Setelah tiba di kantor, Daniar meminta Jeni menjadi pengisi acara untuk live home Shopping pertama mereka nanti malam. Tampaknya Alya setuju dengan ide Daniar. Jeni memiliki aura dominan dan pembicara yang baik. Berbeda dengan Daniar yang lebih pendiam.
"Baiklah, kita sudah sepakat. Bagaimana kalau aku traktir kalian makan siang karena proyek ini berjalan dengan baik. " Tawaran Alya tentunya di sambut suka cita oleh Jeni maupun Daniar. Alya merasa beruntung memiliki staf seperti mereka, perusahaan akan terus maju jika memiliki srikandi berwawasan luas.
"Yey, makan siang gratis. " Pekik Jeni, matanya berbinar polos menerima penghargaan dari bosnya.
"Nona, maafkan Jeni. Dia memang sering, bukan kadang-kadang lagi. " Alya hanya tertawa renyah melihat kelakuan mereka.
"Tidak masalah, aku suka semangat kalian. Aku tunggu di tempat tujuan kita, akan aku kirim alamatnya. " Setelah meeting internal selesai, Alya langsung pulang bersama supir pribadinya.
Yang Daniar tahu, Alya dan Christian merupakan sejoli saling mencintai. Meski mereka harus menjalani long distance marriage sementara waktu, Alya selalu terlihat bahagia. Mungkin karena hormon kehamilan nya.
"Daniar, nona Alya melupakan tanda tangan laporan ini. Susul dia sebelum pergi jauh." Jeni menyerahkan map ke hadapan Daniar, Daniar mengangguk lalu menyusul Alya yang sudah naik lift.
Di lobby, Daniar melihat Alya tengah bergurau dengan Theo. Nampaknya hubungan mereka berjalan dengan baik, tak ada kecanggungan atau perdebatan kecil seperti di awal pernikahan Alya.
"Ah bagaimana kalau aku menggoda mu saja saat Christian tidak ada. " Daniar bisa mendengar percakapan mereka, namun mantan pasangan kekasih itu belum menyadari kehadiran dirinya.
"Hey, seharusnya kau sudah move on Theo. Kau tahu, obat patah hati terampuh adalah jatuh cinta lagi. Carilah wanita yang bisa membuatmu nyaman, tersenyum karena hal-hal kecil bahkan membuatmu selalu memikirkan nya. " Alya menepuk lengan Theo, Alya akan selalu menganggap Theo teman selamanya.
"Sayangnya hanya kau yang mampu melakukan hal itu semua. Aish sudahlah, pergi sana ! Atau aku akan merebut mu dari Christian. " Theo mengusir Alya yang terkekeh, candaan Theo selalu berhasil membuatnya senang.
"Baiklah, salam untuk mommy dan daddy Oliver. " Alya pamit melambaikan tangannya pada Theo.
Sebelum kehilangan Alya, Daniar segera menyadarkan dirinya dan mengejar Alya dengan berlari kecil.
"Nona Alya tunggu! " Teriakan Daniar sontak membuat Alya menghentikan langkahnya lalu berbalik.
"Apa aku melupakan sesuatu? " Tanya Alya dengan wajah polosnya, hormon kehamilan membuatnya jadi pelupa.
"Tidak, Jeni lupa meminta tanda tanganmu." Alya mengambil alih map itu dan membubuhkan tanda tangannya di beberapa halaman.
"Terimakasih nona, Hati-hati di jalan. " Ucap Daniar.
"Oh ya, aku hampir lupa. Luke sedang berkunjung ke Paris, kau ingatkan temanku yang pelukis? Bagaimana kalau kita ajak dia makan siang, bukankah kau menyukainya dulu? " Pipi Daniar merah merona, bukan karena mendengar Luke ada di Paris. Melainkan memikirkan reaksi Theo yang sejak tadi masih berdiam diri mendengar percakapan mereka.
"Ide yang bagus nona, aku ingin bertemu dengannya. " Jawab Daniar tak masalah.
"Ok, aku akan menghubungi nya. " Lalu Alya benar-benar pergi kali ini.
Ketika Daniar berbalik, Theo sudah memberinya tatapan tajam. Entah mengapa Theo tidak suka mendengar Daniar menyukai laki-laki lain. Daniar miliknya saat ini, hanya Theo yang boleh dekat dengan Daniar.
"Nanti malam datanglah ke apartemen ku." Perintah Theo, dia tidak akan memberi Daniar kelonggaran lagi.
"Tidak bisa tuan, nanti malam live home Shopping pertama kami." Jawab Daniar cepat. Theo memijat pelipisnya menahan amarahnya yang tersulut.
"Ikut aku! " Theo langsung menarik tangan Daniar dengan kencang, membawanya naik ke dalam lift. Daniar mencengkram erat map dalam dekapannya.
"Tidak, jangan bilang dia akan melakukannya di ruang kerja? " Daniar merasa dirinya dalam bahaya, Theo sedang marah padanya saat ini.
Ting,,,
Ketika pintu lift terbuka Theo langsung memerintah Pak Ben dan sekretarisnya memeriksa pekerjaan para staf. Dia ingin berdua saja di lantai paling atas.
"Pak Ben, ajak mereka mengawasi staf di bagian penjualan. Ku beri waktu satu jam." Perintahnya, Theo masih setia menggenggam lengan Daniar yang tertunduk malu.
"Baik tuan, ayo kita pergi !" Ajak pak Ben pada asisten Theo dan Sekretarisnya. Kedua staf wanita itu bisa menebak apa yang akan di lakukan bosnya di dalam berdua saja dengan salah satu staf toko mania.
Daniar mengalihkan pandangannya ketika sadar kedua staf Theo memperhatikan wajahnya. Theo mengajak Daniar masuk ke ruang kerjanya.
Buru-buru Theo melepaskan jasnya, ia menciumi Daniar secara cepat dan sedikit kasar. Tangan Daniar mengalung ke leher Theo, mereka benar-benar terbuai akan hasrat yang sudah lama terpendam. Selain karena perjanjian, sesungguhnya Daniar bahagia bisa bercinta dengan laki-laki yang ia sukai.
Tak ada kamar pribadi, Theo terpaksa merebahkan Daniar di sofa panjang ruang kerjanya. Membuka kancing kemeja Daniar secara perlahan, dia tidak boleh merusak penampilan Daniar. Atau Daniar akan keluar dengan menanggung malu.
Theo menaikan rok span Daniar hingga ke atas perut, ia menciumi gundukan Daniar dan menghisap nya bahkan menggigitnya.
"Ah,,, " Suara Daniar akhirnya lolos ketika mulut Theo menghisap nya. Tangannya mulai bermain di bagian bawah Daniar. Kali ini inisiatif, Daniar melepaskan sabuk Theo, membuka kancing dan resleting celana kerjanya.
Theo tersenyum bangga akan kinerja Daniar.
Di kejar waktu, Theo langsung memasukkan miliknya ke dalam inti Daniar.
"Theo,,, " Hentakan demi hentakan Daniar rasakan begitu memabukkan. Ritme yang semakin cepat membuat Daniar membutuhkan pelampiasan, dia menciumi Theo dengan agresif. Theo tersenyum di tengah-tengah kegiatan mereka.
Kali ini Theo membangunkan Daniar untuk duduk di pangkuannya, Daniar bergerak memainkan pinggulnya. Sementara Theo membenamkan kepalanya di dada Daniar.
"Ah Niar, lebih cepat sayang. " Pinta Theo semakin menekan pantat Daniar yang membuatnya mengerang nikmat. Sadar akan sama-sama mendekati puncak, Theo kembali membaringkan Daniar, dia berada di atas wanita yang memejamkan matanya menahan sesuatu yang hampir meledak.
"Theo, aku seperti gila menahannya. Lakukan Theo lakukan. " Theo selalu suka mendengar ocehan Daniar ketika mereka bercinta. Daniar seakan menjadi pribadi yang berbeda.
Semakin cepat, dalam dan menekan, Daniar merasa gerbangnya sudah terbuka oleh kunci milik Theo. Dan,,,
Keduanya berhasil bersama mendapati kepuasan itu, Daniar bahkan berkedut cukup lama di buatnya.
"Kau semakin pandai Daniar... " Bisik Theo di sebelah telinga Daniar. Theo lalu merapikan pakaiannya, sementara Daniar membersihkan sisa yang keluar di bagian bawahnya.
"Biar kau saja. " Theo ingin mengambil alih mengancingkan kemeja Daniar. Daniar tersipu malu hanya karena perhatian kecil itu. Theo bahkan merapikan rambut Daniar yang berantakan.
Cek lek ,,,
Pintu mendadak terbuka, Theo lupa menguncinya saking buru-buru tadi.
"Pak Ben, sudah kubilang satu jam. " Teriak Theo melindungi Daniar dari pandangan asisten pribadinya. Dan setelah Daniar rapi barulah Theo berbalik, betapa terkejutnya Theo maupun Daniar melihat seseorang yang berdiri di ambang pintu.
"Mom,,, " Sapa Theo pelan sekali, suaranya seakan tenggelam dengan rasa malu ketahuan oleh sang ibu.
Aline berjalan menghampiri keduanya, tanpa aba-aba nyonya Oliver menampar pipi kiri Daniar yang berdiri di sebelah Theo.
Plak,,,
Daniar bergeming , dia bahkan tidak mengusap pipinya yang kebas.
"Mommy, apa yang kau lakukan? " Teriak Theo tersadar Daniar diperlakukan buruk oleh ibunya.
"Diam kau Theo! " Perintah Aline.
"Aku pikir kau wanita baik-baik Daniar Han. Apa kau menjual tubuhmu demi pengobatan adikmu yang sekarat? Aku penasaran, bagaimana jika keluarga mu tahu kau mendapat uang dari cara kotor?" Aline menyemprot Daniar tanpa ampun.
Theo kecolongan , bahkan ibunya lebih tahu tentang alasan Daniar melakukan itu.
"Mom, kita tidak seperti yang kau pikirkan." Bela Theo.
"Anda benar nyonya. Tapi anda tidak perlu khawatir, aku tidak akan menuntut apapun dari putra maupun keluarga anda. Aku memang bekerja untuk tuan Theo. Permisi." Daniar pamit keluar dari ruang kerja Theo. Apa yang di katakan Aline tidaklah salah, dan Daniar sadar akan hal itu.
"Mommy tahu dari mana soal keluarga Daniar? " Tanya Theo tak sabar.
"Kamu pikir kenapa kami setuju menjadikan pak Ben sebagai pendamping mu? Itu untuk mendidik mu menjadikan seorang pemimpin yang tidak terkalahkan. Tapi kau malah asik bermain wanita Theo. " Aline meluapkan semua kekesalannya pada Theo.
"Mom, aku memang tidak bisa mencintai wanita lain setelah Alya. Hanya Daniar yang bisa membuatku nyaman sekarang. Kau tidak ingin melihat ku menggila lagi bukan?" Tanya Theo mengingatkan kembali ibunya tragedi overdosis yang membuat Theo harus di rehabilitasi.
"Justru karena itu, mommy tidak ingin kau terluka lagi Theo. Bisakah kau fokus bekerja saja? Mommy tidak masalah kalau kau memang ingin menikah, biar mommy carikan calon untukmu. "
Theo menyugar rambutnya frustasi, mommy sudah mengatur hidupnya terlalu jauh. Dia tidak ingin di jodohkan seperti kebanyakan anak-anak seorang pimpinan perusahaan besar.
"Stop it mom. Aku akan tetap mempertahankan Daniar. Jadi jangan ikut campur masalah pribadiku. Aku berjanji akan terus bekerja keras mom. " Theo berusaha meyakinkan sang ibu, berharap dia mengerti keadaannya.
"Saat mommy tahu kau melalaikan tanggungjawab terhadap perusahaan hanya karena wanita itu, tunggu dan lihat apa yang bisa mommy lakukan. " Peringatan Aline mmebuat Theo sedikit menciut, pasalnya Theo menarik Daniar kedalam kehidupannya.
"Promise mom, bisakah mommy pulang sekarang? Aku masih banyak pekerjaan." Pinta Theo, Aline berdecak kesal melihat anaknya yang langsung duduk memeriksa laporan.
"Ck, kau sibuk tapi masih sempat bercumbu." Aline meledek kelakuan sang anak.
"Mom, itu kebutuhan bagi setiap orang." Balas Theo santai.
Daniar yang masih berada di luar mendengar semua perdebatan keduanya. Ia segera naik lift ketika keduanya mulai tenang.
Daniar menyiapkan beberapa keperluan untuk acara televisi nanti malam. mereka akan bekerja lembur tentunya. menyelesaikan tugas lain sebelum makan siang di luar bersama Alya dan Jeni, tentunya Daniar berharap ada Luke juga di sana.
Daniar memegangi perutnya, ketika fokus mengetik. ia meringis merasa sedikit kram. "ouh, bisakah kita bekerja sama? kau tidak boleh sakit dulu." perintah Daniar pada perutnya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments