Di kala waktu tak lagi siang, mentari pun telah kembali ke tempat peraduannya berganti dengan bulan yang mulai menampakkan sinarnya, dari jendela samar Prawira menyipitkan kedua mata yang baru saja terbuka. Ia melihat langit yang sudah nampak gelap, segera ia melepas tangannya di perut polos wanita cantik bernama Ketty. Bergegas turun dan berniat untuk mandi.
"Sayang, kemana?" tanya suara lemas dari Ketty. Matanya melihat sang pria yang sudah berdiri dengan tubuh polos.
"Aku harus mandi dan kembali ke rumah." tuturnya melanjutkan langkah kakinya menuju ke kamar mandi.
Melihat itu Ketty hanya tersenyum puas. Waktunya akan banyak untuk esok hari dan seterusnya. Maka ia tak perlu khawatir, dan malam ini ia berniat untuk bersenang-senang dengan kartu yang Prawira berikan tadi. Maka dari itu Ketty tak mencegah pria itu untuk pulang.
Lima menit Prawira bersiap kini waktunya ia melajukan mobil usai mencium sekilas bibir merah milik Ketty. "Besok aku kemari lagi." ujarnya dengan janji yang entah ia telah berikan pada wanita mana saja.
Mengendarai mobil cukup lama melewati jalanan yang cukup padat malam itu akhirnya Prawira tiba dengan selamat di rumah. Sayang, saat tiba justru ia melihat sang istri sudah terlelap dengan tenang. Tanpa ia tahu jika hari ini Arika drop di bawa ke rumah sakit. Melihat keadaan sang istri baik-baik saja. Prawira sontak menoleh saat mendapat panggilan dari wanita yang tak lain ada Lisa.
"Lisa, apa-apaan kamu?" tanyanya begitu kaget saat wanita itu masuk ke kamarnya begitu saja dengan menarik tangan Prawira keluar kamar.
Bukannya menjawab pertanyaan Prawira, Lisa justru mendorong kasar tubuh pria di depannya ke tembok dinding rumah yang menjadi penyekat kamar Arika dengan ruangan lainnya. Prawira bisa melihat tatapan penuh hasrat dari Lisa. Ia pun diam tanpa menunggu lama Lisa sudah menyambar bibirnya dan memainkan tangan lentik itu pada benda sang pria.
Serangan yang sangat nikmat tanpa mampu Prawira tolak. Ia yang baru saja menumpahkan benihnya sia-sia di perut rata milik Ketty kini terpaksa harus kembali menjalani adegan yang berujung pembuangan benih kembali.
Matanya terpejam menikmati serangan sang pelayan, hingga keduanya pun tanpa perduli dengan tempat mereka saat ini beradu kekuatan. Lisa samar bersuara kala tubuhnya di hentak kuat oleh Prawira di depan kamar itu. Meski rasanya kurang puas sebab mereka bermain singkat tanpa melepas pakaian. Namun, Lisa yang sudah menginginkan sentuhan Prawira memilih acuh dan menikmati saja.
Suara samar yang mereka keluarkan tanpa sadar mengusik tidur seorang wanita yang tak lain adalah Arika. Ia bangun dan berjalan pelan menuju pintu yang tidak tertutup. Matanya menoleh melihat tas kerja sang suami yang sudah ada. Artinya Prawira sudah pulang.
Ia pun pelan melangkah semakin dekat dan semakin dekat hingga melihat bayangan tubuh yang menyatu dengan Prawira berada di belakang tubuh Lisa. Ia menongolkan kepala dan matanya membulat sempurna melihat apa yang terjadi di depannya saat ini.
Arika meneteskan air mata membekap mulutnya yang terbuka lebar lantaran syok serta menggelengkan kepala tak percaya. Suami yang baru saja sah menikah dengannya sudah bermain gila dengan pelayannya sendiri.
Arika mengusap air mata kasar dan melangkah keluar pintu. "Apa ini, Wir?" tanyanya dengan suara bergetar namun berusaha kuat berdiri kokoh.
Permainan yang belum saja usai terpaksa harus terhenti mendadak. Prawira menoleh dan segera mendorong kasar tubuh Lisa. Ia memasukkan miliknya ke dalam celana kembali dan menutup celananya. Sementara Lisa tampak tersenyum samar dan memegang tubuhnya seolah seperti cacing kepanasan. Beberapa kali ia meliukkan tubunya dan bersuara lirih seolah masih menikmati sisa-sisa kenikmatannya.
"A-Arika." Prawira tergugup. Tanpa Lisa beniat membantu menjelaskan.
Arika bisa melihat jika wanita di depannya ini memang sangat menginginkan rumah tangga mereka hancur. Maka dari itu Arika tak ingin melihatkan kelemahannya pada wanita itu. Ia memilih tak mendengarkan penjelasan sang suami dan berlanjut melangkah ke dapur seolah mengambil air minum.
Prawira menatap langkah sang istri mengikuti pergerakannya yang semakin menjauh dan menyusul ke dapur pula.
"Arika, dengarkan aku." ujar Prawira.
Arika masih membungkam bibirnya dan menoleh ke arah dimana Prawira berada. "Apa kau memang menyukainya? Apa yang kamu cari di aku dan tidak kamu dapatkan, Wir?" tanya Arika menatap dalam kedua mata sang suami dan meninggalkan ke kamar lagi.
Prawira melangkah mengikuti sang istri menuju kamar, barulah ia menutup pintu agar tak ada yang mendengar percakapan mereka. Sungguh Arika luar biasa tenang saat ini meski dalam hati sekuat tenaga ia menahan gemuruh yang ia rasanya ia lampiaskan dengan cara apa pun.
Sayang, pikirannya masih terlalu panjang untuk tidak bertingkah di luar kendali. Duduk tenang menegak air putih di gelas dan membiarkan Prawira berbicara lagi.
"Arika, sungguh aku tidak berniat seperti itu. Dia menggoda ku tadi. Dia menarik tanganku." ujar Prawira mencari pembelaan.
Aria meneteskan air mata tanpa bisa ia tahan. "Aku salah apa, Wir? Katakan apa salahku sampai bisa kamu tega melakukan ini padaku? Dan jangan kamu pikir aku tidak tahu jika ini bukan pertama kali untuk kalian." Telak, Prawira tertegun mendengar ucapan sang istri.
Ia tak tahu dari mana asalnya Arika bisa berbicara kebenaran itu tentangnya dan Lisa. "Arika, tolong maafkan aku. Kamu tidak salah apa pun, Arika." ujarnya masih mencoba membujuk sang istri. Prawira ingin memegang tangan sang istri namun Arika secepat mungkin menepisnya. Dan Prawira ingin memegang pundak Arika, tubuh itu menjauh darinya.
"Bahkan pernikahan kita masih seumur jagung. Apa rasa bosanmu begitu cepat padaku, Wir?"
Hanya bisa menggelengkan kepala mendengar pertanyaan demi pertanyaan dari sang istri. Prawira tak tahu kata apa yang harus ia rangkai saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments