Dimas melempar ponselnya, dia kesal pada Dinda yang menutup telponnya tanpa izinnya. Selama ini tidak ada yang melakukannya kecuali gadis itu.
"Dia harus aku beri pelajaran!" rutuk Dimas melempar tubuhnya ke atas tempat tidur, dia menatap lekat langit-langit kamar dengan perasaan masih penuh amarah.
Dia juga lupa mengganti pakaiannya, Dimas tertidur begitu saja. Kamar yang dia tempati adalah kamar yang sederhana namun udaranya segar saat kedua jendela di buka angin sejuk membuatnya merasa nyaman dalam lelap.
Di lain kamar, Dinda melempar ponsel yang baru saja dia raih mencoba melihat pesan apa yang di kirim Dimas. Namun belum sempat dia membukanya sudah ada telpon dari Dimas membuatnya malas untuk bicara dan terpaksa mengangkat teleponnya.
"Dimas bodoh, dia yang bersikeras menikah dan dia juga yang mau membatalkannya. Sekarang sudah begini, aku bahkan tidak tahu harus bagaimana dan malas bicara dengannya.
Dinda menghela nafas berulang kali, tidak ada yang dapat dia lakukan. Dia pikir semua akan selesai jika pernikahan dari kedua orang tuanya sudah teratasi, hanya saja keluarga Dimas datang tanpa dia duga menambah kesulitan untuknya.
"Dimas bodoh, kenapa dia malah datang! Padahal jika dia tidak kesini semua sudah berjalan dengan baik termasuk kebebasanku," gumam Dinda.
Gadis itu merasa lelah hanya dengan memikirkan apa yang akan terjadi jika orang tua mereka sudah berencana untuk pernikahan. Gadis itu menopang wajahnya dengan kedua tangan melihat ke arah jendela, dia terdiam dengan tatapan kosong hingga tertidur dalam posisi tubuh membelakangi langit-langit.
Pagi sekali, Dinda di kejutkan beberapa wanita sudah berada di kamarnya. Dia duduk setengah sadar setelah terbangun melihat mereka sedang sibuk dengan persiapan.
"Kalian siapa?" tanya Dinda.
Tidak ada yang menjawab, mereka menarik Dinda untuk berjalan hingga duduk di kursi meja rias.
"Apa yang ingin kalian lakukan?" Dinda masih mencoba bertanya.
"Kami akan merias Anda, Nona," jawabnya.
"Rias? Hei, aku bahkan belum bersih-bersih!" protes Dinda.
"Tidak baik jika pengantin wanita mandi, itu akan berpengaruh juga untuk acara. Biar kami merias Anda," jelasnya.
"Setidaknya biarkan aku cuci muka dulu," tolak Dinda.
Tidak ada yang membiarkan Dinda beranjak dari kursi, mereka masing-masing melakukan tugasnya. Ada yang di bagian pakaian dan juga rambut, juga bagian merias wajah. Dinda bahkan tidak di beri kesempatan untuk protes dan bertanya pada keluarganya.
"Kenapa mereka keras kepala?" batin Dinda.
"Jangan mengerutkan dahi Nona, itu akan buruk dengan riasan Anda," ucap tukang rias memperbaiki alas bedak Dinda.
"Memang aku peduli apa?" batin Dinda lagi.
Satu jam setelah persiapan pengantin wanita selesai, Dinda tidak percaya jika dia yang baru bangun tidur melihat dirinya di cermin seperti seorang ratu yang sangat cantik. Kemarin bahkan saat dia di rias tidak merasa secantik itu.
"Silahkan Nona, kita harus segera keluar!" ajak seorang wanita menuntun Dinda berjalan keluar kamar.
Dinda menahan diri untuk melangkah, dia menganggap itu hanya mimpi tentang apa yang terjadi sekarang. Tapi saat dia mencubit tangannya sendiri merasa sakit dan tahu ini bukanlah mimpi.
Iringan musik dan juga acara penyambutan terdengar nyata, apalagi saat Dinda berjalan keluar di saksikan banyak orang. Dia ingat tamu tidak sebanyak itu jika dari keluarga ayahnya saja. Tapi tatapan semua mata menuju ke arahnya, membuat Dinda tersipu malu duduk di samping Dimas yang sudah duduk lebih dulu darinya.
"Aku kira wanita lain, tapi setelah melihat gelang hitam di tanganmu masih ada. Aku ingat hanya gadis galak yang mengenakannya," bisik Dimas.
Kesal mendengar sindiran Dimas, Dinda menginjak kencang kaki pria itu hingga Dimas mengaduh menatap tajam ke arah Dinda di balas tatapan juga oleh Dinda. Hal itu membuat para orang tua hanya tersenyum tertahan melihat kedekatan Dimas dan Dinda.
Acara pernikahan selesai begitu saja, pasangan pengantin sedang duduk berdampingan menyambut para tamu yang memberi selamat padanya.
"Di antara para tamu, kenapa tidak ada satupun yang muda?" bisik Dimas bertanya.
"Kau pikir aku punya teman disini?" tatap Dinda.
"Aku rasa tidak," mengingat Dinda yang galak tentunya hanya beberapa yang mau berteman dengannya, pikir Dimas.
"Aku tau isi kepala bodohmu itu," tatap Dinda.
"Kau ...."
Dimas hanya diam setiap kali Dinda mengatainya bodoh, padahal gadis itu tahu bagaimana dirinya di sekolah. Tapi di mata Dinda, Dimas yang sembarangan mengajaknya menikah adalah hal bodoh yang di ketahui Dinda.
Dengan malas, Dinda berjalan pergi masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan Dimas dan juga para tamu yang masih ada disana. Keluarga yang juga tidak memperhatikan hanya berbincang dan memeriahkan acara. Dalam waktu dekat, keluarga Pak Mardi sudah melakukan acara pernikahan 2 kali. Meski sempat kacau, tapi kali ini benar putrinya yang menikah.
Dimas merasa kesal di acuhkan Dinda pergi begitu saja, dia juga merasa lelah saat harus berada disana. Melihat kesekitar, Dimas mencoba mengendap-ngendap berjalan masuk ke dalam rumah. Dia lupa tentang kamar Dinda dimana, seseorang berjalan menghampirinya.
"Jangan salah pintu, Mas. Disitu kamar Nona Isma, Nona Dinda di sebelah sini," ucapnya.
Dimas bersyukur tidak sembarang membuka pintu, jika dia ketahuan masuk ke kamar yang salah. Itu lasti akan membuatnya kesulitan menghadapi semua orang. Akhirnya Dimas di tunjukan jalan hingga sampai di kamar pengantin, dia tertegun melihat Dinda merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur tanpa melepas riasannya.
"Gadis ini, dia bisa tidur dengan seperti itu. Tapi, apa tidak apa jika aku disini?" gumam Dimas.
Dimas berjalan perlahan mencoba mendekat, namun dia takut gadis itu meneriakinya. Dimas berbalik hendak membuka pintu kembali.
"Dimas Angga Dinata Dirga."
Dimas terkejut mematung mendengar panggilan lengkap dari Dinda. Dia tahu masuk ke kamar gadis itu adalah sebuah kesalahan.
"Hmm," memutar berbalik perlahan, Dimas melihat Dinda sudah duduk menatapnya.
"Bukankah tadi dia tidur tampak nyenyak?" batin Dimas.
"Sejak kapan tuan muda bertingkah seperti seorang pencuri?" tanya Dinda.
"Aku tidak," balas Dimas memperbaiki posisi tubuhnya dan berjalan penuh percaya diri duduk di sebrang istrinya.
"Jangan keluar kamar, nanti orang tua kita curiga padamu dan aku tidak di kamar yang sama. Aku lelah, dan aku perlu tidur," ucap Dinda.
"Tidurlah, ini kamarmu." Dimas tidak percaya gadis itu berbicara di luar dugaannya.
"Disana ada tikar juga ada selimut. Kau buat nyaman dirimu di bawah, jangan mencoba tidur di kasurku!" tegas Dinda.
"Hei ...."
"Tidak ada bantahan atau penolakan."
Penegasan Dinda membuat Dimas teringat kata-kata itu dia gunakan saat pertama kali bertemu Dinda. Tapi gadis itu berulang kali mengatakannya membuat Dimas hanya diam mendengarnya.
"Kenapa tubuhku selalu kalah setiap kali mendengar ucapannya," gumam Dimas setengah menggerutu.
Dimas berpikir keras saat dia sudah memegang erat bantal dan selimut, dia juga melihat sebuah tikar di lantai. Tatapan tajamnya mengarah ke Dinda yang sudah tidur pulas. Terdengar suara keras di balik pintu membuat Dimas terkejut.
"Apa kalian sudah tidur? Baiklah, kalian pasti lelah. Istirahat saja dulu. Besok kita harus kembali."
Dimas tahu itu suara ibunya, dia ingin menghampirinya. Tapi begitu malas ketika tahu jika dia sudah punya istri sekarang. Padahal kemarin, Dimas begitu banyak akal dan rencana. Tapi hari ini hanya bisa mengikuti mau keluarganya hingga pernikahan benar-benar sudah terjadi. Dengan kesal Dimas melempar bantal yang dia pegang dan naik ke atas tempat tidur tidak perduli tentang gadis di sampingnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
mail
mana nih selanjutnya gasabar
2023-02-23
0
maomao
mana lanjutannya cepatttt
2023-02-23
0
bbb
nextt kak cantik
2023-02-23
0