Merasa bosan menunggu di ruang tamu, Dinda beranjak hendak menghampiri Dimas lagi. "Dia mandi atau tidur, lama sekali, duh!"
Gadis itu bicara tidak memperhatikan jalan, hingga menabrak dada bidang suaminya yang sudah berdiri di hadapannya.
"Apa matamu sakit, tubuh sebesar ini tidak kau lihat?" ucapan Dimas membuat Dinda mematung melihat suaminya sudah berdiri di hadapannya dengan style seorang pria tampan yang biasa dia lihat.
Mendapati Dinda masih diam, Dimas memukul dahi istrinya dengan sentilan ringan menyadarkan gadis itu.
"Aww! Sakit," keluh Dinda memasang wajah meringis.
"Tau sakit?" tatap Dimas.
"Kau yang lama tapi malah aku yang dapat pukulan," protes Dinda.
"Itu tepat untuk gadis dengan pikiran macam-macam sepertimu," tegas Dimas berjalan lebih dulu melewati Dinda yang tidak terima dengan ucapan Dimas.
"Hei, apa maksudmu dengan macam-macam hah!" teriakan Dinda tidak di hiraukan Dimas.
Gadis itu mengikuti suaminya masuk ke dalam mobil, mereka sudah berada di perjalanan untuk keluar membeli keperluan rumah. Dinda masih menyentuh dahinya yang terasa sakit di pukul Dimas.
Dimas memperhatikan istrinya tanpa memalingkan wajah, matanya sedari tadi hanya memperhatikan Dinda hingga di sadarai oleh sopir pribadinya. Dimas tampak canggung saat ketahuan memperhatikan gadis di sampingnya.
"Apa kau tidak tau jika dahi ini sangat berharga?" teriak Dinda menatap Dimas.
"Bukankah seluruh tubuhmu berharga?" batin Dimas masih memalingkan wajah, merasa canggung jika melihat Dinda terlebih lagi pada sopirnya.
Dinda kesal tidak di hiraukan Dimas, dia memukul lengan suaminya dengan perasaan kesal yang memuncak sedari tadi.
Dimas menoleh sembari menahan setiap pukulan istrinya. "Setidaknya kau bisa diam setelah masuk mobil!" seru Dimas menahan kedua tangan Dinda.
"Seharusnya aku yang marah ketika kau sangat lama dan membuatku menunggu kesal!" protes Dinda.
"Baik, apa maumu?" Dimas menyerah menghadapi Dinda.
"Setidaknya minta maaf," ucap Dinda.
"Apa perlu?" tanya Dimas di balas anggukan Dinda.
"Astaga, merepotkan sekali!" gerutu Dimas.
"Kau ...."
"Baik, aku minta maaf!" sela Dimas menghentikan ucapan Dinda.
"Yeea, itu baru benar!" seru Dinda bersemangat.
Dimas tertegun bisa melihat senyuman Dinda yang menunjukan kedua lesung di pipinya tanpa menduga. Tanpa sadar dia memegang wajah istrinya membuat Dinda tertegun dalam diam saat Dimas menatapnya.
"Apa yang akan dilakukan Dimas? Apa dia akan melakukan itu?" batin Dinda merasa takut dan canggung saat ingat ada sopir yang memperhatikan mereka.
Doni hanya berpura-pura fokus dengan kemudi tanpa mencoba untuk membuat nona mudanya merasa malu.
Gadis itu tidak percaya dirinya akan terbawa suasana saat mendapati adegan seperti saat ini. Dia berpikir bahwa dia belum siap dan tidak memiliki persiapan tentang hal apa yang akan dilakulan jika menghadapi hal seperti ciuman apalagi suami istri. Meski tanpa dasar cinta, tapi mereka memang sudah resmi menikah dan apapun yang ingin dilakulan Dimas sudah menjadi haknya.
"Kenapa aku tidak pernah melihat mereka?" Dimas berbicara mengejutkan Dinda membuka mata dengan Dimas memperhatikan wajahnya.
"Apa?" tanya Dinda.
"Mereka?" jari telunjuk Dimas yang panjang menunjukan kedua pipi Dinda.
"Maksudmu ... Ini?" Dinda bertanya sembari menunjukan lesung pipinya dengan tersenyum di tunjuk jarinya.
Anggukan Dimas mengejutkan Dinda, dia merasa malu dan canggung apalagi dengan pikirannya yang sudah melenceng dari dugaannya.
"Apa benar aku yang mesum?" batin Dinda.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" pertanyaan Dimas mengejutkan Dinda lagi.
"Kenapa dengan itu?" tanya Dinda berbalik bertanya.
"Itu cantik," ucap Dimas tanpa sadar jika ucapannya membuat jantung Dinda berpacu sangat cepat dan canggung antara senang dan tidak percaya ada yang menyukai senyumannya.
"Itu ...."
"Jangan tunjukan pada orang lain, aku tidak mau kau meracuni banyak orang nanti," sela Dimas memalingkan wajah, dia merasa canggung mengagumi senyuman Dinda dengan kedua lesung di pipinya.
"Kenapa terlihat manis dengan mereka?" batin Dimas.
Pukulan di pundak Dimas mengejutkannya, lalu Dinda protes. "Kau pikir senyumanku beracun hah! Dasar pria mesum tidak tau cara menikmati anugerah Tuhan!" teriak Dinda.
Dimas tidak menghiraukan gerutuan Dinda, dia memalingkan wajah dan memperhatikan jalan. "Hampir saja aku kepikiran menciumnya, sialan! Apa yang aku lakukan, sebaiknya aku banyak menghindari dia. Dia punya hal yang membuatku gila," batin Dimas.
"Bodoh."
Dimas tidak menghiraukan sindiran Dinda, untuk memastikan kecanggungannya saja sangat sulit untuknya menghilangkannya. Dia haya perlu tidak menatap Dinda sebentar dan akan kembali seperti semula.
Berjalan di belakang istrinya dengan memegang keranjang belanja, Dimas hanya memperhatikan istrinya dari belakang. Beruntung baginya ketika Dinda sangat jarang untuk tersenyum.
"Gila, tipeku bukan dia," gerutu batin Dimas mengingat sifat Dinda yang keras kepala.
"Apa ini bagus?" tanya Dinda menunjukan sikat gigi beserta cangkirnya.
"Kita memiliki kamar mandi masing-masing," ucap Dimas.
"Kalo begitu simpan ini di kamar mandimu, untuk jaga-jaga," tegas Dinda.
"Lakukan semaumu," balas Dimas.
"Baik, aku akan mengambil semua barang yang ku mau!" angguk Dinda bersemangat.
Lagi-lagi Dimas memalingkan wajah setiap kali melihat Dinda tersenyum bersemangat menunjukan lesung pipi yang akan menjadi candu Dimas melihat sisi lain istrinya.
Membeli semua bahan termasuk alat masak, beserta kebutuhan yang di beli oleh sepasang suami istri seperti mereka membuat Dimas harus mengganti keranjang dengan troli belanjaan untuk menampung semua barang yang mereka beli, termasuk pakaian tidur couple membuat Dinda semakin menyukainya.
Ada banyak sorot mata memperhatikan mereka berdua, tapi Dimas dan Dinda adalah orang yang sama sekali tidak pernah memperdulikan tanggapan orang lain. Mereka berdua melakukan apapun yang harus dilakukan dan mengabaikan mereka yang hanya bisa mengkritik di belakang meski berusaha untuk menyulut keduanya dengan membicarakan mereka dari jarak dekat.
"Apa mereka pasangan muda yang nikah lari? Kenapa aku meresa mereka terlalu muda jika untuk menjadi pasangan?"
"Tidak ada cincin nikah di jari mereka, aku rasa mereka hanya berpacaran," kedua wanita paruh baya yang juga sedanf berbelanja ikut membicarakan Dimas dan Dinda terdengar jelas oleh Dimas.
Pria itu berbalik menatap tajam ke arah kedua wanita yang membicarakan mereka. Meski Dinda sedang antri di depan kasir, tapi Dimas juga ikut antri menunggu istrinya selesai.
"Kebanyakan pasangan anak muda memang begitu, berlaga seperti pasangan resmi. Padahal di luar itu kita tidak tau."
Semakin mereka bicara tambah membuat Dimas menatap tajam ke arah mereka.
"Andai tatapan bisa membunuh manusia, aku akan melakukannya," ucap Dinda kesal di hadapan Dimas.
Gadis itu menengadahkan kepalanya kebelakang tepat di hadapan Dimas. Dia juga ikut kesal di bicarakan ibu-ibu dengan nada yang cukup keras untuk membicarakan mereka.
"Kau yang menatapnya, aku yang melakukannya," balas Dimas.
"Hahaha, kau yang lakukan dan aku yang menikmatinya!" seru Dinda.
Dimas dan Dinda tertawa tertahan membayangkan apa yang sedang mereka pikirkan, hal yang tidak masuk akal di bicarakan dengan orang berpikiran keras kepala seperti mereka malah menambah suasana menjadi reda ketika membayangkan hal untuk menghentikan mulut para ibu-ibu yang membicarakan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments