Theo dan Daniar kembali ke kantor bersama setelah makan siang tadi. Keduanya berjalan beriringan memasuki lobby. Daniar selalu sabar dan menjadi pendengar yang baik setiap kali Theo bercerita. Kedekatan keduanya menjadi pusat perhatian para staf. Ternyata Theo bisa ceria di kala patah hatinya yang belum bisa ia lupakan.
Daniar tahu, meski Theo tidak mengatakannya diam-diam dirinya melihat Theo masih memandangi foto kebersamaan nya dengan Alya dulu.
"Ide-ide mu cukup mind blowing, pantas Alya selalu membanggakan mu. " Ucap Theo memuji wawasan Daniar, padahal perempuan yang baru genap sembilan belas itu belum memulai studinya di tingkat universitas.
Keduanya menunggu lift untuk naik ke atas. Beberapa staf yang baru kembali dari makan siang juga mengantri di belakang mereka.
"Aku masih jauh dari kata pantas. Rencananya aku ingin mendaftar kuliah." Daniar kali ini tampak terbuka pada Theo, dan laki-laki di sampingnya sedikit tersanjung akan hal itu.
"That's great, aku akan memberi rekomendasi kampus yang bagus." Theo mengusap ujung kepala Dan air secara reflek, membuat staf perempuan iri melihat interaksi di hadapan mereka.
"Thank you. " Balas Daniar menanggapi saran Theo.
Theo dan Daniar menjadi yang pertama masuk ke dalam lift, di susul beberapa staf lain. Karena berdesakan Theo dan Daniar terdorong semakin ke belakang. Tangan Theo merangkul pundak Daniar agar aman dari benturan.
Daniar menengok tersenyum seolah mengucapkan Terima kasih. Sedikit berbisik, Theo mengucapkan kalimat yang membuat Daniar tersipu malu.
"Aku suka situasi ini, kita menempel satu sama lain. " Ujarnya dengan nada menggoda namun raut wajahnya datar tanpa ekspresi. Daniar terkekeh pelan mendengarnya.
Ting,,,
Daniar pamit turun terlebih dulu meminta jalan untuk keluar. Karena kebanyakan dari mereka masih melanjutkan perjalanan naik ke atas.
Di ruang kerjanya Theo sudah di sambut oleh Christian sang kakak. Aura perseteruan mendadak menguasai keduanya. Christian bukan bermaksud menantang Theo, hanya saja dia perlu menggembleng adiknya demi menjadi pimpinan tak terkalahkan di dunia bisnis.
"Ruangan Ceo bukan di sini tuan Christian." Sarkas Theo mengangkat dagunya. Bila di ingat, Theo sekalipun belum pernah melampiaskan kekesalannya setelah pernikahan sang kakak dan Alya. Theo menjaga diri hanya demi Alya, agar kakak iparnya tidak sedih di hari bahagianya.
"Theo, aku datang bukan untuk merebut posisi mu. " Christian mencoba memberi pengertian pada Theo untuk tidak berprasangka buruk.
"Persetan Christian, kau bahkan mengambil seseorang yang sudah ku jaga di saat terpuruk karena ulahmu. Ambil Christian, kau tidak akan pernah puas bukan? " Serang Theo yang mulai emosi mengeluarkan unek-unek nya selama ini.
"Theo, jangan samakan perusahaan dan Alya. Kau tidak bisa memaksakan kehendak Alya. Untuk perusahaan, daddy hanya meminta ku untuk membimbingmu. Tak ada yang lebih, jadi kau tidak perlu khawatir." Tangan Christian terulur ingin menepuk pundak Theo, namun dengan cepat di tepis oleh empunya.
"Singkirkan tanganmu dariku. Dengar Christian, jika kau membuatnya terluka lagi aku tidak segan-segan merebutnya kembali. " Ancaman Theo membuat Christian tercengang bukan main. Tak menyangka Theo memiliki pemikiran seperti itu pada hubungannya.
"Theo! " Bentak Christian, dia sangat geram menghadapi Theo yang keras kepala.
"Look, kau harus bisa membuka hatimu kembali Theo. Aku yakin di luar sana ada perempuan baik yang sedang menunggumu,,,"
Bugh,,,
Satu pukulan mendarat di pipi Christian, Theo memukulnya hingga sudut bibir Christian berdarah.
"Kau sama sekali tidak berhak mengatur hidupku. Pergilah! Aku muak melihatmu." Usir Theo, Christian menyeka sudut bibirnya lalu keluar dari ruang kerja sang adik.
Christian berpapasan dengan Daniar yang hendak menemui Theo. Mata mereka bertabrakan sesaat sebelum Christian masuk ke dalam lift.
"Tuan Christian,,, " Daniar menahan pintu lift sebelum tertutup sempurna.
"Ya nona Daniar? "
"Ini, untuk lukanya. " Sebuah sapu tangan berbahan lembut Daniar sodorkan untuk Christian. Dengan ragu Christian menerimanya lalu mengucapkan Terima kasih sebelum kedua sisi pintu lift mengikis pandangan keduanya.
Daniar melanjutkan langkahnya, ia tetap mengetuk pintu meski sudah dalam keadaan terbuka. Ia dapat melihat Theo yang tengah menatap pemandangan kota di balik jendela.
"Aku membawa laporan hasil kerja sama kita tuan. " Daniar menyembulkan kepalanya tanpa ingin masuk sebelum Theo memberinya izin. Mungkin pikiran laki-laki itu tengah beradu sehingga ketukan maupun suara Daniar tidak mampu menyadarkannya.
Brak,,,
Karena tak sabar Daniar sengaja membanting pintu, barulah Theo terperanjat kaget berbalik memandang Daniar di ambang pintu.
"Oh Hai, apa kau sudah lama? " Dia berjalan mendekat menjemput Daniar untuk masuk dengan menarik lengannya lembut.
Padahal Theo masih di liputi rasa marah beberapa detik yang lalu.
"Ya, dan tanganku sudah sangat pegal mengetuk dan memegang map ini. " Jawab Daniar pura-pura merajuk, itu malah membuat Theo tersenyum tipis.
"Maaf, masuklah. " Theo menarik tangan Daniar masuk, bahkan mendudukkan tubuhnya di sofa.
"Aku datang bukan untuk bersenang-senang tuan. Cepat periksa lalu tanda tangani. Nona Alya sudah menunggu laporan ini. " Lanjut Daniar menyadarkan Theo yang menatapnya penuh rasa dahaga.
"Kau tahu, tadi aku mengancam kakak ku sendiri. " Theo duduk di atas meja, mengunci pergerakan Daniar agar tidak bisa menghindar.
"Dengan memukul wajahnya? " Tanya Daniar secara blak-blakan. Theo tertawa saat Daniar menampilkan wajah tak suka akan perbuatannya.
"Ya, dan aku belum puas. " Jawab Theo santai.
"Theo,,, " Panggil Daniar pelan, Theo menyahut dengan berdehem.
"Sekeras apapun kau membalas dan mengganggu kakak mu, nona Alya tidak akan pernah kembali padamu. " Daniar hanya ingin Theo bangkit dan belajar menerima keadaan. Daniar sangat iba melihat Theo terus-terusan meratapi kehilangannya.
"Kau tidak akan pernah mengerti sebelum merasakannya Niar," Tolak Theo, masukan Daniar langsung di sanggah olehnya.
"Kau salah, aku bahkan sedang mengalaminya. " Dan laki-laki itu adalah dirimu Theo, lanjut Daniar dalam hati.
"Benarkah? " Tanya Theo tak percaya, Daniar mengangguk pasti.
"Bagaimana perasaanmu? Apa kau berniat merebutnya juga? " Lanjutnya tanpa henti. "Ya, aku berusaha meyakinkan dia bahwa masih ada seseorang yang mau menerima untuk menyembuhkan lukanya." Daniar membicarakan Theo yang masih belum menyadari itu.
"Maafkan aku,,, " Lirih Theo tertunduk sambil menggenggam tangan Daniar di atas pahanya. Daniar mengernyitkan dahinya bingung.
"Kenapa kau minta maaf? "
"Karena aku kau harus kehilangan kesempatan dekat dengannya. Tapi aku belum ingin mengakhiri kontrak kita. " Jawab Theo, Daniar menangkup rahang Theo memaksanya mengangkat kepala.
"Kau salah, justru karena mu aku menjadi semakin dekat dengannya. " Theo selalu bisa luluh melihat senyuman Daniar, membuat hatinya menghangat dan menghilangkan rasa gelisah.
"Benarkah? Syukurlah kalau begitu." Ujar Theo polos tak mengerti apapun tentang laki-laki yang Daniar bicarakan.
Lalu Daniar menaruh map di atas telapak tangan Theo sebelum melepaskan diri dari Theo yang menguncinya.
"Pelajari itu dengan baik tuan Theo, kau bisa memanggilku setelah menandatangani nya." Kali ini Daniar yang memerintah Theo, Theo hanya tersenyum simpul menanggapinya. Membiarkan Daniar pergi kembali ke ruang kerjanya.
Selama perjalanan menuju lantai kantornya, Daniar tek hentinya memegangi dadanya. Ia takut perasaan untuk Theo semakin jatuh ke dalam. Di sisi lain dia begitu bahagia menjadi bagian dari kehidupan Theo. Hingga sebuah pesan masuk ke ponselnya, Daniar membaca isinya dan seketika seluruh sendinya melemas.
tanpa memikirkan pekerjaannya, Daniar menekan tombol lobby untuk bergegas meninggalkan kantor. ia berlari seperti orang yang di kejar hantu. rambutnya bergelombang mengikuti gerak langkah kaki Daniar. entah pesan apa yang ia dapat hingga Daniar terlihat menitikan air mata tanpa henti.
"tidak, ini tidak mungkin. " gumamnya sembari melambaikan tangan menyetop taxi. Daniar tidak bisa berpikir jernih saat ini, yang terpenting dia bisa segera tiba di tempat tujuan. Supir taxi dapat melihat penumpangnya tengah di landa cemas hingga menangis dalam diam, ia pun sedikit mempercepat laju mobil karena tujuan mereka cukup jauh dan memakan waktu yang tidak sebentar.
di ruang kerjanya, Theo di buat terkejut dengan kedatangan nyonya Aline bersama seorang wanita cantik bertubuh bak model profesional. tinggi, menonjol di bagian dada dan pantatnya, serta bibir tebal yang mungkin hasil Filler.
"Ada angin apa nyonya Aline datang kemari?" Theo bertanya dengan nada acuh, bahkan pandangannya masih tertuju pada berkas di hadapannya.
"tidak ada, mommy mampir setelah makan siang di sekitar kantormu. oh ya, mommy juga pergi bersenang-senang bersama Nola. dia anak dari rekan bisnis daddy mu. kau tahu kan perusahaan air mineral nomer satu di negara kita? " Nyonya Aline membanggakan wanita bernama Nola, pakaiannya juga terlalu minim untuk di katakan sebagai anak orang terpandang.
"hem,,, " tanggapan datar dan singkat Theo membuat Aline mencebik kesal.
"Nola sweety, kau bisa menemani Theo hingga jam pulang kerja. nanti dia bisa mengantarmu pulang. " perintah Aline menyudutkan posisi Theo, akhirnya anak keduanya itu menghentikan kegiatannya sejak tadi.
"mom, aku masih banyak pekerjaan. tolong mengertilah. " Pinta Theo menggeram kesal mendapati tingkah ibunya.
"Theo, daddy mu bahkan mengizinkan. jadi kau tidak perlu khawatir pekerjaan mu akan terganggu. kalau begitu mommy pulang dulu, perlakukan Nola dengan baik ok? " tanpa menunggu jawaban dari Theo Aline pergi meninggalkan mereka berdua.
Nola yang merasa canggung akhirnya melenggang menuju kursi di depan meja kerja Theo. Theo akan bersikap dingin pada siapapun yang menurutnya tidak penting. contohnya sekarang, Theo malah asik memikirkan rencana berlibur bersama Daniar di akhir pekan nanti.
"ekhem, kau masih lama? " Suara **** mendayu-dayu memecah konsentrasi Theo. Theo menatapnya sinis seakan meremehkan Nola.
"supir kantor bisa mengantarmu pulang, jadi tidak perlu berlama-lama di ruangan ku." balas Theo penuh penekanan, dirinya tidak nyaman di temani wanita asing. jika dulu Theo pernah mencari kesenangan dari wanita random yang ia temui. sekarang Theo tidak menginginkan siapapun kecuali Daniar.
setiap Theo di goda lawan jenisnya, ia bukannya merasa Terangsang. Theo malah merindukan kehadiran Daniar dan langsung ingin menyerangnya di atas tempat tidur.
"baiklah, aku hanya ingin menawarkan pijatan ku agar kau tidak kaku dan pegal. " Nola tersenyum menggoda, dia kebal akan penolakan Theo padanya. toh orang tua mereka memang sudah merencanakan ini semua.
"pak Ben, tolong antarkan tamu tak di undang di ruangan ku pulang." Theo memanggil pak Ben melalui sambungan intercom.
Nola merengut merasa terhina oleh Theo yang mengusirnya secara terang-terangan. lantas ia berdiri, menghentakkan kaki sebelum keluar dari ruangan itu.
"ah, Daniar. aku sangat merindukan tubuhnya." gumam Theo, dia mengendurkan ikatan dasi di kerah kemejanya. lantas ia berniat mengirim pesan agar Daniar datang ke apartemen nya malam ini.
"sial, batrei ponselku habis." Ia bergegas mencari charger ponselnya, mengisi daya ponsel tanpa menghidupkan nya. mungkin setelah penuh baru Theo akan menghubungi Daniar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments