Mendadak Menikah
Acara kelulusan yang di selenggarakan di sekolah Banyu Anggun kini terkisar sangat ramai dan meriah. Banyak para orang tua murid yang datang menghadiri kelulusan. Mereka yang berprestasi menjadi sorotan para media utama di sekolah terkenal itu.
Namun, tidak dengan Dinda dan Dimas. Mereka tengah dalam kesulitan hati di raut wajahnya. Prestasi yang mereka dapat malah membuat keduanya sangat enggan untuk kelulusan itu.
Dinda menginjak usianya 19 tahun dan Dimas di usianya 20 tahun. Mereka bertemu di sebuah cafe tongkrongan anak sekolah. Sering bertemu, tapi tidak pernah bersapa satu sama lain. Namun di acara kelulusan keduanya bertemu dengan Dimas yang tanpa pikir panjang duduk di hadapan Dinda dan bersandar di atas meja dengan malas. Mengangkat sebelah alisnya, Dinda tidak memahami apa yang terjadi dengan teman beda kelasnya itu.
"Woy, bukannya sedang kelulusan. Kenapa malah kesini?" tanya Dinda, gadis dengan gaya berpakaian biasa saja meminum capucino yang baru saja datang dia pesan.
"Kau juga hanya diam disini, menikmati kopi!" balas Dimas bersandar di atas meja melihat Dinda yang menikmati kopinya.
"Aku bosan, makanya mending disini!" seru Dinda.
"Sama."
"Lalu, kenapa duduk disini?" tanya Dinda.
"Aku mau."
"Huh."
"Aku mau menikahimu!" seru Dimas.
Mendengar ucapan pria itu, ia pun tidak dapat menahan terkejutnya dan minuman di dalam mulutnya pun tersembur keluar. Bahkan mengenai wajah Dimas di hadapannya.
"Kau ...."
Dimas terdiam mendapati perlakuan dari Dinda padanya."Astaga Dinda! Kau ini wanita apa bukan, kenapa menyembur ku?!" protes Dimas.
"Sorry! Ya kamu, sembarangan bicara tadi!" tawa tertahan Dinda melihat wajah Dimas yang basah karenanya.
"Aku tidak sembarang! Aku serius mengajakmu." Dimas membalas ucapan Dinda sembari mengusap wajahnya dengan tisu.
"Mengajak apa, Dimas!" tatap Dinda mulai kesal dengan gurauan pria di hadapannya.
"Pelankan suaramu! Nanti ada yang dengar acara lamaranku," bisik Dimas.
"Pria gila dan bodoh! Kau yang sudah buat kegaduhan. Malah minta aku pelan hah!" seru Dinda.
"Iish, wanita ini. Dengarkan dulu penjelasanku," ucap Dimas, menarik tangan mengepal Dinda.
"Jangan pegang tanganku! Bicara saja," tegas Dinda.
"Iya, iya. Aku cuma mau ajak kamu gabung sama rencanaku, mau gak?" tanya Dimas.
"Rencana apa?" balas Dinda.
"Sebenarnya, aku punya rencana masa depan. Tapi, keluargaku malah tidak mendukungku dan menikahkanku setelah kelulusan ini," jelas Dimas.
"Hmm, terus?" angguk Dinda.
"Tapi, karena pernikahan ini juga aku akan dapat sebagian harta dan dapat kuliah di universitas luar negeri," tambah Dimas.
"Hmmm."
"Kau mau menikah denganku?" tanya Dimas.
Dinda semakin terkejut mendengar ucapan dan pertanyaan Dimas untuk kesekian kalinya.
"Dimas bodoh! Apa hubungannya denganku?" tatap Dinda.
"Tentu saja, aku mau bagian hartaku. Tapi tidak mau ikut perjodohan! Meski aku tidak tahu menikah dengan siapa, tapi katanya jika aku sudah punya calon sendiri itu akan jauh lebih baik," jelas Dimas.
"Begitu banyak wanita yang mengejarmu dan gak akan menolaknya, kenapa kamu malah mengajak aku?" tatap Dinda tidak senang.
"Karena kau bodoh."
"Apa?!"
"Bukan itu maksudku, karena kau jelek," jelas Dimas terkejut merutuki mulutnya.
"Apa kau sedang mode bodoh, Dimas Angga Dinata Dirga?!" tatapan kesal Dinda berdiri dari duduknya.
"Hahaha, ok ok. Tenang dulu gadis galak. Aku belum selesai!" seru Dimas, dia menyukai Dinda yang selalu acuh dan membuatnya terheran tidak menyukai Dimas lain dari wanita lainnya.
"Aku pergi!"
"Jangan! Tunggu dulu, Adinda Rahayu!" cegah Dimas.
"Hmm, waktuku tidak ada untukmu!" seru Dinda.
"Haha, oke okee. Please, dengarkan aku!" pinta Dimas, untuk pertama kalinya dia memohon pada seorang gadis.
"Apa?"
"Jadilah istriku, apapun yang kamu minta aku kabulkan!" seru Dimas.
"Nggak!"
"Kau mau apa? Biar aku kabulkan sekarang?" Dimas masih mencoba membujuk Dinda.
"Kau yakin bisa mengabulkannya?" tatap Dinda.
Dimas terkejut, dia tahu jika Dinda akan mempersulitnya."Hmmm, apa?" tanya Dimas.
"Aku ingin kau katakan pada kepala sekolah kalau dia idiot!" senyum nyeringai Dinda, meremehkan Dimas yang gak akan sanggup akan kemauannya.
Dimas terdiam sejenak, dia melihat ke arah Dinda yang tersenyum menunjukan lesuk pipi di pipi kanannya. "Jika aku melakukannya, kau menikah denganku hari ini juga!" seru Dimas.
"Deal!" seru Dinda, dia yakin Dimas tidak akan sanggup melakukannya. Apalagi dengan resiko Dimas akan di batalkan kelulusannya.
"Kau yang mengatakannya, tidak ada ruang untuk menarik ucapanmu!" seru Dimas.
"Hmm."
"Ikut aku!" ajak Dimas.
"Kemana?" tanya Dinda.
"Bukankah kamu ingin aku melakukannya pada kepala sekolah?" balas Dimas.
"Oke."
Dinda mengikuti Dimas yang sudah berjalan keluar dari cafe dan memasuki gerbang sekolah yang ramai. Dia tahu jika hal yang tidak mungkin di lakukan oleh Dimas apalagi sedang dalam acara kelulusan besar-besaran srperti saat ini.
Dimas berjalan dengan percaya diri di ikuti oleh Dinda menghampiri kerumunan dan menemui kepala sekolah yang sedang duduk di kursi di temani asistennya.
"Sialan! Tidak mungkinkan dia akan melakukannya?" umpat Dinda.
Kepala sekolah melihat kedatangan Dimas dan Dinda masuk ke ruangan dan menghampirinya. Berdiri di hadapan kepala sekolah Dimas terdiam tanpa menyapanya. "Kamu idiot!"
Hal yang di ucapkan Dimas mengejutkan mereka yang berada di ruangan itu, terutama Dinda yang mematung bagai di sambar petir. Dia tidak percaya jika Dimas benar-benar akan melakukannya.
"Kau ...."
"Aku sudah cukup. By Paman!" sela Dimas berbalik dan menarik Dinda keluar dari ruangan itu.
Dinda yang masih tidak percaya dengan apa yang terjadi, dia semakin tidak karuan dan langkahnya hanya mengikuti kemana arah Dimas menariknya. Bahkan memasuki sebuah mobilpun, Dinda tak menolaknya.
Ada perasaan yang tak bisa di ungkapkan oleh gadis itu, Adinda berjalan setengah lari dengan tangan di tarik bersama seseorang yang tak pernah dia duga. Pria di depannya adalah sosok yang sering dia lihat dan juga dia dengar tentang keberadaannya yang banyak berpengaruh di sekolah.
Adinda juga merasa jika apa yang terjadi adalah sebuah mimpi sekilas, bahkan tangannya yang di pegang eratpun adalah mimpi juga.
"Sudahlah, aku sudah melakukan apa yang harus aku selesaikan. Sekarang giliran kesepakatan kita."
Meski Dimas berbicara juga berhenti berlari. Tapi Adinda masih tidak percaya tentang Dimas yang bicara di hadapannya dengan deretan pertanyaan yang tak masuk akal akan rencananya.
Dimas menatap Dinda dengan pandangan penuh tanya. Dia mengira jika gadis itu sedang hanyut dalam pikirannya sendiri.
"Cantik, tapi gak conect," ucap Dimas menyeringai. Dia sedikit mentetabilkan nafasnya setelah keluar dari ruang kepala sekolah.
Dimas dan Adinda berdiri di luar kelas tanpa saling bicara satu sama laij, mereka kelelahan setelah berkmari keluar dari ruang kepala sekolah.
Begitupun Adinda tidak percaya permintaan konyolnya mampu dilakukan begitu saja oleh Dimas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
nesaric
uwuuwwww nice story unchhh🥰
2023-02-09
0
Bilkis😉
Sehat2 kakaku😘
2023-01-16
0
Bilkis😉
🤣🤣🤣🤣
2023-01-16
0