eps. 5

Pagi menyapa, keadaan langit masih gelap saat itu. Namun Daniar sudah akan pergi meninggalkan Theo yang masih terlelap. Ketika bangun Daniar sempat membuka pesan yang papanya kirim bahwa Junha sang adik drop dan harus di rawat di rumah sakit.

Rencananya Daniar akan menjenguk Junha sebelum berangkat ke kantor. Dia perlu tahu kondisi adiknya secara langsung. Bagaimanapun Junha adalah adik satu papa dengan Daniar, darah lebih kental dari pada air. Daniar menyayangi Junha, dan berharap dia segera sehat kembali.

Menaiki bus dengan tujuan yang memakan waktu perjalanan satu jam setengah, Daniar meminta izin pada Alya jika saja dia datang terlambat.

Theo menggeliatkan tubuhnya, ia meraba bagian yang kosong di sebelahnya. Tidak ada Daniar di sana dan itu membuat pagi Theo berantakan. Seharusnya gadis itu tahu diri dengan tidak pergi tanpa mengatakan apapun padanya.

"Awas kau Daniar, aku akan menghukum mu hingga tidak bisa beranjak dari tempat tidur." Gumam Theo menekan giginya yang rapi dan putih. Lebih baik dia bergegas membersihkan diri untuk pergi ke kantor. Akan Theo tanyakan alasan Daniar pergi begitu saja.

Daniar menghampiri papa dan ibu tirinya, menunggu Junha yang berusia sepuluh tahun lebih muda darinya. Mereka kembali bertemu ketika Daniar datang ke Paris untuk bekerja. Sebelumnya Dan Han dan Daniar hanya bertukar kabar melalui ibu panti.

"Bagaimana keadaan Junha? " Tanya Daniar khawatir.

"Kondisinya buruk, seharusnya dia melakukan pencangkokan ginjal. Tapi kami belum menemukan yang cocok. " Penjelasan Dan Han disertai anggukan kepala nyonya Vania, istri baru papanya.

Vania merasa beruntung Junha memiliki kakak yang baik seperti Daniar. Jadilah Vania menyayangi Daniar seperti anaknya sendiri.

"Aku siap melakukan pemeriksaan papa, mungkin aku berpeluang menjadi pendonor untuk Junha. " Antusias, Daniar menawarkan dirinya untuk melakukan tindakan sangat beresiko.

"Tidak Niar, kau masih sangat muda. Berdo'a saja semoga adikmu segera pulih, kami akan mencoba terus melalui cuci darah. Niar, bantuanmu sudah sangat berarti bagi Junha. " Dan Han menggenggam tangan Daniar menolak tidak setuju.

"Papa, kalau begitu berikan perawatan yang terbaik untuk Junha. Soal biaya biar menjadi tugasku. " Vania menitikan air mata, ia terharu melihat kebaikan Daniar.

"Terima kasih Niar, Junha beruntung memiliki kakak seperti mu. " Keduanya berpelukan menguatkan satu sama lain.

"Aku akan melihat Junha sebelum berangkat ke kantor. " Keduanya mengangguk memberi Daniar kesempatan masuk ke dalam.

"Hai kak,,, " Sapa Junha terbangun ketika suara pintu di buka.

"Hem, bagaimana perasaan mu sekarang?" Daniar duduk di kursi sebelah brankar, menggenggam tangan kurus sang adik.

"Lebih baik, papa dan mama terlalu berlebihan. Aku hanya sakit sedikit sudah heboh membawaku ke rumah sakit." Mencoba tegar, Junha berusaha tersenyum agar kakaknya tidak khawatir.

"Kakak sangat menyayangi mu Jun, kau pasti sembuh jadi jangan patah semangat." Perintah Daniar di sambut anggukan kepala Junha.

"Maaf selalu merepotkan mu kak. " Daniar menggeleng cepat. Dia mengelus kepala Junha.

"Kau adik kakak, sudah sewajarnya kakak menjagamu. Oh ya, kakak tidak bisa lama-lama karena harus bekerja. Di pertemuan kita selanjutnya kakak akan membawakan buku bacaan untukmu." Junha mengangguk sambil tersenyum, kemudian Daniar langsung pamit pulang.

Masih bisa mengejar waktu, Daniar paling tidak suka jika harus izin tidak masuk kerja. Alya sudah mempercayakan perusahaan padanya, Daniar akan menjaganya dengan baik.

Setibanya di kantor, Daniar melihat seseorang tengah duduk di kursi tempatnya bekerja. Terlihat dia meng otak-atik mouse, Daniar mendekat ingin tahu apa yang sedang dia lihat.

"Tuan Theodor, kenapa anda lancang sekali? " Teriak Daniar spontan merebut mouse di genggaman Theo. Rupanya laki-laki itu tengah asik memandangi koleksi foto Daniar sejak kecil hingga sekarang.

Tampak staf lain memandang heran ke arah Daniar, mereka terkejut Daniar berani meninggikan suaranya pada anak pemilik gedung itu. Theodor tetap tenang, dia tidak ingin menampilkan kesan buruk di area kantor Alya.

"Kau terlambat lima belas menit nona Daniar, aku hanya mencari revisi kerja sama perusahaan ku dan kakak ipar. Rupanya aku salah memasuki file di komputer mu." Theo menahan tawanya melihat ekspresi kesal di wajah Daniar, bibirnya sedikit lebih maju.

"Aku sudah meminta izin pada nona Alya perihal keterlambatan ku. Aku akan mengantarnya segera ke ruangan anda." Usir Daniar secara halus, Theo menurut dengan mudah karena ia akan menunggu Daniar di ruangannya.

"Ada apa dengannya? " Tanya Jeni menghampiri meja Daniar, ia menggantikan posisi Alya menjadi wakil di kantor Toko mania.

"Entahlah, dia melanggar batas privasi ku." Jawab Daniar tak bisa di cerna dengan baik oleh temannya.

"Kau tahu, mungkin nona Alya tidak akan bekerja dalam kurun waktu tak menentu. Artinya proyek kerja sama kita dengan Ol's food akan di pegang olehmu. Siapkan hati dan mentalmu Niar. Jangan sampai kau mudah luluh olehnya. " Jeni memperingati Daniar, suaranya pelan namun membuat bulu kuduk Daniar meremang.

"Aku tahu nona Jeni. " Tersenyum simpul, Daniar menebak Justin menjaga rahasianya dari Jeni dan itu membuatnya lega.

Kemudian setelah dokumen tersusun rapi, Daniar segera membawanya ke ruang kerja Theo di lantai paling atas gedung. Ia naik lift menggunakan kode akses milik Alya. Tidak sembarang orang bisa menembus lantai tempat Theo bekerja.

"Excuse me, aku harus memberikan dokumen ini pada tuan Theodor. " Sebelum mengetuk ruang kerja Theo, Daniar terlebih dulu melapor ke sekretarisnya.

"Ketuk saja pintunya nona, tuan Theodor sudah menunggu. " Jawab wanita yang usianya sebaya pak Ben.

"Ah begitu rupanya, Terima kasih. " Lalu Daniar sedikit berjalan untuk sampai di depan pintu.

Tok tok,,

"Masuk! " Perintah Theo meminta Daniar segera masuk.

Daniar menatap takjub ruangan itu, rapi, tidak banyak barang namun rak berisi buku mendominasi ruang kerja Theo. Hanya ada meja kerja Theo di dekat jendela besar, dan sofa tamu di tengah ruangan.

"Ya Tuhan, jarak dari pintu ke mejanya saja sejauh ini. " Batin Daniar menggerutu.

"Laporannya sudah selesai, sesuai keinginan anda tuan. " Daniar menyimpannya di atas meja kemudian segera berbalik. Theo saat itu membelakangi nya menatap pemandangan kota.

"Hey tunggu, kemarilah! " Sebelum benar-benar menjauh Theo memanggil Daniar seraya duduk di kursi kebesaran.

"Apa ada yang kurang tuan? " Daniar berdiri mematung, tak ingin menuruti perintah Theo. Baginya ini lingkungan kerja, hubungan pribadi mereka tidak bisa di campur adukkan.

"Tolong jelaskan isinya secara detail di dekatku, aku sangat lelah jika harus membaca ulang. " Daniar mendengus dalam hati, Theo pasti sengaja mempermainkan dirinya. Tapi ia ingat kata-kata Alya bahwa mereka harus menuruti apa mau Theo demi kerja sama berjalan lancar.

Mengambil kembali dokumen itu, Daniar akan menjelaskannya tepat di dekat telinga Theo.

" KEUNTUNGAN KEDUA PERUSAHAAN DI ATUR SEDEMIKIAN RUPA SEADIL-ADILNYA SESUAI PERJANJIAN YANG SAH. YAITU PIHAK OL'S FOOD EMPAT PULUH DAN TOKO MANIA ENAM PULUH. "

Daniar sengaja membacakan kesepakatan kerja sama sekeras mungkin agar Theo jengah. Segera Theo menggosok gosok telinganya yang berdengung akibat polisi suara.

"Daniar! " Teriak Theo tak mau kalah nyaring. Dia menarik tangan Daniar hingga bokong gadis itu duduk di atas pangkuannya.

Deg deg, deg deg,,,

Selain karena teriakan tadi, jantung Daniar berpacu lebih cepat hanya karena posisi mereka begitu dekat dan intim. Dokumen bahkan terjatuh sejak tadi di lantai. Kedua tangan Daniar tertahan di dada kekar Theo.

"Aku ingin sekali menghukum mu sekarang juga, andai saja ini bukan kantor. Kau sudah menguji kesabaran ku Niar. " Hari itu Daniar mengenakan kemeja berbahan Crincle yang longgar, tangan Theo segera melepas ketiga kancing teratas nya.

"Ini jam kerja tuan, tolong jaga sikap anda." Daniar mengatakan hal itu dengan mata mulai terpejam, ketika Theo sudah menjelajah di area dadanya. Sengaja merem as gundukan kenyal yang masih terbungkus kain penutup. Berbahan busa membuat Theo senang bukan main, dia hanya perlu mengeluarkan tanpa melepas ikatan di punggung Alya.

Menatap wajah Daniar meski bibirnya mulai menghisap ujung gundukan kembar di hadapannya.

"The,,, o. Aku rasa ini Sa,,, lah. " Ucapnya disela Mendessah. Theo semakin terbawa suasana, ia bahkan menciumi ceruk leher Daniar.

"Please jangan di sana. " Pinta Daniar, ia takut Theo meninggalkan jejak kepemilikan dan akan membuatnya menanggung malu.

"Ah,, " Satu sesapan membuat Daniar bersuara.

Cek lek,,,

Ketika pintu terbuka tanpa peringatan, Theo segera menyembunyikan Daniar di belakang tubuhnya yang tinggi. Dan Daniar menggunakan kesempatan itu untuk mengancingkan kembali kemejanya.

"Pak Ben,,, " Panggil Theo geram.

"Maaf tuan, sudah kebiasaan. " Pak Ben menunduk membela diri, dia merasa bersalah sudah mengganggu kegiatan panas sang atasan.

"Mulai sekarang aku minta pak Ben mengetuk pintu sebelum masuk. " Perintah Theo mengusap tengkuknya meredam amarah.

"Siap tuan, silahkan lanjutkan aktifitas anda. Maaf sudah menyela. " Segera berbalik, Pak Ben malah semakin membuat Theo kesal.

"Argh, sial. Dia pikir momen itu bisa terulang lagi? Kalau saja bukan orang tua, aku ingin menyentil keningnya. " Theo bahkan sempat mengomel setelah kepergian Pak Ben.

"Permisi tuan,,, " Pamit Daniar usai merapikan dirinya. Daniar merasa malu dan tak memiliki wajah jika berpapasan dengan pak Ben nantinya.

"Datanglah nanti malam ke apartemen ku. Aku akan mengirim alamatnya. " Teriak Theo saat Daniar akan membuka handle pintu.

"Baik." Jawab Daniar singkat. Itu sudah menjadi tugasnya, karena Theo telah membayar Daniar dengan harga sangat tinggi.

Menuju lantai tempatnya bekerja, Daniar mengumpat Theo terus-terusan selama di lift.

"Theo sialan, kenapa dia tega membuatku malu? Apa dia sengaja? Ya Tuhan, aku berubah pikiran sekarang. Aku membenci Theodor Oliver. Tapi kenapa aku malah pasrah saja ketika dia menyentuh ku tadi?" Daniar sudah seperti orang tidak waras berbicara sendiri. Untung dia hanya sendirian.

"Ck,, Kenapa pipi Daniar merah merona? Bukankah dia sudah terbiasa akan hal itu." Theo melihat dengan jelas Daniar terganggu ketika pak Ben tiba-tiba masuk.

"Lupakan, aku akan menghajarnya nanti malam. " Tak ingin lepas kendali, Theo berusaha fokus mengerjakan tugasnya yaitu mengatur keuntungan perusahaan agar meningkat lebih pesat.

Di meja kerjanya, pak Ben bimbang. Haruskah dia melaporkan kejadian tadi pada tuan besar Oliver? Dia memang di beri perintah rahasia yaitu memata-matai Theo. Dengan siapa dia berhubungan, apakah dia lalai dalam bekerja? Hal-hal semacam kekhawatiran terhadap tingkah lakunya di perusahaan.

"Kasihan jika dia di marahi orang tua tuan Theo, sebaiknya nanti saja kalau hubungan mereka mengganggu konsentrasi tuan Theo. " Pak Ben masih perduli pada nasib Daniar. Dia berpikir Theo pasti memaksanya sehingga Daniar takut untuk menolak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!