Berdiri di bawah gemercik air sower, Dinda tidak bergegas menyelesaikan mandinya. Dia mulai merasa jika semua yang terjadi bukanlah sebuah mimpi buruk yang berlalu begitu saja, melainkan mimpi yang memang harus dia terima menjadi nyata. Apalagi saat Dinda bangun pagi itu berada di rumah asing dan di kota yang sangat baru baginya. Meski dia juga malah harus tinggal dengan seseorang yang sudah jadi suaminya dengan usia mereka yang masih muda.
Semakin di pikirkan, malah semakin membuat kepalanya terasa sakit. "Apa yang harus aku lakukan?" keluh Dinda menghela nafas berat.
"Dinda, air bersih ada banyak di rumah. Kamu jangan menjadi bodoh, dengan menghabiskan air keran untuk menyadarkanmu!" ketukan dan ucapan Dimas membuat Dinda sadar dia sudah berada di kamar mandi dalam waktu yang cukup lama.
Dinda tahu air sower dan keran masih menyala sedari tadi. Setelah selesai mandi, dia segera keluar darisana. Dinda tidak melihat Dimas di kamar, lain dari terakhir kalinya, pria itu ada di kamar membuatnya harus menjaga jarak dari pria itu.
"Padahal dia baru bicara tadi, tapi sekarang tidak ada," gumam Dinda berjalan pergi menghampiri lemari pakaiannya.
Dinda tidak menemukan pakaiannya di lemari, dia pikir Dimas melupakan koper miliknya hingga hanya ada pakaian lain disana. "Jika pakaianku tidak ada, lalu kenapa ada banyak pakaian wanita disini?" Dinda melihat deretan pakaian di dalam lemari termasuk pakaian dalam.
Dinda pernah ada gadis lain yang tinggal di rumah itu, hanya saja yang dia tanyakan. Semua pakaian yang ada disana masih terlihat tidak pernah di pakai, lebih tepatnya pakaian yang ada disana hampir semuanya baru.
"Tidak mungkin dia menyiapkannya kan," pikir Dinda.
Gadis itu tidak peduli tentang darimana Dimas memiliki banyak pakaian wanita, dia meraih salah satu pakaian satu set dan mengenakannya. Setelahnya Dinda keluar kamar terperangah saat keluar kamar. Rumah yang terlalu besar jika hanya ada Dinda dan Dimas di rumah itu, rasa kagum Dinda tidak bisa dia tutupi saat melihat pemandangan lukisan di dinding tampak indah ketika ukiran dan lukisan pemandangan asri tampak rapih di sepanjang langkah kaki Dinda memperhatikan dinding rumah.
"Dia menunjukan kekayaannya dengan membawaku ke rumah ini, tapi cukup nyaman," ucap Dinda.
Setelah menuruni tangga, Dinda melihat Dimas duduk di kursi meja makan sembari melihat sebuah dokumen di tangan dengan segelas kopi di hadapannya. Berjalan menghampirinya, Dinda mengerutkan dahi saat tidak ada sarapan atau makanan disana.
"Mana sarapannya?" tanya Dinda sembari duduk di kursi berhadapan dengan suaminya.
"Buat," jawab Dimas.
"Aku?"
"Hmm."
"Hmm, apa tidak ada bibi yang masak?" Dinda melihat ke arah dapur.
"Kita hanya tinggal berdua, dan kau hanya memiliki tugas yang seharusmya dilakukan," tegas Dimas.
"Kau kaya, tapi sangat pelit dalam pengurusan rumah!" protes Dinda.
"Aku hanya mau tahu fungsi punya seorang istri saja," ucap Dimas.
"Fungsi?"
"Hmm," angguk Dimas.
"Kau pikir aku pembantumu!" protes Dinda.
"Lalu?"
Dinda terdiam, dia tahu pria di hadapannya suaminya. Tapi untuk peran istri, dia pikir Dimas tak memperhitungkannya.
"Aku ...."
"Apa harapan Nona Muda begitu tinggi, sampai ingin beberapa pelayan?" sela Dimas menyimpan dokumennya menatap Dinda.
"Apa Tuan Muda yang terkenal kaya, tidak mampu mempekerjakan pelayan?" balas Dinda meremehkan.
"Kau memang merepotkan. Disini hanya ada kita berdua, tentang membersihkan rumah akan ada bagian kebersihan di pagi hari. Kau hanya perlu membuat sarapan dan makan malam sebagai tugas seorang istri. Selebihnya kau lakukan apapun maumu, begitupun aku," jelas Dimas.
Dinda terdiam mendengar penjelasan Dimas, dia pikir pernikahannya akan ada adegan dimana sang pria memberikan surat perjanjian dan akan menjalani kehidupan masing-masing untuk kedepannya, seperti di kebanyakan cerita di drama. Tapi ternyata, Dimas tidak melakukannya malah membuat peraturan kehidupan yang akan mereka jalani.
"Apa kau sudah tentukan mau kuliah dimana? Lihat disana, ada beberapa universitas dan juga jurusan yang akan kau ambil. Aku akan pergi ke suatu tempat, kau hanya perlu bicara pada pengurus dan dia akan membantumu."
Dimas berbicara setelah itu meminum kopi sembari melihat Dinda yang terdiam membuka lembaran dokumen.
"Apa ini penting?" tanya Dinda.
"Bodoh! Kau pikir dengan usia kita, aku dan kamu hanya harus memikirkan bagaimana berumah tangga hah?" tatap Dimas.
Dinda membalas tatapan Dimas, dia masih berharap suaminya memberinya sebuah dokumen perjanjian pernikahan. Tapi ternyata malah di minta untuk mencari kampus yang tepat untuknya.
"Itu ...."
"Kenapa, kau punya rencana sendiri?" sela Dimas menduga-duga. "Kamu tenang saja, kebebasan yang kamu inginkan sudah kamu dapatkan. Hanya saja kau harus ingat, jika kamu sudah menjadi istriku dan jangan melewati batasanmu," sambung Dimas.
"Dimas."
"Apa?" mereka saling tatap satu sama lain.
"Bukankah kamu bilang pernikahan ini adalah perjanjian?" akhirnya Dinda tetap menanyakannya.
"Kau sudah mengacaukan semuanya sedari awal. Bukankah aku mengatakan ada atau tidak ada pernikahan aku tetap dapat warisan? Sekarang sudah keluar jalur rencana, hanya bisa melakukan apa yang terjadi dan rencana berjalan saja dan kita pikirkan itu nanti," jelas Dimas.
"Apa tidak masalah tanpa perjanjian?" tanya Dinda.
"Kenapa, kau ingin segera cerai? Lalu memberitahu kedua orang tua kita dan membuat mereka ...."
"Cukup! Aku tau, jangan katakan lagi," sela Dinda mengingat kondisi ayahnya yang mudah sakit kali ini, dan dia tidak ingin kabar buruk terdengar oleh keluarganya.
Dimas menyeringai, meski dia tidak ingin pernikahan. Tapi, saat dia mendengar sendiri ucapan ibu Rahayu tentang kondisi ayah Dinda. Dimas mengurungkan niatnya untuk membuat perjanjian pernikahan, baginya jika semua harus terjadi maka dia harus menyelesaikan dan melakukannya dengan baik dan benar. Meski Dimas keras kepala, tapi dia tidak pernah tidak peduli pada orang tua siapapun itu.
"Hmm, aku akan lakukan tugasku, peran dan juga kuliahku. Tapi di luar sana, anggap kita tidak saling mengenal satu sama lain. Aku tidak mau berurusan dengan pria bermasalah sepertimu," ucap Dinda, dia tidak mau menerima kenyataan punya hubungan dengan pria tampan seperti Dimas yang menjadi rebutan gadis-gadis cantik di luaran sana.
Dimas belum sempat menjawab tapi Dinda sudah berjalan pergi meninggalkannya. "Bukankah seharusnya kau buatkan sarapan?" teriak Dimas.
"Aku belum lapar, kau buat sendiri!" Dinda menjawab tanpa berbalik ke arah Dimas yang terdiam.
"Dia kenapa, apa aku terlalu kejam padanya tidak menyediakan pelayan untuknya, apa begitu membuatnya malu jika kenal denganku?" gumam Dimas.
"Semua sudah siap Tuan Muda." Doni bicara tepat di belakang Dimas.
"Mulai sekarang kau dengan nonamu! Turuti apapun yang dia mau." pinta Dimas.
"Lalu Anda?" tanya Doni.
"Aku akan pergi sendiri ke kampus. Kau hanya perlu melakukan tugasmu," tegas Dimas.
Doni tertegun mendengar ucapan tuan mudanya kali ini. Dia merasa terharu saat tahu Dimas sudah berpikiran sedikit bijak setelah menikah. Dimas bahkan sudah tidak mau di temani olehnya adalah sebuah pertanda tuan mudanya beranjak dewasa perkembangan yang sangat baik bagi semua orang terutama keluarga Dirga. Dia akan memberitahu tuan besar tentang kemajuan tuan mudanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
nesaric
cemungut kakkkk
2023-03-02
0
Anni 21
siapa duluan yg akan jatuh cinta ya
2023-03-02
0