Di sebuah restoran, Daniar dan Jeni menunggu kehadiran Alya bos mereka. Namun karena kondisinya yang mendadak drop, Alya menelepon Daniar tidak bisa hadir. Namun ia mengirim Luke yang akan mentraktir keduanya.
"Semoga nona Alya baik-baik saja." Ucap Daniar, Jeni mengangguk berharap untuk kesehatan Alya.
"Jeni, tadi ibunya Theo menamparku." Daniar berkata jujur hanya ingin perasaannya lega setelah bercerita.
"What? " Teriak Jeni menganga tak percaya mendengarnya. "Memang apa yang membuat nyonya Aline marah besar? " Lanjutnya penasaran.
Daniar merutuki kebodohannya, tentu dia tidak ingin Jeni tahu dirinya baru selesai bercinta ketika Nyonya Aline masuk begitu saja ke ruang kerja Theo.
"Hanya saja, dia tidak ingin anaknya bermain-main. Sepertinya Theo tertekan dengan bebannya sebagai penerus perusahaan." Setelah mendengar perdebatan ibu dan anak itu, Daniar bisa menyimpulkan Theo memang di tuntut untuk terlihat sempurna. Menjaga tingkah laku, membatasi pergaulan bahkan di awasi oleh orang tuanya sendiri.
"Kau tahu bukan bagaimana kehidupan seorang konglomerat, mungkin karena Tuan Christian adalah acuan tuan dan nyonya Oliver." Kata Jeni mengingatkan kembali siapa Theo, Daniar mengangguk setuju.
"Apa kau Daniar? " Seorang pria bertubuh tegap dan atletis namun tidak terlalu tinggi menyela obrolan serius Daniar dan Jeni.
"Luke Adison? " Daniar memastikan kembali apakah dia salah orang. Pasalnya kulit Luke lebih eksotis dari pada pertemuan pertama dan terakhir mereka di panti asuhan.
Kala itu Luke menemani Alya untuk membantu anak-anak panti, dia bahkan ikut memberi santunan. Daniar dan anak panti lainnya sempat bermain bersama Luke sebelum dia pamit untuk belajar di Yunani.
"Daniar, kau berubah sekali... " Daniar berdiri lalu memeluk singkat Luke.
"Kau juga Luke, ya Tuhan sudah berapa lama kau berpetualang? " Ketika pertemuan mereka berlangsung, usia Daniar sekitar tiga belas dan Luke dua puluh. Di mata Luke Daniar menjelma menjadi perempuan yang sangat cantik dan lebih seksi.
"Hey, apa aku hanya akan jadi penonton?" Jeni menghentikan acara temu kangen Daniar dsn Luke.
"Ah maafkan aku Je, kenalkan dia Luke Adison teman nona Alya. Luke, dia Jeni teman sekamar sekaligus rekan kerja ku." Memperkenalkan keduanya, Daniar mengajak Luke duduk. Mereka memesan makan siang dengan mengobrol ringan.
Theo berjalan memasuki sebuah restoran, penampilannya yang tampan membuat wanita yang di laluinya terpesona. Termasuk Daniar yang bisa melihatnya mendekat ke arah meja mereka.
"Maaf, aku juga di undang oleh Alya." Tanpa permisi Theo duduk di sebelah Luke yang menatapnya bingung.
"Kau Theodor bukan, adiknya Christian ?" Luke sempat bertemu dengan Christian saat di kampus, Alya bercerita kalau Theo adiknya juga memiliki perasaan yang sama.
"Ya, aku adik ipar Alya Shamare. Ck, dia yang punya acara malah tidak hadir." Keluh Theo dengan matanya tertuju pada Daniar, Daniar sendiri mengalihkan pandangannya ke arah pelayan. Makanan mereka sudah tiba.
Daniar tidak akan pernah bisa menghapus nama Alya di hati Theo. Laki-laki di hadapannya sudah mendeklarasikan bahwa dirinya tidak akan bisa mencintai wanita lain lagi.
"Ehm, Tuan Theo silahkan anda pesan. Kami tidak tahu kau akan bergabung." Jeni berusaha mencairkan suasana.
"Tidak perlu, silahkan nikmati makan siang kalian. Aku kemari hanya untuk memastikan semuanya aman terkendali." Jelas Jeni maupun Daniar tahu maksud dari ucapan Theo.
"Ya Tuhan, kenapa dia jadi posesif? " Batin Daniar menunduk menghindari tatapan Theo.
"Aman kok, lagi pula ini hanya makan siang." Balas Luke mematahkan kecurigaan Theo. Luke bukan pria tidak peka, dia tahu Theo hanya sedang menjaga Daniar untuk tidak di dekati laki-laki lain. Ia bisa melihat Theo sejak datang selalu menatap Daniar.
"Selamat makan,,, " Ucap Jeni memecah keheningan. Akhirnya merekapun makan dengan tenang. Sesekali Luke melontarkan candaannya, membuat kedua wanita itu tergelak.
"Oh Daniar, kau dulu gadis tomboy yang suka sekali bermain futsal." Luke memang hanya sekali bertemu Daniar di panti, tapi ia cukup lama bermain dengan anak-anak seusia Daniar.
"Benar sekali Luke, sampai saat ini dia memang masih berpakaian seperti laki-laki." Tambah Jeni, mereka menggelengkan kepala mengingat bagaimana kelakuan Daniar dari dulu hingga sekarang.
"Hentikan, kenapa kalian selalu membahas ku. Aku ingin mendengar kisah petualangan mu Luke, ayo ceritakan! " Kini giliran Luke yang di todong oleh Daniar.
"Hem,, aku lebih suka melukis potret wanita, dari anak-anak hingga seorang nenek tua renta. Menurutku kisah mereka selalu menginspirasi apapun yang mereka kerjakan. "
Daniar meremas ujung roknya, ia merasa malu dengan pekerjaan yang ia tekuni demi mendapat biaya pengobatan sang adik.
"Wah, beruntung sekali bagi mereka yang menjadi model mu Luke. " Jeni terdengar iri berharap bisa di buatkan lukisan dirinya.
"Tidak juga, mereka harus dengan rela menceritakan kisah mereka padaku sebagai imbalan. " Jawab Luke tanpa rasa bersalah. Sejak dulu dia memang memiliki naluri liar sebagai seorang pelukis. Contohnya warna bibir lukisan Alya yang menggunakan darah aslinya.
"Sudah waktunya kembali, ayo. " Theo melirik sebentar arloji di tangannya, dia lantas bangkit mengajak Daniar dan Jeni pergi.
"Aku akan menumpang mobil Luke. Niar sayang kau bisa ikut tuan Theo." Jeni menatap Luke seolah memberi isyarat untuk menyetujuinya.
"Ah ya, aku ingin berbincang dengan Jeni. Mungkin kita bisa membahas kerja sama." Tak menunggu lama, karena di kejar waktu mereka berpisah dan menuju kantor dengan mobil yang berbeda.
Selama perjalanan Daniar hanya bungkam, dia masih terlalu kesal dengan keadaan. Tapi Theo menganggapnya sedang marah padanya akibat perlakuan nyonya Aline tadi.
"Maafkan sikap nyonya Aline, dia sebenarnya baik. Hanya terlalu khawatir padaku. " Ucap Theo memulai percakapan. Daniar menoleh sebentar, sejak tadi dia menatap ke arah luar jendela mobil.
"Tidak ada yang salah, tapi aku rasa ini semua karena perbuatan mu tuan. " Ucap Daniar datar, Theo mengerutkan keningnya.
"Maksudmu? " Tanya Theo meminta penjelasan Daniar.
"Kau bilang kita terikat perjanjian, kau malah menarik ku kedalam kehidupan pribadi mu." Jawab Daniar tanpa ada rasa bersalah mengatakan nya.
"Kau benar, aku sudah menyeret mu terlalu jauh. " Timpal Theo, Daniar hanya tersenyum menanggapinya.
"Apa itu sakit? " Menunjuk pada pipi bekas tamparan sang ibu, Theo terdengar khawatir.
"Tidak." Cicit Daniar pelan. Hatinya lah yang sakit ketika tahu Theo tidak akan pernah bisa mencintainya.
"Aku akan menjemputmu setelah live home Shopping selesai. Jadi jangan pulang sendiri. " Perintah Theo, Daniar mengangguk pelan menyetujuinya.
malam harinya Daniar menjadi pemandu acara belanja siaran langsung. Jeni tampak percaya diri menjadi pemandu acara. Tak ada kendala berarti, malah mereka mendapat penjualan melebihi target pencapaian di malam pertama.
penelepon terus menanyakan barang-barang yang di butuhkan dari toko mereka. tentu customer service akan kewalahan mendapat sambungan telepon. Daniar bahkan sampai membantu menerima panggilan.
Dan bukan hanya mereka yang untung, stasiun televisi juga menempati peringkat pertama sebagai pemenang slot di jam itu. rating mereka menyentuh angka dua digit. Saat bersamaan, Dave ternyata ikut membimbing secara langsung acara mereka. dia bernafas lega karena acara yang terdengar kuno itu malah menambah minat penonton.
"wah kalian luar biasa. " puji Dave memberi tepukan tangan ketika kamera sudah off. Daniar dan Jeni berpelukan merasa sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik.
di pojok ruangan Theo sudah berdiri menunggu Daniar untuk menjemputnya pulang.
"bagaimana kalau kita rayakan dengan berpesta? " tawar Theo, Jeni langsung mengangguk setuju. berbeda dengan Daniar yang terlihat menatap ke arah Theo. Theo menangkap kegelisahan Daniar dari jauh.
"sepertinya aku tidak bisa... " jawab Daniar sendu, padahal ia juga sangat ingin pergi.
"ey, kau bisa mengajaknya pergi. aku tidak sejahat yang kau pikirkan Daniar." Potong Dave cepat seakan mengerti apa yang Daniar pikirkan.
"benarkah? " Daniar memastikan, matanya berbinar dan itu berhasil melelehkan hati Dave. Jeni hanya memperhatikan interaksi keduanya dengan senyum tipis.
"tentu, pergilah ajak dia. nona Jeni juga bisa mengajak kekasihmu." tambah Dave semakin membuat kedua wanita itu berjingkrak gembira.
Theo menggerakkan mulutnya berkata ada apa? Daniar hanya mengedikan bahunya dengan senyum mengembang.
Dan di sinilah mereka, di sebuah bar paling ramai di kota Paris. di pertengahan malam menjelang pagi suasana akan bertambah ramai. hiruk pikuk terjadi di lantai dansa maupun meja billiard.
bukan hanya itu, di atas juga ada ruang karoke ekslusif dan ruang kasino. Ya, Liam Arthur adalah pemilik dari kasino yang mereka kunjungi. bahkan mereka di berikan Compliment berupa minuman gratis. jadi mereka hanya perlu membayar akses masuk saja.
"Jangan jauh-jauh dariku. " bisik Theo ketika mereka memasuki area bar. Theo dulu sering sekali bermain di sana, dia menyesal telah menerima ajakan Daniar. kalau saja dia tahu tujuan mereka Theo lebih baik memaksa Daniar pulang.
Dave memesankan mereka minuman sesuai keinginan masing-masing. Lalu duduk bersama di meja VIP, mengedarkan pandangan menikmati suasana malam. Justin baru tiba menyusul Jeni saat minuman di antar ke meja.
"Sepertinya ada yang akan bernostalgia..." Justin membuka percakapan dengan melayangkan sindiran pedas pada laki-laki yang terlihat resah. pasalnya dia takut mantan partner ranjangnya akan tiba-tiba muncul di hadapan Daniar. Theo tidak ingin Daniar merasa sakit, kalau dia berpikir dirinya sama dengan mereka.
"shut up Justin! " perintah Theo melayangkan kacang kulit ke arah Justin di hadapannya. kedua pasang itu berhadapan sementara Dave duduk sendiri di sofa tengah. Tak masalah dirinya datang sendiri, toh akan ada banyak wanita merayunya malam ini.
Daniar belum tahu semuanya apa saja yang pernah di alami Theo ketika terpuruk. dia hanya mendengar perdebatan Theo dan Nyonya Aline bahwa Theo sempat menggila karena penolakan Alya.
Daniar meminta izin untuk ke toilet karena merasa sakit perut. Theo menawarkan diri untuk menemani namun Daniar merasa itu tidak perlu. dia pun mencari letak toilet di pojok ruangan besar itu.
Untungnya ada satu bilik tersisa, ia langsung masuk sebelum antrian panjang menyapa.
"hah, Theo sekarang sudah menjadi laki-laki baik. aku sangat merindukan aktifitas ranjang panas dengannya. " terdengar suara wanita yang baru masuk toilet menyebut nama Theo pada temannya.
"Coba kau goda saja dia, siapa tahu dia masih menjadi petualang ranjang." saran temannya di sambut tawa renyah wanita yang di duga Daniar adalah wanita penghibur.
"sayang sekali dia datang bersama seseorang, padahal aku berharap bisa mengandung benih darinya dulu. mungkin aku akan mencoba menggodanya malam ini. Aku melayaninya dengan baik dulu, aku yakin Theo mau menerimaku malam ini." ujarnya penuh percaya diri.
Daniar menyentuh dadanya, ia merasa sesak mendengar bahwa Theo pernah menjadi Casanova karena patah hati oleh Alya. sebegitu hancurnya Theo, dan sedalam itukah cinta Theo untuk Alya? Daniar bukanlah apa-apa jika di bandingkan dengan Alya. tak terasa, air matanya lolos begitu saja. Daniar tahu tidak akan pernah bisa menggeser Alya di hati Theo.
setelah menghapus sisa air matanya, Daniar membasuh wajahnya sebelum kembali ke meja mereka.
matanya semakin berair kala Daniar menyaksikan Theo tengah mendekap salah satu wanita penghibur dengan pakaian kurang bahan. jika di lihat dari posisi Daniar, ia menyangka Theo sedang mencium pipinya. padahal kenyataannya Theo hanya sedang berbisik.
"kau tidak akan pernah bisa memenangkan hatiku. aku tidak bercinta lebih dari satu kali dengan wanita yang sama." ucapnya penuh nada meremehkan.
lantas Theo berlalu meninggalkannya begitu saja. dan Daniar salah paham soal itu. ia memilih pergi lebih dulu tanpa pamit. ia pulang dengan menaiki taxi menuju apartemennya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments