eps. 11

Rumah sakit terlihat sibuk menangani pasien kecelakaan bus beberapa saat yang lalu. Salah satu korban yaitu supir bus di nyatakan meninggal setelah dokter berusaha menyelamatkan nya. Sisanya mengalami luka ringan dan berat, termasuk Daniar.

Daniar terbangun diatas brankar emergency room. Ia menatap sekeliling dimana para keluarga korban menjaga mereka. Memegangi kepalanya yang berdenyut, Daniar berusaha turun. Ia berjalan keluar bermaksud untuk menelepon seseorang yang mungkin bisa menjemputnya.

"Nona, anda tidak bisa pergi sebelum hasil pemeriksaan keluar. Tolong kembalilah ke dalam." Salah satu perawat membantu Daniar yang berjalan sempoyongan.

"Suster, tolong hubungi temanku." Pinta Daniar, ia di tuntun kembali ke brankar.

"Baik nona, setelah walimu datang kami akan memindahkan nona ke kamar rawat inap." Lanjut suster menjelaskan prosedur rumah sakit.

"Tidak Sus, aku baik-baik saja. Aku ingin pulang sekarang. " Daniar bersikeras tak mau berlama-lama di rumah sakit.

"Daniar,,, " Meski setengah sadar Daniar bisa mengenali suara laki-laki yang berjalan mendekat ke arahnya. Dia memeluk Daniar erat, merasa lega saat tahu Daniar tidak mengalami luka parah seperti korban lain.

"Theo, bawa aku pergi. " Kejadian tadi membuat Daniar trauma, dia begitu dekat dengan kematian saat bis mengalami kecelakaan.

"Ok, kita akan pergi. Tenanglah, aku ada di sini bersamamu. " Theo mengusap punggung Daniar memberinya ketenangan.

Pak Ben membukakan pintu mobil ketika Theo memapah Daniar dari arah dalam rumah sakit. Theo dengan hati-hati membantu Daniar duduk di kursi belakang. Di keningnya terdapat perban yang menutupi luka robek akibat membentur kaca bis.

"Aku ingin bersama Jeni." Sebelum pak Ben menyalakan mesin Daniar menyampaikan keinginannya. Tampak Theo sungkan mengabulkan itu, namun saat ini Daniar memerlukan bantuan orang di sekitarnya untuk menjaganya.

"Baiklah, pak Ben kita ke apartemen Daniar." Perintah Theo akhirnya terpaksa menyetujui.

Jeni mengambil alih membantu Daniar berjalan menuju kamarnya. Sementara Theo tampak berbicara serius dengan pak Ben.

"Pak Ben, tolong bawakan aku laptopku di apartemen. Mungkin aku akan di sini sampai Daniar pulih. Dan satu lagi, aku ingin data dari keluarga Daniar tanpa ada satupun yang terlewat. " Panjang lebar Theo memberi pak Ben tugas. Sepertinya Theo sudah melibatkan dirinya di hidup Daniar terlalu jauh.

"Baik tuan. " Tak ada pilihan, pak Ben hanya mampu menuruti semua perintah Theo. Dalam hatinya, pak Ben berharap Theo lebih fokus dalam memimpin perusahaan agar orang tuanya tidak mengawasi kehidupan Daniar lagi.

"Hufh,,, aku berdiri di tengah-tengah jembatan. " Gumam pak Ben seraya menuruni anak tangga. Nyonya Aline terus saja mendesaknya untuk melaporkan setiap kegiatan Theo. Dan itu sama sekali belum di sadari oleh tuan mudanya.

Jeni keluar meninggalkan Daniar ketika Theo masuk, ia memberi mereka kesempatan mengobrol.

"Niar, jangan membuatku khawatir lagi." Theo duduk di tepi tempat tidur, menggenggam tangan Daniar yang tengah bersandar.

"Itu sangat cepat hingga aku sulit berpikir jernih. Yang ada di kepalaku hanyalah, apa aku akan mati? Bagaimana jika aku tidak bisa bangun lagi setelah nya. " Dalam hidupnya Daniar bertekad untuk tidak menangis di depan siapapun. Namun malam itu, ia tidak bisa menyembunyikan air matanya lagi di hadapan Theo.

"Ssst,,, jangan bicara seperti itu. " Theo menarik tangan Daniar lembut agar lebih dekat dengannya, lalu memeluknya.

"Aku takut, aku tidak bisa membayangkan kejadian naas itu lagi." Ucap Daniar lirih.

"Aku akan menjagamu Niar, maka dari itu tolong terbukalah padaku. jadi beritahu aku Kau akan pergi kemana dengan siapa, apa yang sedang mengganggu pikiranmu, bahkan saat kau menginginkan sesuatu. " Theo sendiri masih bingung akan dirinya, ia sangat marah ketika Daniar tidak mau bergantung padanya. Seolah Theo bukan seseorang yang penting bagi Daniar.

"Terima kasih, karena tuan sudah menjemput ku di rumah sakit. Aku tahu kau melakukannya agar aku tidak melanggar perjanjian kita. Kau sudah berinvestasi banyak untuk ku." Theo segera melepaskan dekapannya, menciptakan jarak demi melihat wajah Daniar.

"Apa aku sepicik itu? Kau benar-benar tidak berperasaan Daniar." Theo tentu kecewa Daniar memiliki anggapan seperti yang ia katakan tadi mengenai kecemasan Theo. Theo beranjak dan meninggalkan Daniar di kamar sendirian. Maksud hati ingin menemaninya tidur malam ini, menjaga dan merawatnya.

"Kenapa dia marah? Aku mengatakan hal sebenarnya. " Tak ingin ambil pusing, Daniar merebahkan tubuhnya m, beristirahat untuk menghilangkan rasa pusing dikepalanya.

Theo menyibukkan diri dengan bekerja di ruang televisi apartemen Daniar. Jeni yang tenggorokan nya merasa kering berniat mengambil minum ke dapur.

"Ku kira tuan sudah pulang. " Jeni berdiri di dekat meja makan memperhatikan kegiatan Theo.

"Maaf membuatmu tidak nyaman, aku harus menjaga Daniar. " Jawab Theo tanpa memandang ke arah Jeni.

"Sebagai apa? " Todong Jeni, dia tahu Theo peduli terhadap sahabatnya tapi Jeni tidak rela jika Theo hanya mempermainkan Daniar.

"Tentu sebagai teman, menurutmu? " Theo balik bertanya, Jeni mengerutkan dahinya kasar.

"Tuan, sebenarnya Daniar ,,, " Jeni bermaksud memberitahu Theo bahwa Daniar menyukainya. Kemudian ia berpikir itu bukan hal yang benar, Jeni tidak ingin mencampuri urusan pribadinya.

"Kenapa dengan Daniar? " Kali ini Theo menoleh menunggu kelanjutan kalimat Jeni yang menggantung.

"Ah tidak, aku hanya bilang kalau Daniar gadis yang baik. Meski dia bukan dari keluarga kaya, Daniar bukan tipe wanita yang bermimpi menjadi Cinderella. " Ada makna tersirat dari ucapan Jeni kali ini dan Theo menyadarinya.

Theo tahu, kehidupan Daniar memang sangat sederhana. Pekerja keras, pantang menyerah dan gaya hidup yang biasa saja. Mulai dari pakaian, tempat tinggal dan sikapnya yang tidak pernah mau merepotkan dirnya. Hanya ada satu hal yang tidak bisa Theo mengerti, apa alasan Daniar mau menjadi teman tidurnya dan mendapat uang dalam jumlah besar. Jawabannya akan Theo dapat saat pak Ben selesai memeriksa latar belakang keluarga Daniar.

"Aku ingin memeriksa keadaan Daniar." Segera pamit setelah menutup pekerjaannya, Theo masuk ke kamar Daniar. Jeni mengulum senyum membayangkan jika mereka tidur di ranjang yang sama.

"Oh sayang, kau semakin dekat dengannya." Jeni bergegas kembali ke dalam kamar. Ia harus segera tidur agar tidak mendengar suara-suara yang membuatnya panas dada.

Daniar terpejam dengan tenang, ternyata dia sudah mengganti pakaiannya menjadi piyama berbahan satin tanpa lengan. Theo melihat bagian atas Daniar terekspos dan membuat gairahnya terpancing.

Lantas ia berjalan mendekat, menarik selimut untuk menutupinya. Theo manusia biasa yang mudah tergoda ketika di suguhkan pemandangan seperti tadi. Tapi ia juga bukan orang yang pemaksa, mengingat kondisi Daniar Theo menahan hasratnya malam ini.

Setelah menanggalkan semua pakaiannya, Theo hanya mengenakan celana ketat di bagian bawahnya. Ia masuk ke dalam selimut yang sama, tidur miring memandangi wajah Daniar.

"Cepat sembuh, aku selalu ingin menghajar mu. " Bisik Theo mengelus lembut pipi Daniar. Membuat Daniar bergerak, tangannya memeluk pinggan Theo menganggapnya bantal guling.

"Hem, kau selalu memanfaatkan tubuhku dengan baik." Jarak mereka hanya sekitar satu jengkal, Theo mengecup kening Daniar kemudian turun ke bibir sebelum dirinya ikut terlelap.

di kediaman Oliver, Aline yang tidak mempercayai Pak Ben sepenuhnya memilih mengirim seseorang untuk mengawasi gerak gerik Theo anak keduanya. bukan tanpa alasan, Aline hanya ingin Theo fokus menjalankan perusahaan. kegagalannya dalam bercinta di khawatirkan mempengaruhi mental Theo yang sempat down. dan Aline tidak ingin Theo terlibat hubungan sementara ini.

ia mendapat pesan dari anak buahnya, memberitahu bahwa Theo bermalam di apartemen seorang wanita. dan Aline bisa menebak siapa dia, Daniar. rupanya peringatan Aline tidak di gubris olehnya.

"Aku tidak perduli siapa dia, aku hanya ingin Theo berhenti bermain-main. " Aline yang mondar-mandir tak karuan di kamar tidurnya tak luput dari perhatian Oliver.

"honey, kau kenapa? aku pusing melihatmu sudah seperti setrikaan. " Oliver melepas kacamata nya di atas nakas, dia baru datang dari ruang kerja.

"honey, Theo kembali berulah. dia bermain wanita, dan sepertinya bukan one night stand yang sering dia lakukan ketika kuliah dulu." Aline mengadu pada Oliver, berharap suaminya mau menasehati Theo.

"bagus dong, artinya Theo tidak berganti-ganti pasangan. " Oliver menanggapinya santai, membuat Aline cemberut kesal. Oliver memeluk istrinya dari samping menenangkan.

" Aline sayang,,, Jangan mengekang Theo, aku yakin dia bisa bertanggungjawab pada pekerjaannya. dia juga butuh hiburan bukan?" mendengar kalimat terakhir Oliver berhasil menciptakan ide di otak Aline.

"baiklah, kita lihat saja apa yang bisa aku lakukan untuk menghentikan kegilaan anakmu. " Seringai mencurigakan menghiasi wajah awet muda Aline.

"terserah kau saja sebagai ibunya, aku akan bertindak jika Theo melalaikan tugasnya." balas Oliver yang memiliki pemikiran terbuka.

****

Daniar bangun ketika hidungnya mencium aroma mentega di yang di oleskan di atas roti panggang. setelah istirahat cukup dan meminum obat, Daniar merasa kepalanya lebih ringan di banding semalam.

"sarapan dulu nona Han. " Theo cekatan membantu Daniar mendudukkan dirinya.

"Theo,,, " panggil Daniar dengan suara seraknya.

"hem, ada apa? " tanya Theo mengambil piring di atas nampan lalu menaruhnya di atas pangkuan Daniar.

" berhenti melakukan ini semua. aku akan menemui mu saat kau membutuhkan tubuhku. jadi kau tidak perlu datang padaku." Daniar masih harus membatasi diri dari Theo, ia juga perlu mengingatkan laki-laki di hadapannya untuk bersikap profesional.

"Daniar, apa salahnya aku memperlakukan mu dengan baik? " tak mengerti, Theo seakan di minta untuk menganggap Daniar hanya sebatas pemuas nya.

"Theo, please. kita kembali ke posisi kita masing-masing, panggil aku saja ketika kau menginginkannya." karena Daniar tidak ingin Theo semakin menyirami rasa cinta di hatinya. Daniar hanya akan terluka jika suatu hari kontrak mereka berakhir.

"ok fine, terserah apa maumu Daniar. " bentakan Theo mengundang rasa penasaran Jeni di meja makan, pintu kamar memang terbuka karena Theo lupa menutupnya.

"makan lalu istirahat. " meski kesal Theo tetap perhatian pada Daniar.

"aku akan bekerja. " potong Daniar cepat.

"Alya mengerti kondisimu. aku sudah memberitahu nya. "

"tidak, aku akan tetap bekerja. hari ini proyek dengan stasiun televisi di mulai."

"lakukan sesuka hatimu. tapi aku ingin kau sehat dan siap jika sewaktu-waktu aku membutuhkan tubuhmu. " Theo langsung keluar meninggalkan Daniar. dia pergi tanpa sepatah katapun.

Daniar menyentuh dadanya yang terasa sesak. bukankah memang itu hubungan yang terjadi diantara mereka. simbiosis mutualisme. Theo menginginkan tubuhnya, Daniar membutuhkan uangnya.

Jeni memandangi Daniar yang sedang melamun. haruskah dia berkata jujur pada Theo bahwa temannya itu menyukainya? mungkin Jeni akan meminta bantuan Justin kekasihnya. siapa tahu mereka bisa mendekatkan keduanya. Jeni berharap Daniar dan Theo bisa menjadi sepasang kekasih. meskipun dirinya tidak tahu apa yang sedang terjadi pada mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!