan dulu makananmu." jawab Theo menyanggupi.

butuh waktu sekitar tiga puluh menit, mobil Theo berhenti di gereja katedral Eglise de L'assomption. bangunannya benar-benar indah di pandang, satu-satunya gereja terbesar di kota itu

Daniar duduk di kursi kayu barisan paling depan. kedua tangannya bertaut dengan mata terpejam mengucapkan sebaris do'a. Theo pertama kali menginjakkan kakinya di tempat ibadah. ia ingat, terakhir kali ikut kegiatan beragama saat dirinya duduk di bangku Junior high School. Theo hanya berdiri, tidak ikut berdoa bersama Daniar.

namun matanya tetap mengamati punggung wanita di hadapannya. dia penasaran apa keinginan Daniar sehingga jauh-jauh keluar kota hanya untuk mengunjungi sebuah gereja.

"apa yang kau panjatkan di sana? " tanya Theo, mereka berjalan keluar menuju mobil. "hush,,, " telunjuk Daniar tertempel di bibir Theo, "Kata Dia, aku harus merahasiakan permohonan ku pada siapapun agar terkabul." jawaban Daniar membuat Theo tertawa renyah.

"benarkah? " Theo menggoda Daniar, ia hanya mengangguk.

"Bukankah do'a tidak lengkap tanpa adanya sebuah perjuangan untuk mendapatkannya?" lanjut Theo masih membahas topik berdo'a.

"it is. Do'a mampu merayu penguasa, katakan saja sogokan agar dia mau mengabulkan keinginan kita. " Theo kagum dengan pandangan seorang Daniar. ternyata dia memang benar anak Tuhan sesuai apa yang Jeni ceritakan.

"nah, sekarang aku akan menemanimu. kau akan pergi kemana ? " Daniar dan Theo berhenti di samping mobil.

"ATV." senyum Theo yang sudah lama tidak Daniar lihat kini menghiasi wajah tampannya. lalu keduanya masuk ke mobil dan pergi ke tujuan selanjutnya.

Daniar berterima kasih karena Alya sudah mengajak mereka berlibur. ia jadi bisa berduaan bersama Theo sebelum pergi ke London beberapa hari lagi.

Dan di Corsica Quad Theo benar-benar melampiaskan perasaannya. memacu adrenalin dengan berkendara ATV. Daniar sendiri yang ketakutan karena tidak bisa mengendarainya, di temani pemandu sebagai penumpang.

karena jalanan yang bergelombang dan tidak rata membuat Daniar merasa mual. ia meminta pemandu berhenti sebentar.

"Ada apa? " teriak Theo dari arah depan ketika melihat Daniar turun.

Daniar mabuk darat hingga muntah di tepi jalur ATV. merasa bersalah karena mengajak Daniar, Theo pun turun menghampiri Daniar. dia memijat tengkuknya meringankan rasa mual Daniar.

"sorry, seharusnya aku tidak mengajak mu. ayo biar kau aku yang bawa." Sebelum berangkat kembali ke camp, Daniar minum air mineral yang mereka bawa.

Daniar duduk di belakang Theo, memeluk pinggangnya erat. padahal bisa saja ia melakukan yang sama pada pemandu namun Daniar sungkan. itulah kenapa dia mengalami mabuk karena tidak berpegangan.

aroma tubuh Theo begitu menenangkan, laju ATV nya pun tidak sekencang tadi. Daniar menikmati perjalanan itu dengan pemandangan perbukitan yang memanjakan mata.

"Terima kasih. " bisik Daniar. Theo hanya tersenyum simpul menanggapinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!