Tugas Istri

Dinda sudah membereskan pakaiannya, dia tahu jika Dimas menyediakan beberapa pakaian gadis untuknya sesuai ukuran Dinda. Tapi dia juga masih membereskan pakaian bawaannya.

"Apa dia seengertian itu? Aku tidak percaya," gumam Dinda.

Dinda berjalan menghampiri meja rias. "Tunggu? Tidak mungkin kita harus tidur di kamar yang sama kan?" dia berbicara sendiri tanpa memperhatikan di depan pintu kamar sudah ada Dimas berdiri menahan tawa mendengar ucapan gadis itu.

"Apa kau ingin kita melakukan peran suami istri sesuai ekspektasimu?" pertanyaan Dimas mengejutkan Dinda.

"Kau datang tanpa suara dan malah bicara tiba-tiba," protes Dinda.

"Sudah membuatku kesal dan tidak merasa bersalah hah," tatap Dimas.

"Untuk apa?" alih Dinda memalingkan wajah.

"Gadis ini ...."

Dimas tidak melanjutkan bicaranya, dia melihat suasana dan dekorasi kamar Dinda membuat dia terpaku saat gadis itu merapikan kamarnya sendiri menggunakan nuansa berwarna merah muda. Dimas baru menyadari bahwa itu sesuai dengan karakter seorang gadis namun dia tidak percaya dengan sifat Dinda yang seperti itu memiliki selera sama seperti kebanyakan gadis.

"Kenapa kau menggunakan warna seperti ini untuk kamarmu?" tanya Dimas.

"Dan aku tidak akan menjawab pertanyaanmu yang seharusnya tidak mungkin kau tidak tahu alasannya," balas Dinda berjalan ke arah jendela kamar dan merapikan tirainya.

"Jika begitu, aku tidak akan mengganggu suasana hati Nona rumah dan aku akan kembali ke kamarku," ucap Dimas.

"Kau punya kamarmu sendiri?" tanya Dinda.

"Kenapa? Memangnya kau masih ingin dan berencana untuk tidur denganku." Dimas mencoba untuk menggoda istrinya sembari menatap Dinda.

"Jangan harap, meski pernikahan kita tidak ada perjanjian di atas kontrak, tapi aku akan tetap meminta kebebasan sesuai perjanjian pertama dan kau tidak diizinkan untuk melanggarnya," tegas gadis itu berbicara tanpa memperhatikan Dimas yang tersenyum tipis.

"Lakukanlah apapun yang kau mau, setidaknya kita tahu apa yang harus dilakukan jika berhadapan dengan keluarga," ucap Dimas, dia berjalan pergi keluar dari kamar istrinya tanpa memperhatikan Dinda yang terdiam tidak percaya Dimas akan sepengertian itu kepadanya.

"Apakah kakinya yang terluka bisa membuat kepalanya setenang itu?"

Meski ada begitu banyak pertanyaan mengenai tentang suaminya, tapi Dinda tidak menghiraukan semua itu dan memilih untuk pergi berjalan menghampiri tempat tidurnya hingga dia melemparkan tubuh di atas kasur rasanya aku akan melewati kehidupanku yang sebenarnya.

"Besok mungkin adalah hari yang akan aku tentukan untuk kedepannya," ucap Dinda.

Gadis itu merasa tubuhnya lelah setelah berkeliling bersama dengan Dimas ada perasaan hangat saat dia kembali dan tertidur di siang hari.

Dimas berjalan ke arah kamar miliknya berada tidak jauh dari kamar Dinda kesepakatan yang mereka buat untuk tidur di kamar yang berbeda, memang sudah dibuat oleh mereka perjanjian dari awal. Dimas dihampiri oleh seorang wanita dengan sikapnya yang begitu ramah.

"Tuan muda, apakah perlu saya membuatkan makanan untuk Anda dan Nona?" tanya pelayan itu tanpa memperhatikan Dimas yang sedang berpikir tentang pembicaraannya dengan Dinda tadi pagi.

"Sebaiknya kalian lakukan sesuai peraturan pertama! Kalian tidak perlu membuatkan makanan karena sudah ada seseorang yang memiliki tugas itu."

Penegasan Dimas dibalas anggukan oleh pelayan hingga dia berpamitan kepada Dimas. Kali ini Dimas membuka laptopnya untuk mencari tahu tentang sebuah universitas yang cukup bagus untuk dia dan Dinda. Setelah menemukannya, Dimas penutup laptopnya dan berjalan menghampiri tempat tidur meski sempat dia melihat ke arah pintu yang sudah tertutup hingga dia pun ikut tertidur sama seperti apa yang dilakukan oleh Dinda yang berada di samping kamarnya.

Dinda terkejut bangun dari tidurnya. Dia mengusap dada sembari mengucap syukur masih bisa membuka mata setelah bermimpi di kejar dari kegelapan.

"Bisa-bisanya aku mimpi seperti itu?" gumam Dinda melihat ke arah jendela, awan sudah mulai gelap saat dia menyadari tidur hingga sore.

Gadis itu berjalan mendekati jendela dan menutupnya, dia merasakan perutnya bergemuruh setelah mengingat dirinya belum makan apa-apa siang tadi.

"Dimas sialan, dia membiarkan aku kelaparan seperti ini," rutuk Dinda.

Setelah melihat hari itu sudah jam 07.00 malam, gadis itu berjalan keluar dari kamar dia pikir kamar yang ada di depannya adalah kamar Dimas. Meski dia penasaran dengan kamar suaminya itu tapi Dinda mengabaikan rasa penasarannya itu dan lebih memilih untuk pergi ke dapur mencari sesuatu yang dapat dia makan untuk meredakan rasa laparnya.

"Kenapa tidak ada seseorang sama sekali di sini? Di luar hanya ada penjaga dan sopir dan tidak ada yang bertugas untuk membuat makanan, dia benar-benar ingin menjadikan aku sebagai pembantu di rumah ini bukan sebagai nyonya."

Dinda membuka lemari makanan sembari menggerutu rasa kesalnya terbayarkan saat melihat ada sepiring kue di dalam lemari, dia mengambilnya dan mencoba untuk mencicipi kue itu.

"Ini terlalu manis dan aku tidak menyukainya."

Gadis itu menyimpannya kembali hingga mencari sesuatu yang dapat dia makan tidak ada yang bisa dia makan kali ini terkecuali Dinda membuatnya ada beberapa wortel dan sayur hijau di sana meski hanya sedikit tapi cukup untuk Dinda membuat makanan. Sudah terbiasa dengan olahan masakan di rumah, gadis itu hanya akan memakan sesuatu yang dibuat oleh keluarga Setelah memasak nasi dia kembali sibuk membuat teman nasi meski hanya sekedar sayuran.

"Apakah dia itu begitu miskin atau hanya menjadi orang kaya yang sangat pelit, hingga tidak ada sesuatu yang bisa aku masak di sini?" gumamnya.

Sepanjang dia memasak di dapur rasa lapar di perutnya semakin terasa ketiga dia menghirup aroma tumis sayur yang dia buat. Gadis itu berulang kali mencicipinya dengan rasa puas tidak sabar ingin segera menyantapnya. Saat Dinda sibuk memasak di dapur kali ini dia merasa bersemangat setelah penanak nasi matang.

Ketika Dinda menyiapkan nasi dan sayuran dia terkejut saat melihat Dimas sudah duduk di kursi meja makan dengan tatapannya bersemangat.

"Ya ampun, Dimas! Tidak bisakah kau berjalan dengan bersuara agar tidak mengagetkanku!" teriak Dinda.

"Bagaimana kau bisa menyadari kehadiranku jika yang ada di pikiranmu adalah makanan? Aku rasa kau sudah kenyang sedari tadi dengan mencicipi masakanmu berulang kali," ucap Dimas.

"Aku kenyang atau tidak, itu bukan urusanmu tidak ada makanan yang tersedia untuk orang kaya pelit seperti dirimu."

Dinda duduk dengan sepiring nasi dan sayuran tanpa menghiraukan Dimas.

"Kalau begitu, istriku ini ternyata begitu hangat hingga ingin makan sepiring berdua denganku." Dimas perjalanan hingga dia duduk di samping Dinda membuat gadis itu tertegun.

"Apa maksudmu dengan tidak membiarkan seorang pelayan untuk membuatkan makanan, aku pikir tuan muda tidak membutuhkan makanan sama sekali," acuh Dinda.

Dinda bersiap untuk makan tapi ternyata saat dia hendak memasukkan makanan ke dalam mulutnya, Dimas meraih tangan Dinda hingga suapan pertama itu dilahap oleh Dimas dan mengunyah makanannya. Hal itu membuat Dinda tertegun dan juga kesal saat suaminya malah berebut makanan dengannya.

"Tidak bisakah kau mengambil makananmu sendiri dan jangan merebut makananku?" protes Dinda.

"Aku rasa yang bertugas melakukan itu semua adalah tugas seorang istri, bukankah seharusnya kau melakukannya?" balas Dimas tersenyum tipis.

Dinda menatap kesal mendengar dan melihat senyuman Dimas yang menurutnya godaan untuk Dinda adalah senyuman manis Dimas seperti itu.

"Jangan menunjukan senyuman jelekmu itu! Kau merepotkan!" Dinda berdiri dan berniat mengambilkan piring nasi untuk suaminya.

Terpopuler

Comments

Anni 21

Anni 21

oh selweet nya si Dimas,tinggal cewi nya aja yg masih jutek

2023-03-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!