Di kantor tengah terjadi perdebatan menegangkan antara dua pimpinan perusahaan. Suara ribut di ruang kerja Alya membuat para stafnya penasaran sekaligus takut.
"Jangan kekanak-kanakan Theo. Aku sekarang adalah kakak ipar mu. Cepat tanda tangani dokumen perjanjian kita." Perintah Alya, dia benar-benar geram melihat Theo mendadak berubah. Padahal di hari pernikahan dan sebelumnya Theo sudah menerima keputusan Alya.
"Haha, you're so funny Al. Kau pikir semudah itu mendapat persetujuan ku?" Memang tidak ada yang salah dengan kontrak kerja sama mereka, hanya saja Theo ingin menggoda Alya sedikit sebagai pembalasan.
"Tolong ke ruangan ku sekarang. " Perintah Alya pada seseorang melalui sambungan intercom. Theo menunggu, dia penasaran akan reaksi Alya selanjutnya.
Kemudian muncul Daniar dari luar, berjalan ragu mendekati Alya.
"Nona memanggilku? " Mengabaikan Theo, Daniar fokus memandang Alya.
"Niar, aku sudah mempercayai mu untuk mendapat persetujuan tuan Theodor. Kau sangat mengecewakan ku kali ini. " Sengaja Alya memarahi Daniar, menjadikannya kambing hitam menunjukkan nya pada Theo.
"Aku minta maaf nona, aku sudah berusaha." Jawab Alya menunduk, berada diantara mereka semakin membuat Daniar minder dan merasa kecil.
"Kenapa kau menyalahkan staf mu? " Bentak Theo tak Terima Alya menyalahkan Daniar.
"Tolong revisi isi perjanjiannya sesuai keinginan tuan Theodor Niar. Kau turuti saja apa maunya, aku sudah lelah. Harusnya proyek ini sudah di mulai sejak lama. " Daniar menerima map dari tangan Alya.
Alya mendadak limbung hampir terjatuh pingsan kalau saja Theo tidak berlari menahannya.
"Nona,,, " Teriak Daniar khawatir.
"Al, bangun Al. " Theo berusaha menyadarkan Alya dengan menepuk pipinya namun nihil.
"Sebaiknya bawa nona ke rumah sakit." Saran Daniar, Theo mengangguk lalu membopong tubuh Alya.
"Ada apa? " Jeni yang baru datang dari toilet melihat Theo membawa Alya tergesa-gesa.
"Nona Alya pingsan setelah berdebat dengan tuan Theo. " Daniar sebenarnya ingin ikut bersama Theo, hanya saja dia masih banyak tugas yang menantinya.
"Ouh, kasihan sekali. Pasti Theo sengaja melakukan hal itu. " Jeni menggeleng tak menyangka Theo masih berusaha mengganggu Alya.
"Sudahlah, aku harap nona Alya baik-baik saja. " Tak ingin membahas Theo dan Alya lagi, Daniar kembali ke mejanya untuk mengerjakan beberapa laporan. Jeni tampak memandangi Daniar, ia takut Daniar akan semakin sakit jika terus menyukai Theo.
Di rumah sakit, Christian tiba setelah di hubungi adiknya bahwa Alya pingsan. Dia melihat Theo duduk menunggu di luar. Bersamaan dengan dokter yang baru selesai memeriksa Alya.
"Theo, dokter bagaimana keadaan istriku?" Tanya Christian tak sabar, dokter hanya tersenyum simpul melihat kecemasan suami pasien.
"Nyonya baik-baik saja tuan, selamat karena nyonya sedang mengandung. Usianya sekitar lima minggu. Jadi jangan buat ibunya stress." Kabar bahagia dari dokter membuat Christian tersenyum lebar, matanya berbinar tanda bahagia.
"Terima kasih dok, aku akan melihat istriku." Meninggalkan Theo, Christian segera masuk ke dalam menemui Alya.
Itu artinya Alya sudah lama kembali pada Christian saat mereka masih resmi menjadi sepasang kekasih. Theo murka, dia pergi begitu saja tanpa ingin mengucapkan selamat pada mereka.
Di jam makan siang, Daniar pergi ke cafe sebrang gedung tempatnya bekerja. Mereka sudah janji untuk bertemu di sana. Wajah Daniar tampak bersemangat menyambut kedatangan orang yang sudah lama ia rindukan.
"Papa,,, " Sapa Daniar, lalu berdiri untuk memeluknya.
"Ah Niar, sudah lama sekali tidak bertemu denganmu sweety. " Ucap Tuan Dan Han, merupakan ayah yang dulu selalu menyakiti Daniar kecil. Mereka memang sering bertukar kabar melalui telepon ataupun pesan singkat.
Keduanya duduk, mengobrol tentang kegiatan sehari-hari. Dan Han bukanlah orang dari kalangan atas, dia hanya karyawan bank swasta di kota terpencil Prancis. Dan Han juga sudah memiliki keluarga baru, Daniar memiliki adik laki-laki berbeda ibu dengannya.
"Maaf mengganggumu Niar, tapi papa benar-benar butuh bantuanmu. Adikmu Junha harus cuci darah setiap minggunya. Papa sudah tidak memiliki tabungan lagi. Memang tidak tahu malu, tapi papa rela demi adikmu. " Menjelaskan tujuannya mengajak bertemu, Dan Han menggenggam tangan Daniar.
"Papa, Junha juga adikku. Aku akan berusaha mencari pinjaman. Jadi jangan pikirkan hal lain ok? " Daniar pernah bertemu dengan Junha dan ibu tirinya, kondisi sang adik memang semakin buruk seiring berjalannya waktu.
"Terima kasih Niar, papa menyesal telah menyakitimu dulu. Maafkan papa nak. " Menangis tanpa suara, Daniar merasa iba atas kemalangan keluarga papanya.
"Nanti uangnya Daniar kirim setelah gajian, sekarang papa makan dulu ya. " Dan Han mengangguk kemudian mengusap ujung kepala Daniar.
Ia tidak menyangka gadis kecil berusia lima tahun yang pernah di pukuli nya dulu, berubah menjadi gadis yang cantik dan penyayang. Bukan sekali ini, Daniar sudah banyak membantu keluarga barunya. Bahkan Dan Han terlalu malu untuk meminta Daniar mendonorkan ginjalnya untuk Junha sang adik. Dengan begitu adiknya akan sembuh total tanpa harus cuci darah lagi.
Di dalam mobilnya, Theo bisa melihat kedekatan Daniar dengan pria paruh baya di hadapannya. Tak sadar, Theo mencengkram kuat kemudi menyaksikan kedekatan mereka.
"Ternyata kau sehina itu Niar. " Gumam Theo, dia mengira Daniar bersama sugar daddy nya. Padahal Dan Han lah yang bergantung pada Daniar. Theo telah salah paham terhadap Daniar. Mengira seseorang spesial yang di maksud Daniar adalah kekasih gelapnya.
Saat ingin naik ke atas, Daniar lagi-lagi harus bersamaan dengan Theo. Daniar lupa bahwa gedung ini memang milik Theo. Menghela nafas, dan itu tertangkap basah oleh pria di sampingnya.
"Apa pekerjaan sampinganmu sangat melelahkan? " Menengok ke arah Theo, Daniar bingung dengan pertanyaannya.
"Maksud tuan? "
"Aku bisa membiayai mu Daniar kalau kau mau. Dari pada menjadi simpanan om-om beristri. " Daniar memanas, Theo sudah keterlaluan padanya.
"Benarkah? Aku tidak sabar menantikan nya tuan Theodor Oliver. " Lebih baik Daniar membiarkan Theo dengan asumsinya sendiri. Daniar sakit hati atas tuduhan Theo, mungkin Theo tidak sengaja melihatnya bersama sang papa dan salah paham.
Setelah pintu terbuka, Daniar bergegas keluar tak menghiraukan Theo lagi. Membuat laki-laki dewasa tanggung itu meradang.
Di meja kerjanya, pikiran Daniar menjadi terbagi antara pekerjaan dan masalah keuangan. Ponselnya berdering, terlihat nama kontak Alya memanggil.
"Selamat siang nona, bagaimana keadaan anda? Aku sangat khawatir terjadi sesuatu." Daniar memberondong pertanyaan untuk Alya. Terdengar kekehan kecil di ujung sana.
"Iya Daniar memang terjadi sesuatu yang baik, aku hamil Niar. " Daniar menutup mulutnya tak percaya, dia ikut bahagia akan hal itu.
"Puji Tuhan, selamat nona. Aku senang kau berbagi denganku. " Kata Daniar sungguh-sungguh.
"Terima kasih Niar. Christian menjadi posesif padaku, aku titip kantor padamu. Laporkan saja melalui email apapun yang kalian butuhkan. " Perintah Alya, dia sengaja mempercayai Daniar yang memang cekatan serta menguasai alur perusahaan.
"Baiklah nona, aku tidak akan mengecewakan mu lagi. "
"Hey tenanglah, tadi aku hanya terbawa emosi karena adik iparku berulah. Maaf." Karena Alya tidak bermaksud menyinggung perasaan Daniar.
"Terima kasih nona, semoga kau dan bayimu sehat selalu. " Setelahnya obrolan mereka berakhir. Daniar kembali tenggelam dalam pekerjaannya.
"Hush,,, " Mendengar seseorang berbisik, Daniar menoleh ke sampingnya. Para staf bekerja diantara cubicle berjejer rapi.
"What? " Jawab Daniar menggunakan gerak bibirnya.
"Justin mengajakku ke klub, kau mau ikut?" Tawar Jeni, dia bisa melihat Daniar seperti banyak masalah. Jeni hanya ingin mengajak Daniar bersenang-senang sejenak.
"Ok." Daniar bersuara pelan setuju. Jeni sumringah ajakannya di Terima.
****
Malam ini Daniar memutuskan untuk mencoba mencicipi minuman memabukkan yang paling rendah alkohol. Jeni tampak membiarkan temannya.
"Justin, bisakah kau mencarikan ku pria kaya? Aku sangat membutuhkan uangnya." Baru beberapa gelas saja berhasil membuat Daniar setengah sadar. Ucapannya menurut Jeni ngawur.
"Haha, kau hanya gadis baik dan anak Tuhan sayang. " Merangkul Daniar, Jeni menganggap Daniar bergurau semata. Lalu Daniar menggelengkan kepala membantah.
"Aku tidak pernah seserius ini Je, tujuan hidupku sudah berubah sekarang." Tertawa getir, Daniar merasa Takdir sedang mengujinya.
"Enough, kau sudah sangat kacau. " Jeni pamit pada Justin untuk mengantar Daniar pulang.
Theo menghampiri Justin setelah orang yang ingin ia hindari pergi. Memandangi Justin menyiapkan pertanyaannya.
"Kau kenapa? " Di pelototi Theo, Justin bergidik ngeri.
"Dia kenapa? " Akhirnya Theo mengatakan rasa penasarannya.
"Daniar sedang membutuhkan uang, dia memintaku mencarikan pria kaya. " Melihat kesedihan Daniar Justin menebak dia serius dengan ucapannya.
"Ck, mungkin pria yang kemarin bersamanya sudah jatuh miskin. Daniar mencari mangsa baru." Berdecak kesal, dugaan Theo semakin kuat.
"Haha, kau tidak tahu tapi sudah mengadili kehidupan seseorang. Theo, saat kau di buat kecewa oleh satu wanita, bukan berarti semua sama. " Justin menepuk punggung Theo, ada rasa tidak Terima Daniar di pandang buruk.
"Sudahlah. aku ingin kau mencarikan wanita untukku Justin, aku sudah lama menahannya. " Theo melambaikan tangannya meminta minuman pada barista. "Nah, kenapa kau tidak mencoba mengajak Daniar saja. Theo kau kan kaya, bantulah dia. Aku tidak tahu alasan Daniar melakukannya, tapi pastinya kalian saling membutuhkan bukan? " Tercetus ide di otak Justin kekasih Jeni. Dari pada Daniar jatuh ke tangan pria brengsek, setidaknya Theo pria penuh kehati-hatian.
"Apa dia aman? Aku rasa Daniar selalu berganti pasangan. " Theo mencibir kepribadian Daniar.
"Kau tidak akan tahu sebelum mencobanya Theo. " Memancing rasa penasaran temannya, Justin yakin Daniar masih polos.
"Baiklah, kau bisa mengatur pertemuan ku dengannya. " Dia akan mencoba, Theo benar-benar berpikir Daniar seorang wanita penghangat ranjang para pria.
"Ok, aku akan bicara pada Daniar. Jangan sampai kekasih ku tahu, atau aku akan habis olehnya. " Justin mengingatkan Theo, mereka mengangguk bersamaan. dan keduanya kembali melanjutkan acara minum-minum malam itu.
Daniar tertidur pulas di tempat tidur, Jeni merasa iba melihat teman sekamarnya menyimpan masalah sendirian. berbeda dengan dirinya yang selalu terbuka tentang apa pun.
"Daniar, aku tahu kau menyukai Theo. aku hanya tidak ingin kau terluka karena perasaan tak terbalas mu. " gumam Jeni memperhatikan wajah Damai Daniar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments