Hujan Berselimut Awan

Hujan Berselimut Awan

Malam Pertama di Hari ke Tujuh

Satu minggu pernikahan berdasarkan perjodohan antara Arika dan juga Prawira, keduanya belum juga melakukan kewajiban sebagai sepasang suami istri. Kebencian atas pernikahan yang di rasakan Arika kini lenyap entah kemana.

Satu minggu ia melihat sikap suaminya yang begitu baik, tak sekali pun Prawira meminta haknya dengan memaksa. Tentu saja sebagai seorang istri ada rasa bersalah yang Arika rasa saat ini.

Dari hari pertama pernikahan, Prawira membantunya memijat kedua kaki hingga wanita itu terlelap dengan nyaman.

Kaki yang putih nampak merah akibat terlalu lama memakai heels. Semula Arika menolak, hingga Prawira menunggu sang istri tertidur dan mulai memijatnya.

Di pagi pertama pernikahan, pria itu membuatkan sarapan untuknya bahkan Prawira benar-benar mampu mengambil hati sang mertua. Dimana ia bercanda tawa dengan sang mertua pria.

Pemandangan pagi itu tak lepas dari tatapan bola mata Arika. Ada rasa hangat melihat kedekatan sang suami bersama sang papah.

Hingga hari kedua, pria yang baru berstatus suami itu merawat Arika yang tengah sakit. Kelelahan sebab pernikahan membuatnya drop total. Siang dan malam Prawira tak mengeluh sedikitpun dan tidak meninggalkan sang istri semenit pun. Ia merawat Arika dengan sabar.

Membersihkan tubuh polos Arika dengan kain seka badan, tak ada terlihat napsu dari pria itu. Hari demi hari Arika lewati hingga genap satu minggu. Ketulusan sang suami mampu membuat hatinya yang keras menjadi luluh seketika.

“Apa aku salah telah mengabaikan suamiku sendiri? Pernikahan kami sudah satu minggu lamanya. Pernikahan ini tidak mungkin juga bisa batal, semua sudah terjadi. Dan aku tidak mau ada perceraian.” Arika menunduk memainkan kuku-kukunya yang cantik.

Wanita itu terus berpikir dengan bicara dalam hati. Tanpa sadar dari arah pintu tampak Prawira yang baru saja pulang. Dengan pakaian formal serta tas kerja yang ia pegang.

Memastikan keadaan sang istri membaik, ia pun dengan terpaksa meninggalkan sang istri bekerja.

“Kenapa masih belum mandi?” Pertanyaan dari pria yang tak lain adalah suaminya membuat Arika tersentak kaget.

Sigap ia berdiri dan mencium punggung tangan sang suami. Untuk pertama kalinya Arika melakukan hal itu. Dan Prawira tersenyum kecil melihat tingkah sang istri.

“Aku minta maaf.” Lirih namun jelas Prawira mendengar ucapan Arika.

“Jangan sedih seperti itu, wajah cantikmu jadi jelek.” Arika tersenyum malu. Pertama kali pula ia mendengar sang suami berbicara gombal padanya.

“Sini tasnya. Aku akan simpan dan segeralah mandi.” pintahnya ingin meninggalkan pergi Wira. Namun, langkah Arika terhenti kala tangannya mendapat genggaman erat dari sang suami.

“Malam ini…boleh aku memintanya?”

Semakin merona kedua pipi Arika. Tak sanggup menjawab, wanita itu hanya mengangguk pelan sekali. Tentu saja lelah di tubuh Wira seolah hilang seketika, kepulangannya dari kerja malam hari membuat pria itu bersemangat untuk menempuh kenikmatan bersama istrinya.

Segera ia menggendong tubuh sang istri menuju kamar mandi. Arika sendiri yang belum memiliki pengalaman dalam hal itu sangat gugup. Tak mampu menolak ia hanya bisa mengikuti kemana sang suami membawa tubuhnya.

“Aku aku belum mandi.” tuturnya yang melihat Wira sangat dekat dengannya hingga tubuh Arika tersandar pada dinding kamar mandi.

“Kita akan mandi bersama.” Pelan namun pasti Wira mendaratkan bibirnya pada bibir sang istri.

Bak seorang guru, Wira begitu lihai menuntuk Arika melakukan hal yang jauh lebih lagi. Takut, gugup, malu semua menjadi satu di tubuh Arika, bahkan jelas Wira merasa sang istri tengah gemetar.

“Arika…bersiaplah.” lirihnya pelan berbisik di telinga sang istri lalu menyapunya dengan indera perasa.

Arika terpejam. Satu persatu tubuhnya di absen hingga akhirnya air mata menetes menahan sakit yang luar biasa.

“Aaaaa…” Arika menjerit tertahan di kamar mandi. Sementara Wira diam mematung menikmati pijatan yang terasa membawanya ke langit ke tujuh.

***

Di malam ke tujuh itulah pernikahan yang bermula karena terpaksa kini sudah menjadi begitu hangat. Arika sangat mencintai suaminya.

“Selamat pagi,” sapaan lembut dan senyum yang ceria menyapa pagi Wira kala itu. Tak lupa di tangan Arika terlihay segelas susu serta roti yang sudah ia panggang.

“Wir, bangunlah. Bersihkan wajah dan sikat gigi setelah itu sarapan.” tuturnya meminta sang suami bangun.

“Kiss dulu.” ujar Wira terdengar manja.

Senang hati Arika memberikan permintaan sang suami. Ia membuat Wira merasa bergejolak kala mencium wangi tubuh sang istri.

Tampaknya Arika sudah mandi saat itu, cepat tangan kekar Wira pun melingkar di perut sang istri dan memeluknya kian erat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!