Lepas dari sang ayah, tinggal sang ibu yang sudah duduk di sampingnya membuat Dimas menarik nafas dalam bersiap dengan deretan pertanyaan sang ibu.
"Jangan bilang padaku kau sedang main-main?" tatap Mona.
Benar dugaan Dimas, ibunya seakan tahu apa yang sedang di takutkan anaknya.
"Dimas ... Jawab ibu?" tambah Mona mencari jawaban dari segala hal yang dia pikirkan tentang putranya yang tiba-tiba menunjukan buku nikah.
"Bu, aku ...."
"Bodoh! Apa kamu berpikir tentang hak waris yang di ucapkan ayahmu tempo hari?" tatap Mona.
"Tidak Bu." Dimas mencoba menutupinya.
"Mas, jangan main-main dengan sebuah pernikahan." Dimas tertegun melihat perubahan wajah sang ibu.
"Aku sungguhan Bu, tentang istri Dimas," dia menegaskan dengan penuh keyakinan.
"Roy!" teriak Mona.
Seorang pria yang selalu bersama Dimas bergegas menghampiri setelah mendengar panggilan nyonya rumahnya.
"Ya, Nyonya besar?" Roy membungkuk dengan sopan.
"Katakan, apa benar apa yang dia katakan?"
"Tentang non Dinda, Nyonya?" tanya Roy.
"Dinda?"
"Ya, nona muda bernama Dinda Rahayu. Gadis yang cantik bersama tuan muda sepanjang hari Nyonya," jelas Roy, dia hanya mengatakan apa yang terjadi hari ini. Jawaban sopirnya membuat Dimas bangga pada Roy.
"Kau yakin Dimas berhubungan dengannya?" tanya Mona lagi.
"Ya, Nyonya," angguk Roy.
"Jangan tunggu lusa, aku mau besok segera ke rumah istrimu!" Mona berdiri memasang wajah tanpa arti berbalik dan pergi meninggalkan Dimas yang tertegun begitupun Roy yang takut akan Dimas padanya.
Dimas tidak tahu ada senyuman di balik kepergian sang ibu.
"Tuan?" tanya Roy.
"Kerja yang bagus," ucap Dimas tersenyum.
Meski Roy heran apa yang dikatakan oleh dimas tapi kali ini peristiwa yang mencekam sudah terlewatkan. Namun Dimas lupa tentang dirinya yang seharusnya memberi tahu Dinda rencana keluarganya kali ini. Sepanjang hari Dimas hanya memikirkan bagaimana caranya agar bisa membuat Dinda mengeryi maksudnya.
"Kenapa aku sampai lupa dengan gadis itu, dia keras kepala. Akan sangat sulit untuk mengajaknya bekerjasama dengan baik, terlebih lagi suasana yang tidak tepat jika aku mendadak datang bersama keluarga ke sana. Lagi pula tidak ada yang akan menolakku dengan ketampanan yang kumiliki, tapi aku ragu dengan gadis itu, berulang kali dia meremehkanku apa yang harus aku lakukan."
Sementara Dimas sibuk memikirkan bagaimana cara agar Dinda bisa bekerja sama dengannya dan berencana untuk berbicara dengan gadis itu. Dinda yang kini sudah berada di rumahnya, di Bandung, tertunduk duduk di kursi kayu ruang tamu. Dia di tatap tajam oleh kedua orang tua dan juga sang kakak perempuan yang hanya tersenyum tertahan melihat tingkah Dinda.
"Seharusnya hari ini mereka menyambutku dengan bahagia, tapi gara-gara buku ini, semua merubah suhu sangat rendah di ruangan," batin Dinda.
Dinda menyesal saat dia datang tadi malah menjatuhkan buku nikah dari sakunya tepat di hadapan sang ayah, hingga semua keluarga kini berkumpul dalam diam menatap ke arah Dinda.
"Apakah kamu tidak mau menjelaskan ini apa Adinda Rahayu?"
Pertanyaan pak Mardi selaku ayah Dinda masih berbicara dengan nada seperti biasa.
"Apakah kamu tidak akan menjelaskannya Dinda?" tambah Irma, dia sedari tadi tampak penasaran dengan apa yang dia lihat.
Ragu-ragu Dinda mencoba untuk berbicara dan menjelaskan kepada keluarganya.
"Maaf ayah, ibu, kakak. Ini adalah buku nikah ku," tegas Dinda masih menundukkan pandangannya.
"Apa!" teriak keluarga bersamaan.
Sontak ketiga keluarganya terkejut saat mendengar pernyataan dari Dinda.
"Maksudmu apa Dinda? Ini kamu sungguhan sudah menikah kapan dan di mana, sjak kapan kamu berkenalan dengan seorang pria?"
Pertanyaan Pak Mardi kali ini sudah tidak bisa menahan amarahnya.
Meski dengan perasaan takut, gadis itu tetap mencoba menjelaskan. "Tapi itu yang sudah terjadi, Yah."
Pak Mardi menatap tajam Dinda. "Omong kosong apa yang kamu katakan! Lihatlah, di depan sana semua sudah siap hanya menunggu kedatanganmu acara lamaran dan juga pernikahan akan langsung diselenggarakan secepatnya!"
"Apakah kamu lupa dengan itu, Sayang?" kini Ibu Rahayu angkat bicara sudah tidak menganggap semua itu hanya permainan putrinya saja.
"Tapi Bu, bagaimana dengan pernikahanku ini?" Dinda berharap ibunya memahami situasi.
"Ternyata salah menyekolahkan kamu di luar kota, malah menjadikan kamu seperti ini. Bukan prestasi yang kamu dapatkan malah mendapatkan seorang suami dan buku nikah," keluh Pak Mardi.
"Lalu apa bedanya Yah, bukankah setelah menikah aku juga akan dijodohkan oleh pria yang bahkan aku sendiri tidak mengenalinya? Dan apa gunanya dengan pendidikanku kali ini?"
Dinda mencoba untuk berbicara dengan tegas menjawab pernyataan sang ayah.
"Bukan seperti itu Nak, kami hanya mencoba untuk memberikan yang terbaik untukmu," balas Ibu Ayu.
"Yang terbaik Bu? Kak Isma saja masih diperbolehkan untuk belajar di universitas terbaik, lalu kenapa Ayah dan Ibu malah mau menikahkanku dengan sangat cepat?" protes Dinda.
"Nak, kamu adalah anak kami satu-satunya dan kakakmu ini hanyalah titipan dari kakakku. Apakah kamu tidak memahaminya?" jelas Ibu Ayu.
Dinda tahu, Kak Isma memang bukanlah Putri Ayah dan Ibunya, namun Dinda hanya kesal saja ketika ada seorang gadis yang bahkan jauh lebih tua darinya. Tapi malah Adinda sendiri yang diputuskan untuk menikah jauh lebih cepat dengan jalur perjodohan yang orang tuanya tetapkan.
"Setidaknya Apakah ayah dan Ibu tidak ingin bertemu dengan suamiku?" tanya Adinda.
"Tidak ada tentang suamimu, kamu akan menikah secepatnya besok dan tidak akan ada pertunangan melainkan pernikahan secepatnya. Kamu benar-benar mengacaukan segalanya."
Penegasan Mardi tidak dipercaya oleh Dinda, begitu pun mengejutkan bagi ibu Ayu. Dinda yang tampak kesal dan sedih ketika kedua orang tuanya selalu melakukan segalanya sesuai kehendak mereka tanpa bertanya terlebih dahulu kepada Dinda.
"Sebaiknya Dinda istirahat dulu, Ayah dan Ibu tenang saja. Dinda akan menyimpan surat ini baik-baik," gadis itu mengambil buku nikah di atas meja melangkah pergi meninggalkan keluarganya yang terdiam.
"Yah, apakah tidak terlalu cepat? Kasihan anak kita, dia baru saja pulang?" Ibu Ayu mencoba untuk melerai perasaan suaminya.
"Mau ditaruh di mana wajah Ayah, Bu jika perjodohan yang kita rencanakan sedari awal ternyata Dinda malah sudah menikah, apakah mereka tidak akan merasa kalau kita menipunya?" jelas Pak Mardi.
"Entahlah, Ibu juga tidak tahu harus bagaimana. Tapi kita tidak boleh terus-menerus memaksakan putri kita satu-satunya itu, Yah. Dinda juga butuh kehidupannya sendiri, Kamu tahu Yah, saat ibu menemukan buku masa kecil Dinda? Sepertinya dia tampak kesal kepada kita," ucap Ibu Ayu.
"Anak itu mengerti apa? Semua yang kita lakukan untuk kebaikannya termasuk pendidikan yang kita berikan di luar kota. Tapi siapa sangka malah membuat anak itu malah menjadi pembangkang dan kini tiba-tiba sudah bersuami, benar-benar memalukan," keluh Pak Mardi tampak begitu kesal hingga dia merasakan sesak di dadanya mengejutkan Ibu Ayu.
Isma yang juga melihat apa yang terjadi kepada paman dan bibinya yang sudah dianggap sebagai orang tua, dia bergegas menghampiri Pak Mardi yang ternyata merasakan sesak di dada hingga harus dibawa ke klinik terdekat.
"Dinda! Ayo cepat keluar, lihatlah ayah harus segera dibawa ke klinik!" teriak Isma.
"Kenapa Kak dengan ayah?" Dinda bergegas berlari di ikuti Isma. Dia khawatir dengan keadaan sang ayah yang kini sudah dibawa mobil ke klinik terdekat.
Meski keluarga Pak Mardi tergolong orang kaya, namun mereka memang tinggal di sebuah pedesaan yang harus menempuh jarak jika untuk sampai di sebuah rumah sakit besar. Dinda terdiam saat melihat ayahnya di bawa masuk ke ruang darurat. Dia merasa khawatir dan menyesali dirinya yang malah membantah ayahnya tadi.
"Maafkan Dinda sudah membuat ayah seperti ini," ucap Dinda menyesal membuat keluarganya kecewa.
"Apa yang kamu katakan Dinda, semua tidak ada hubungannya denganmu. Memang Ayahmu itu sudah sering sakit di dadanya, hanya saja dia selalu menolak untuk diperiksa ke rumah sakit. Lihatlah ujung-ujungnya dia tetap saja dibawa ke klinik yang selalu dia bantah," jelas Ibu Rahayu.
"Kita berdoa saja, semoga ayah baik-baik saja. Bukankah dokter sedang memeriksanya." Isma mencoba untuk menenangkan kedua keluarganya sembari memeluk Dinda dan juga ibu Ayu.
Suasana menjadi tak terkendali saat Dinda menyaksikan ayahnya sampai harus ke rumah sakit karena ide bodohnya menikah tanpa izin, hanya untuk kebebasan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
nesaric
biarin dinda nikahhh pakkk jgn dilarang napaaa ah belibet amat idup bapak
2023-02-09
0
Anni 21
bagu lh hasil belar langsung dapat buku nikah ayah mana sekarng mau punya suami 2 lg😀😀
2023-01-25
0